Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image 05 - Anindya Karina Fitriani

Surabaya Kota Literasi

Sastra | 2024-11-20 20:54:27

Literasi merupakan elemen integral dalam bidang pendidikan karena merupakan alat bagi peserta didik untuk mengenali, memahami, dan menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh dari sekolah. Di Indonesia, budaya literasi masih sangat rendah.

Rendahnya kemampuan literasi masyarakat tentunya memiliki dampak negatif dalam kehidupan. Terlebih saat ini, periode digitalisasi berdampak negatif terkait penyebaran informasi yang tak jarang bisa memecah belah masyarakat akibat kurangnya memahami informasi tersebut. Oleh karena itu, implementasi budaya literasi di periode digital saat ini sangat penting diimplementasikan dalam dunia pendidikan.

Lima tahun Surabaya menjadi kota literasi, dinas perpustakaan dan kearsipan meluncurkan perpustakaan berbasis sistem digital integrated library system yang biasa diakses di dispusip.surabaya.go.id. Sistem ini mirip dengan eudoram yang dipakai Eropa. Setiap pelajar bisa mengakses seluruh koleksi perpustakaan dari seluruh kampus di Eropa secara gratis. Gerakan sekaligus gebrakan tersebut sungguh layak diapresiasi.

“Perwujudan kota literasi juga menjadi bagian dari komitmen saya untuk tidak hanya fokus membangun infrastruktur, tetapi juga fokus pada indeks pembangunan manusia (IPM) di Surabaya.” (Tri Rismaharini, 2014).

Selama ini, salah satu perwujudan adalah tersedianya 1.438 titik baca. Sebanyak 463 di antaranya berbentuk taman baca masyarakat (TBM) yang tersebar di balai RT/RW, taman, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya. Masing-masing dibina satu tenaga pendamping.

Namun, minat baca warga Surabaya perlu ditingkatkan lagi. Daya literasi bukan sekedar tentang kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga praktik menafsir. Yakni, memilih dan memilah informasi, memahami, membandingkan, merasakan, dan menciptakan kembali. Daya literasi perlu dilatih sejak dini, dan hal tersebut perlu dimiliki seluruh warga tanpa mengenal usia.

Tidak heran jika fenomena maraknya berita hoaks, ujaran kebencian, serta sentimen berbasis agama dan etnis masih sering terjadi. Kejadian tersebut dapat diredam apabila seseorang memiliki daya literasi yang kuat.

Persentase minat baca warga Surabaya mencapai 67,41% lebih tinggi daripada rata-rata provinsi 64,2% atau nasional 59,5%. Namun, menurut Wali Kota Surabaya sekarang, Eri Cahyadi, minat baca yang belum menyentuh 80-90% perlu dipahami sebagai capaian yang belum mengagumkan.

Hal yang perlu dicermati untuk menyempurnakan gerakan literasi yakni, program-program pendidikan literasi seperti Kelas Literasi Menulis dan Mendongeng, Safari Literasi, dan Kampung Sains belum sepenuhnya menyelami seluruh elemen masyarakat. Tetapi, lebih banyak pada anak berusia sekolah, khususnya SD dan SMP. Tentu bukan sebuah hal yang keliru, namun, kedepannya pemkot perlu menjangkau publik luas dari segala usia.

Lalu meyinergikan gerakan literasi dengan komunitas-komunitas seni budaya sebagai upaya pengembangan potensi ekonomi kreatif daerah. Sebab, dalam ekonomi kreatif, lima aspek penting terciptanya ekosistem kreatif adalah kreator, komunitas, media, industri, dan pemerintah. Penerbitan karya sastra, musik, dan film misalnya, akan mustahil berjalan optimal tanpa diiringi gerakan literasi seni budaya yang menjangkau komunitas-komunitas.

Praktik kolaborasi dalam konteks pendidikan literasi sebetulnya sudah dilakukan, tetapi belum merata. Sinergi yang dilakukan Dispusip Surabaya dengan menggandeng beberapa kampus seperti dalam hal penyelenggaraan kuliah kerja nyata (KKN) dan magang adalah contoh yang baik. Namun, jargon Surabaya Kota Literasi tentu terlalu berat bila hanya ditanggung salah satu dinas. Dinas kebudayaan, dinas pendidikan, dan lainnya perlu juga bersinergi dengan komunitas-komunitas kreatif yang ada.

Selain itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya, Mia Santi Dewi mengatakan bahwa kekuatan literasi di Surabaya bisa ditingkatkan melalui dorongan dari orang tua dan masyarakat.

Taman Baca Masyarakat (TBM) jangan sekedar dijadikan tempat membaca dan meminjam buku, melainkan bisa dioptimalkan menjadi pusat kegiatan sosial, terutama untuk anak-anak. Misalnyha belajar melukis, fotografi, etc. Kursus mata pelajaran yang bisa diberikan oleh karang taruna dan warga yang berprofesi sebagai pengajar atau guru. TBM juga bisa menjadi tempat bermain dan interaksi anak-anak yang diarahkan ke kegiatan membaca dan menyimak literasi permainan.

Oleh karena itu, masyarakat terutama orang tua harus melakukan pembiasan membaca kepada anak-anak mereka sejak dini, yang bertujuan untuk menumbuhkan minat baca pada anak agar tidak mudah terpengaruh akan berita yang belum jelas asalnya. Masyarakat dapat membuat lingkungan belajar yang kondusif seperti diskusi, refleksi, umpan balik dan dukungan sesama. Masyarakat juga dapat datang ke perpustakaan dan tempat baca lainnya yang telah disediakan untuk meningkatkan literasi dan menambah wawasan.

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image