Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mochamad Fauzi Ramdani

Paradigma Belajar: Semangat Pendidikan Bermutu untuk Semua

Pendidikan dan Literasi | 2024-11-24 23:16:19

Paradigma Belajar

Ilustrasi Pendidikan untuk Semua. Foto: Unsplash.com

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul Mu'ti baru-baru ini memberikan arahan paradigma untuk mencapai Pendidikan bermutu untu semua rakyat Indonesia, paradigma itu adalah Paradigma Belajar. Guna mencapai pendidikan untuk semua bagi masyarakat Indonesia, paradigma ini sangat tepat karena proses pendidikan itu bukan hanya dilakukan di gedung-gedung sekolah dan oleh guru-guru profesional (baca: Paradigma Sekolah).

Education for All merupakan sebuah ide atau rancangan yang sudah terbentuk dalam pikiran manusia berkaitan dengan pemerataan dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan tanpa memandang latar belakang dan status sosial seseorang. Konsep ini mendapatkan perhatian dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu'ti. Pendidikan untuk Semua merupakan kebijakan yang bisa menjadi solusi bagi permasalahan pendidikan di Indonesia terutama masalah pemerataan pendidikan di daerah-daerah yang akses terhadap pendidikannya masih terbatas.

Distribusi Guru Tidak Merata

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, secara nasional, rasio guru-murid mencapai 17 pada tahun ajaran 2020/2021. Rasio tersebut sudah ideal jika mengacu pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang rata-rata sebesar 20. Meski demikian, Indonesia masih dihadapkan dengan distribusi guru yang tidak merata. Mayoritas guru masih terpusat di Pulau Jawa.

Untuk mengatasi distribusi guru yang tidak merata, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Abdul Mu'ti akan membuat relawan mengajar ke daerah-daerah yang akses terhadap pendidikannya kurang terutama di daerah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal) yang sangat kurang tersentuh oleh sekolah-sekolah formal. Relawan mengajar ini sebagai upaya pemerintah dalam pemerataan akses pendidikan, utamanya di daerah-daerah terpencil. Banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengenyam pendidikan karena berbagai keterbatasan.

Angka Putus Sekolah Yang Tinggi

Permasalahan lain yang perlu perhatian adalah angka jumlah siswa putus sekolah yang kembali mengalami kenaikan pada tahun ajaran 2022/2023. Angka Putus Sekolah (APS) di berbagai tingkat pendidikan mencapai 76.834 orang, dengan rincian jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang. Permasalahan ini menunjukkan bahwa pendidikan formal di Indonesia seperti barang langka bagi sebagian masyarakat Indonesia.

Data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemdikbud ristek dalam Statistik dan Indikator Pendidikan Berwawasan Gender menunjukkan, jumlah siswa putus sekolah laki-laki lebih besar daripada perempuan. Perbandingan jumlah siswa laki-laki yang putus sekolah dibandingkan dengan siswa perempuan mencapai 15,29%.

Mewujudkan Education for All sesuai yang diinginkan oleh semua pihak memang tidak semudah membalikan telapak tangan, hal ini diperlukan proses yang panjang, sistematis serta sinergis dengan melibatkan semua unsur sangat diperlukan demikian juga kesadaran masyarakat menjadi daya dukung untuk terwujudnya maksud tersebut. Perlu diakui munculnya kendala-kendala dalam mewujudkan Education for All sangat dipengaruhi dengan banyaknya permasalahan di bidang pendidikan yang dihadapi oleh Indonesia.

Pendidikan non formal dan Rumah Belajar

Prof. Abdul Mu'ti berencana menyusun dua strategi yaitu menghidupkan kembali pendidikan non-formal, serta pembangunan rumah belajar yang akan melibatkan kolaborasi swadaya dari masyarakat serta pemerintah. Dua strategi ini bertujuan untuk menekan angka putus sekolah yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dengan adanya kemauan pemerintah dan masyarakat Indonesia yang peduli akan pendidikan, bukan tidak mungkin dua strategi diatas dapat terealisasikan sesuai harapan.

Dengan kebijakan yang dilandasi semangat dan paradigma baru ini harapannya tidak hanya berhenti ditataran ide lalu minim implementasi. Kebijakan ini harus mendorong pendidikan yang lebih inklusif dan berorientasi pada kesetaraan akses pendidikan. Adanya kebijakan ini harapannya bisa membantu masyarakat Indonesia yang kurang beruntung dalam menggapai pendidikan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image