Krisis Obesitas: Tantangan Kesehatan di Era Modern
Info Sehat | 2024-11-22 18:07:28Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang semakin mengkhawatirkan, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Selama beberapa tahun terakhir angka tren obesitas mengalami peningkatan yang signifikan. Secara global, obesitas telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1980. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami kelebihan berat badan, dan lebih dari 600 juta di antaranya tergolong obesitas. Di Indonesia, 13,5% orang dewasa usia 18 tahun ke atas kelebihan berat badan, sementara itu 28,7% mengalami obesitas (IMT 25) dan berdasarkan indicator RPJMN 2015-2019 sebanyak 15,4% mengalami obesitas (IMT 27).
Sementara pada anak usia 5-12 tahun sebanyak 18,8% kelebihan berat badan dan 10,8% mengalami obesitas. Data terakhir obesitas menunjukan belum terkendali, dengan SIRKESNAS 2026, angka obesitas MIT 27 naik menjadi 20,7% sementara obesitas dengan MIT 25 menjadi 33,5%. Berdasarkan data Riskesdas 2018, Sulawesi Utara menempati posisi pertama dengan prevalensi 30,2%. Diikuti oleh DKI Jakarta pada posisi kedua dan Kalimantan Timur pada posisi ketiga. Data ini mengindikasikan adanya krisis kesehatan yang serius, terutama bagi masa depan anak-anak dan remaja Indonesia.
Akar penyebab obesitas adalah ketidak seimbangan antara kalori yang di terima dengan kalori yang di keluarkan. Zaman sekarang makanan dan minuman semakin bervarian. Tidak sedikit makanan dan minuman yang menagandung banyak gula, lemak, dan zat-zat adiktif lain yang memicu obesitas. Ditambah lagi dengan gaya hidup modern, terutama di perkotaan, di mana pekerjaan sering kali melibatkan waktu duduk yang lama di depan layar. Penggunaan kendaraan pribadi juga mengurangi aktivitas fisik sehari-hari, sehingga kalori yang seharusnya terbakar malah tertimbun menjadi lemak dalam tubuh. Sering kali, pilihan untuk mengonsumsi makanan cepat saji menjadi solusi praktis bagi banyak orang yang sibuk, tetapi makanan ini biasanya kaya akan kalori dan miskin nutrisi. Akibatnya, tubuh menyimpan lebih banyak kalori daripada yang dibakar, yang kemudian disimpan sebagai lemak.
Obesitas merupakan faktor risiko antara terjadinya PTM dan menempati peringkat 5 tertinggi faktor risiko penyebab kematian (IHME 2017), Obesitas juga berkontribusi 7,67% dari total DALYs di tahun 2017, yang semula hanya sebesar 1,8% pada tahun 1990. Kontribusi terbesar obesitas sebagai faktor risiko terjadi pada penyakit jantung (4,35% total DALYs), diabetes dan penyakit ginjal (2,52% total DALYs). Obesitas sebagai faktor risiko berkontribusi pada penyebab kematian akibat penyakit jantung (5,87% dari total kematian), diabetes dan penyakit ginjal (1,84% dari total kematian). Data survei nasional Indonesia tahun 2013 menunjukkan obesitas meningkatkan risiko hampir dua kali lipat mengalami Diabetes Melitus, serta hampir empat kali berisiko mengalami komorbid Diabetes MelitusHipertensi (Kusumawardani, 2016). Obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut juga berhubungan dengan hipertensi tidak terkontrol berdasarkan studi kohor di Bogor selama 6 tahun (Kristanti, 2020).
'Makan lebih sedikit, bergerak lebih banyak' menyiratkan bahwa penurunan berat badan hanyalah tentang diet dan olahraga, mengabaikan pemicu obesitas lainnya. Meskipun latihan fisik memainkan peran penting dalam kesehatan secara keseluruhan, namun perlu dinilai juga berbagai faktor lain yang ada dalam akar penyebab obesitas yang signifikan dalam mengelola obesitas seperti faktor biologis, genetik, lingkungan fisik dan sosial yang berdampak pada kemampuan untuk dapat menjalani hidup sehat.
Di banyak negara, orang yang hidup dengan obesitas sering disalahkan atas penyakit mereka. Stigma berat badan memperkuat anggapan bahwa obesitas hanyalah tanggung jawab individu seseorang. Ini dapat merusak kesehatan mental dan fisik serta dapat mencegah seseorang untuk mencari perawatan medis yang diperlukan. Satu hal yang jelas, lingkungan yang tidak mendukung ini, tidak membantu seseorang dengan obesitas untuk menerapkan gaya hidup yang lebih sehat bahkan bisa mempersulit, perlu upaya bersama untuk mengatasi stigma dan lingkungan yang tidak mendukung.
Pencegahan dan pengobatan sangat penting untuk menghentikan peningkatan obesitas secara global. Umumnya pencegahan obesitas bisa dimulai dengan menerapkan pola hidup yang sehat, seperti rutin berolahraga, mengkonsumsi makanan yang sehat dengan gizi seimbang, membatasi konsumsi lemak dan gula, dan tidur yang cukup. Edukasi tentang obesitas juga sangat penting karena membantu masyarakat memahami apa itu obesitas, faktor penyebabnya, dan risiko kesehatan yang terkait. Dengan adanya edukasi, masyarakat akan mencegah obesitas sejak dini dan memerangi obesitas dengan kesadaran untuk hidup sehat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.