Menyelami Sejarah Perkembangan Tajwid Al-Quran
Agama | 2024-11-30 13:22:36Pada dasarnya tajwid adalah sebuah ilmu yang mengajarkan bagaimana kita membaca Al-qur’an dengan baik dan benar. Tajwid juga merupakan sebuah seni membaca Al-Qur’an dengan memperhatikan pengucapan huruf-huruf (makhraj), sifat huruf itu sendiri, hingga panjang pendek bacaan itu sendiri.
Ilmu tajwid ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah, meskipun pada masa itu masih belum disusun dalam sebuah bentuk disiplin ilmu seperti yang kita kenal saat ini. Rasulullah menerima wahyu dari jibril As, yang membacakan Al-Qur’an dengan aturan-aturan tajwid yang tepat, oleh sebab itu tajwid diajarkan mulai sejak zaman Rasulullah. Pada zaman Rasulullah, Beliau tidak hanya mengajarkan teks Al-qur’an saja namun juga mengajarkan bagaimana cara mengucapkan huruf-huruf Al-qur’an dengan benar sesuai dengan aturan yang kita kenal pada saat ini sebagai ilmu tajwid. Cara membaca Al-Qur’an diajarkan langsung oleh beliau kepada para sahabat, misalnya seperti Ubay bin Ka’ab dan Abdullah bin Mas’ud menjadi sebuah rujukan utama dalam belajar Al-Qur’an pada masa itu.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, umat Islam mulai menyebarkan Al-Qur'an ke berbagai wilayah, termasuk di luar jazirah Arab. Hal ini menyebabkan beberapa kesulitan, karena bahasa Arab bukan bahasa ibu mereka. Lidah mereka sulit untuk mengucapkan huruf-huruf Al-Qur'an dengan benar, sehingga diperlukan suatu sistem yang dapat membantu mereka membaca Al-Qur'an dengan tepat. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, mushaf Al-Qur'an dikumpulkan dan disebarkan ke berbagai wilayah. Pada saat itu, perhatian terhadap tata cara pengucapan yang benar (tajwid) sangat dijaga. Bacaan yang diajarkan oleh para sahabat disesuaikan dengan bacaan yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW, namun ilmu tajwid baru mulai disusun secara sistematis pada masa-masa berikutnya.
Pada abad ke-8 M, pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, seorang ulama bernama Abu al-Aswad ad-Du’ali diperintahkan untuk menambahkan tanda harakat dan titik pada huruf Al-Qur'an. Tujuannya adalah agar bacaan menjadi lebih mudah dipahami, terutama bagi orang-orang non-Arab yang membaca Al-Qur'an. Penambahan tanda harakat ini sangat penting untuk menjaga bacaan Al-Qur'an tetap sesuai dengan kaidah tajwid yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Sementara itu, peletak dasar ilmu tajwid dari segi kaidah-kaidah ilmiah mengalami perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian besar berpendapat bahwa Abu al-Aswad ad-Du’ali adalah orang yang pertama kali mengkodifikasikan ilmu tajwid. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam, atau bahkan Abu Muzaḥim Musa bin Ubaydillah al-Khaqāni, yang pertama kali menulis tentang masalah tajwid.
Pada abad ke-13 M, seorang ulama besar bernama Imam Ibn al-Jazari menyusun kitab Al-Nashr fi Al-Qira'at al-'Ashr, yang menjadi rujukan utama dalam ilmu qira'at dan tajwid. Kitab ini menjelaskan berbagai aturan tentang cara mengucapkan huruf, panjang-pendek bacaan, serta hukum-hukum terkait dengan pengucapan huruf-huruf Al-Qur'an. Karya Ibn al-Jazari ini menjadi fondasi utama dalam pengembangan dan pengajaran tajwid hingga kini. Setelah tajwid berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri, para ulama mulai mengajarkannya di madrasah-madrasah dan lembaga pendidikan Islam. Ilmu tajwid diajarkan bersama dengan ilmu qira'at dan ilmu tafsir, dengan tujuan agar umat Islam dapat membaca Al-Qur'an dengan benar dan sesuai dengan kaidah yang ditetapkan. Hal ini juga untuk menghindari kesalahan dalam membaca Al-Qur'an yang dapat merubah maknanya.
Hingga saat ini, ilmu tajwid menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan agama Islam di berbagai belahan dunia. Para ulama dan pengajar tajwid terus berperan penting dalam memastikan bahwa bacaan Al-Qur'an yang diajarkan tetap sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dengan adanya ilmu tajwid, umat Islam dapat menjaga kesucian dan keotentikan bacaan Al-Qur'an, serta memahami maknanya dengan lebih mendalam. Jadi pada intinya, Sejarah perkembangan tajwid Al-Qur'an adalah perjalanan panjang yang dimulai sejak masa Rasulullah SAW dan terus berkembang hingga saat ini. Ilmu ini sangat penting untuk memastikan bacaan Al-Qur'an tetap sesuai dengan aturan yang telah diajarkan. Tajwid bukan hanya sekadar aturan baca, tetapi juga sarana untuk menjaga keotentikan wahyu Allah yang telah diturunkan. Dengan mempelajari tajwid, umat Islam tidak hanya dapat membaca Al-Qur'an dengan benar, tetapi juga dapat lebih mendalami makna setiap ayat yang terkandung di dalamnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.