Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image KARTIKASARI

Matematika Dasar yang Terlupakan: Mengapa Banyak Siswa SMA yang 'GAGAP' Berhitung?

Politik | 2024-11-24 22:30:15
Dilansir dari sumber: (https://www.bbc.com/indonesia/articles/cly0gxyjzzeo)

Pada dasarnya pendidikan matematika di tingkat SMA sering dianggap sebagai lanjutan dari pembelajaran di tingkat sebelumnya SMP. Namun, realitasnya banyak yang belum memahami konsep-konsep matematika , meskipun sudah di jenjang menengah atas. Alasan utama yang mendasari siswa SMA gagap dalam berhitung karena tidak memiliki fondasi yang kuat sejak dini. Sejak SD hingga SMP mereka sudah diajarkan dasar-dasar matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan pemahaman operasi lainnya.

Akan tetapi, banyak dari murid SMA belum memiliki fondasi dasar yang kuat karena konsep dasar tersebut tidak diajarkan secara mendalam. Akibatnya, saat SMA mereka merasa kesulitan menyelesaikan persoalan yang lebih kompleks karena tidak menguasai konsep-konsep dasar yang pernah dipelajari. Ada beberapa faktor lain yang menyebabkan fenomena ini. Masalah lainnya adalah metode pembelajaran di sekolah seperti kurikulum yang padat dan tuntutan untuk menyelesaikan materi dengan waktu yang singkat. Dalam banyak kasus menunjukkan bahwa mayoritas guru SMP dan SMA hanya berfokus pada matematika lanjutan seperti aljabar, logaritma, geometri dan lainnya yang lebih kompleks. Sehingga konsep dasar seperti operasi hitung dan pola bilangan sering terabaikan dan dianggap remeh.

Padahal nyatanya konsep ini sangat diperlukan sebagai “alat” untuk menyelesaikan persoalan yang lebih abstrak lagi. Sehingga hal ini selalu menyebabkan kesulitan pada murid untuk menyelesaikan soal yang jauh lebih rumit. Faktor kedua yang mendasari adalah trauma akan matematika. Hal ini terjadi ketika seorang siswa mengerjakan soal matematika dan menemukan penyelesaian, namun hasil hitungannya tersebut seringkali salah sehingga membuat murid tersebut cemas dan takut. Kecemasan yang dialami dapat menurunkan rasa percaya diri pada setiap orang. Pembatasan waktu saat pengerjaan soal dapat membuat seorang murid yang lemah berhitung merasa makin overthingking.

Trauma matematika ini juga dapat disebabkan karena pengajaran matematika yang kurang inovatif. Pada dasarnya saat ini pengajaran matematika masih menggunakan metode tradhisional dengan mengutamakan hafalan rumus-rumus tanpa memahami bagaimana implementasi rumus itu dalam contoh sehari-hari sehingga ketika dihadapkan dengan soal yang rumit mereka cenderung tidak bisa mengerjakan. Hal ini dapat menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam berhitung dan tidak mampu menyelesaikan dengan cara efektif.

Kurangnya latihan juga menjadi faktor yang menyebabkan permasalahan ini. Metode pembelajaran matematika saat ini jarang yang menerapkan latihan soal dasar justru lebih berfokus pada pengerjaan soal matematika lanjutan. Matematika itu perlu sering diasah supaya terbiasa dengan soal-soal dasar hingga menyelesaikan soal yang rumit. Jika latihan soal ini jarang dilakukan tentunya murid akan merasa kesulitan saat mengerjakannya. Oleh karena itu untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan mendalami ilmu matematika, mulai dari yang dasar hingga tingkat lebih rumit.

Dalam keterlibatannya guru perlu memberikan fondasi yang kuat mengenai dasar-dasar matematika. Siswa diberikan pemahaman lebih terkait bagaimana rumus itu diterapkan dalam kehidupan bukan sekadar menghafal saja. Selain itu, siswa harus rutin berlatih soal latihan supaya jika dihadapkan dengan soal rumit mereka tidak gagap. Dengan penyelesaian ini matematika tidak lagi menjadi ilmu yang mematikan, namun ilmu yang menyenangkan dan bisa diterpakan dalam persoalan sehari-hari.

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image