Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alesandra Putri

Mengupas Keterkaitan Profesi Dokter dan Agama

Hospitality | 2024-11-25 17:21:33
Sumber : Pixabay (Profesi dokter)



Dalam banyak film dan cerita, dokter sering digambarkan sebagai sosok yang dapat mewujudkan segala harapan dan permintaan pasien. Tidak hanya mengandalkan ilmu dan teknologi, tetapi dokter juga bekerja dengan hati, memahami bahwa setiap tindakan mereka adalah langkah menuju harapan pasien dan keluarganya. Dokter menghadapi berbagai emosi dari pasien mulai dari tangisan yang pilu, amarah yang membludak, kekecewaan yang mendalam hingga senyum yang paling tulus. Perbedaan emosi adalah hal yang tak terduga. Dalam situasi yang penuh tekanan dan rollercoaster emosi ini, bagaimana banyak dokter tetap teguh dan berkomitmen pada tugasnya? Banyak dari mereka menemukan jawabannya pada nilai-nilai agama.

Agama menjadi hal yang penting bagi beberapa orang, terutama di Indonesia sebagai negara berketuhanan. Menurut studi yang dilakukan oleh Wolters Kluwer Health pada tahun 2019, banyak dokter di Indonesia yang mengintegrasikan pendekatan spiritual dalam praktik medis mereka. Hal ini tercermin dalam cara dokter memberikan dukungan moral, doa, atau saran yang selaras dengan keyakinan pasien. Penyebutan nama Tuhan sebagai bentuk pengakuan pasien menjadi hal yang umum dilakukan oleh dokter. Namun, apa yang sebenarnya yang membuat banyak dokter memasukkan nilai agama dalam tindakannya?

Keterkaitan Dokter, Sains, dan Agama

Sebagian orang mungkin berpikir bahwa sains dan agama bertolak belakang, seakan-akan yang satu meniadakan yang lain. Banyak hal yang dapat dipertimbangkan dengan ilmu sains. Teknologi yang maju memungkinkan suatu operasi dapat diprediksi keberhasilannya. Lalu, mengapa banyak dokter masih memasukkan nilai agama dalam tindakannya?

Analoginya seperti ini, apabila kamu adalah seorang walikota, maka dalam membangun suatu jembatan kamu akan mempertimbangkan banyak hal. Apakah jembatan ini memang diperlukan? Apakah pembangunan jembatan ini akan mengganggu masyarakat sekitar? Apakah saya ini dapat membantu masyarakat sekitar?

Hal ini juga berlaku bagi seorang dokter. Mungkin banyak yang beranggapan bahwa dokter akan menganggap sama semua pasiennya. Faktanya, hal itu tidak pernah terjadi. Bayangkan seorang dokter menghadapi ruang gawat darurat. Mereka harus memutuskan siapa yang membutuhkan perhatian segera. Apakah yang mengalami flu dan batuk? Apakah yang henti jantung? Apakah yang patah tangan? Apakah nyawa pasien ini harus segera diselamatkan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak muncul dengan sendirinya, tetapi muncul dari kepercayaan seseorang akan Tuhan dan agama. Kewajiban agama untuk menyelamatkan orang lain memunculkan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pandangan mengenai empati dan urgensi untuk menyelamatkan orang lain merupakan nilai agama dan bukan sains. Secara tidak sadar, semua hal ini merupakan implementasi dari nilai agama.

Nilai Agama Meningkatkan Empati

Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok & Suroso, 2004), agama sejatinya memengaruhi lima dimensi di dalam kehidupan kita, yaitu :

1. Dimensi keimanan (ideological) berkaitan dengan keyakinan pada Tuhan dan nilai-nilai spiritual.

2. Dimensi pengetahuan (intellectual) berkaitan dengan pemahaman mendalam tentang ajaran agama.

3. Dimensi ibadah ritual (ritualistic) berkaitan dengan pelaksanaan ajaran agama melalui doa atau kegiatan ibadah lainnya.

4. Dimensi pengalaman (experiential) berkaitan dengan pengalaman seseorang yang melibatkan perasaan dekat dengan Tuhan.

5. Dimensi pengamalan (consequential) berkaitan dengan identifikasi dari akibat-akibat nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dimensi-dimensi di atas memengaruhi motivasi atas tindakan yang kita ambil dan keyakinan kita dalam menjalankannya. Agama sebagai aspek yang memengaruhi lima demensi ini menjadikannya sebagai salah satu pertimbangan untuk melakukan tindakan bagi seorang dokter. Mengobati pasien dengan memeprtimbangkan nilai agama melalui lima dimensi ini dapat meningkatkan keyakinan dokter dalam menyelamatkan pasiennya.

Moral Sebagai Jembatan Antara Agama dan Kebaikan

Pada dasarnya, semua agama yang ada di dunia ini mengajarkan moralitas yang bermuara pada perintah berbuat baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila.

Secara umum, moral menjadi penghubung antara ajaran agama dan perbuatan yang dihasilkan oleh ajaran tersebut. Nilai-nilai moralitas seperti kepedulian, keadilan, dan rasa hormat terhadap pasien tercermin dalam setiap keputusan yang mereka ambil. Tingkatan moral yang dihasilkan oleh ajaran agama akan terlihat dari tindakan yang dokter berikan. Moral dari ajaran agama yang semakin tinggi membuat seorang dokter melihat pasiennya tidak lagi sebagai benda yang harus diperbaiki, tetapi nyawa yang harus diselamatkan.

Sumber :

Ancok, D., & Suroso, F. N. (2004). Psikologi Islami: Solusi Islam atas problem-problem psikologi (Cet. 5). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kørup, A. K., Søndergaard, J., Lucchetti, G., Ramakrishnan, P., Baumann, K., Lee, E., Frick, E., Büssing, A., Alyousefi, N. A., Karimah, A., Schouten, E., Wermuth, I., & Hvidt, N. C. (2019). Religious values of physicians affect their clinical practice: A meta-analysis of individual participant data from 7 countries. Medicine, 98(38), e17265. https://doi.org/10.1097/MD.0000000000017265

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image