Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmada

#4 Jejak Sang Ksatria: Epos Joko Tingkir Kembali ke Peradaban Mengabdi di Demak

Sastra | 2024-11-20 16:38:31

BAB 4: KEMBALI KE PERADABAN – MENGABDI DI DEMAK1. Kembalinya Joko Tingkir ke DemakSetelah bertahun-tahun mengasingkan diri dan berkelana, Joko Tingkir, kini lebih matang dan bijaksana, memutuskan untuk kembali ke Demak. Joko menyadari bahwa waktunya untuk membuktikan kesetiaan pada kerajaan dan membersihkan namanya telah tiba. Setelah perjalanannya yang panjang, ia tiba di Demak, namun dengan cara yang sederhana. Ia memasuki kota dengan penyamaran, mengenakan pakaian biasa, dan tanpa ada yang tahu siapa dirinya.Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Trenggono, tampak lebih besar dan lebih megah daripada yang ia ingat.

Namun, ada aura yang berbeda—satu yang dipenuhi dengan ketegangan dan intrik. Sultan Trenggono sudah semakin tua, dan beberapa kalangan dalam istana mulai berusaha mengubah arah kebijakan kerajaan. Joko menyadari bahwa situasi di dalam istana kini penuh dengan ketidakpastian.Di malam pertama kedatangannya, sebuah turnamen silat digelar untuk merayakan kedatangan para pendekar dari berbagai daerah. Joko, yang berbaur di kerumunan, memperhatikan dengan seksama.

Arena pertarungan yang diadakan di halaman istana menjadi tempat para pendekar menunjukkan kebolehannya. Salah satu peserta yang menonjol adalah Raden Wirawan, seorang pendekar muda yang sangat terlatih, yang dikenal memiliki gaya bertarung brutal namun efektif.Ketika pengumuman dibuat untuk tantangan terbuka, Joko yang tidak dapat menahan dorongan hatinya untuk bertarung, melangkah maju. “Saya akan menantang Raden Wirawan,” ujar Joko, suaranya penuh keyakinan.Kerumunan terdiam sejenak, sementara Raden Wirawan memandang Joko dengan sinis. “Hanya orang bodoh yang berani menantangku,” katanya sambil tertawa.Namun, Joko tidak peduli dengan ejekan itu. Begitu gong pertarungan berbunyi, keduanya bertarung dengan sengit.

Wirawan menyerang dengan gaya keras dan brutal, sementara Joko dengan tenang dan cekatan menghindar dan menangkis setiap serangan. Dalam waktu yang singkat, dengan serangkaian gerakan yang cepat dan terkoordinasi, Joko berhasil membuat Wirawan terjatuh, meskipun ia masih terluka. Kecepatan dan kelincahannya dalam menguasai teknik silat mengejutkan semua orang yang menyaksikan.Kemenangan Joko di turnamen itu membuatnya menjadi pusat perhatian. Meskipun terlihat sederhana dan tidak banyak bicara, semua orang mulai bertanya-tanya siapa pria ini sebenarnya. Bahkan Sultan Trenggono yang menyaksikan dari kejauhan merasa terkesan. Dengan tatapan penuh wibawa, Sultan mengamati bahwa Joko bukan sekadar seorang pendekar—ia adalah seorang pejuang sejati dengan keberanian dan tekad yang luar biasa.2.

Pertemuan dengan Sultan TrenggonoSetelah turnamen selesai, Sultan Trenggono memanggil Joko Tingkir untuk menghadap. Joko melangkah dengan langkah mantap ke dalam ruang audiensi, di mana Sultan yang sudah tua duduk dengan serius di singgasana. Raja Demak memandangnya dengan matanya yang tajam, sementara Joko, meskipun tidak asing lagi dengan kebesaran istana, merasa gugup.“Joko Tingkir,” Sultan memulai dengan suara berat, “selama bertahun-tahun, aku mendengar banyak hal tentangmu. Tentang pengasinganmu, tentang fitnah yang menimpamu, dan tentang perjalanan panjang yang kau tempuh. Apa yang membawa kau kembali ke Demak?”Joko menundukkan kepala dengan hormat, tetapi ada tekad yang terlihat di matanya. “Paduka Sultan, saya kembali bukan untuk mencari kedudukan. Saya kembali untuk membuktikan kesetiaan saya pada Demak, tanah kelahiran saya. Saya akan melindungi kerajaan ini dengan jiwa dan ragaku.”Sultan Trenggono terdiam sejenak, menilai kata-kata Joko. “Demak membutuhkan orang seperti dirimu, Joko. Tetapi ingat, kerajaan ini bukan tempat bagi mereka yang tak bisa memegang kehormatan. Jika kau ingin membuktikan dirimu, aku memiliki tugas untukmu.”

Joko mendengarkan dengan penuh perhatian, sementara Sultan melanjutkan, “Kau harus mengabdi pada kerajaan ini. Tugas pertama yang akan aku berikan adalah untuk menjaga perbatasan Demak, yang kini mulai terancam oleh kerajaan Majapahit. Kau akan memimpin pasukan untuk mempertahankan wilayah kita.”Dengan penuh penghormatan, Joko menjawab, “Saya akan segera melaksanakan tugas ini, Paduka Sultan.”Namun, sebelum mereka berpisah, Sultan Trenggono memanggil putrinya, Putri Retno, yang baru saja memasuki ruangan. Putri Retno, yang sejak kecil mengenal Joko, sekarang sudah dewasa dan semakin cantik.

Matanya yang lembut menatap Joko dengan rasa ingin tahu. Mereka saling bertatapan, ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka, sebuah kenangan masa lalu yang menghubungkan mereka berdua.Putri Retno melangkah maju dan berkata dengan lembut, “Joko, saya senang melihatmu kembali. Demak membutuhkanmu.”Joko hanya mengangguk, namun dalam hatinya, ada perasaan yang mulai berkembang, meskipun ia berusaha menahannya. Perasaan itu lebih dari sekadar rasa hormat kepada putri Sultan, melainkan sebuah kedalaman yang mulai tumbuh—perasaan yang baru ia sadari setelah bertahun-tahun menjauh dari istana dan kehidupan istana.3. Misi Pertama Joko Tingkir di DemakTak lama setelah percakapan tersebut, Joko memulai perjalanan menuju perbatasan Demak dengan pasukan kecil yang terdiri dari prajurit terbaik kerajaan. Mereka bergerak melalui hutan lebat yang menghubungkan Demak dengan wilayah-wilayah yang lebih terpencil.

Perjalanan itu tak mudah; mereka harus melewati medan yang berat dan menghadapi berbagai ancaman dari kelompok bandit yang sering menyerang perbatasan.Namun, Joko tidak gentar. Dengan pengalaman yang dimilikinya selama masa pengasingan, ia membawa pasukan dengan cerdik dan menghindari jebakan-jebakan yang sengaja dipasang oleh musuh. Mereka berhasil menyusup ke wilayah yang dikuasai musuh tanpa diketahui.Saat mereka tiba di sebuah kamp musuh, Joko memimpin serangan dengan strategi yang sangat terperinci.

Menggunakan kelincahan dan kecepatan, Joko dan pasukannya berhasil menghancurkan kamp tersebut dan membuat musuh terdesak. Namun, pertempuran itu tidak tanpa korban. Banyak prajurit dari pihak Demak yang terluka, dan Joko sendiri mengalami luka di lengan kirinya akibat sabetan pedang.Malam itu, setelah pertempuran, Joko duduk sendirian di luar kemah, menatap langit malam yang dipenuhi bintang.

Putri Retno yang ikut dalam perjalanan itu, datang mendekat. Ia duduk di samping Joko, meskipun jarak di antara mereka tetap terjaga. Hanya cahaya bulan yang menerangi wajah mereka.“Apa yang kau pikirkan, Joko?” tanya Putri Retno dengan suara lembut.Joko menatapnya, matanya menunjukkan perasaan yang dalam. “Saya merasa bahwa pertempuran ini belum berakhir, Putri. Kita masih harus menjaga Demak dari ancaman yang lebih besar. Tetapi, yang lebih mengganggu saya, adalah perasaan yang saya simpan—perasaan yang sulit saya ungkapkan.”

Putri Retno menunduk, tetapi matanya tetap memandang Joko dengan penuh pengertian. “Kita semua berjuang demi Demak. Tapi aku tahu, perasaan itu tak bisa disembunyikan begitu saja.”Joko meraih tangan Putri Retno dengan lembut, merasa ada kehangatan dalam sentuhan itu. Mereka saling menatap, dan dalam diam, mereka mengerti satu sama lain—bahwa cinta telah tumbuh di antara mereka, meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi.4. Pertarungan Terakhir di PerbatasanPasukan Majapahit, yang mengetahui pergerakan Joko dan pasukannya, akhirnya memutuskan untuk menyerang. Sebuah pertempuran besar pecah di perbatasan. Joko, yang telah mempersiapkan strategi dengan matang, memimpin pasukannya dengan luar biasa. Ia menunggang kuda, memimpin dari garis depan, sementara pedangnya berkilau di bawah cahaya matahari yang terik.

Pertarungan itu begitu sengit. Pedang beradu, jurus silat terlihat jelas dalam setiap gerakan Joko yang cepat dan mematikan. Dalam kekacauan pertempuran, Joko berhasil mengalahkan beberapa pendekar dari Majapahit, namun ia sendiri terluka parah. Salah satu serangan musuh mengenai bahunya, membuat darah mengalir deras.Setelah musuh mundur dan pertempuran berakhir, Joko duduk dengan terengah-engah, menahan rasa sakit yang semakin parah. Putri Retno berlari menuju Joko, matanya penuh kecemasan.“Joko, kau terluka!” katanya, suaranya hampir pecah.

“Aku akan membalut lukamu.”Joko tersenyum lemah, mencoba untuk tetap tenang meskipun rasa sakitnya tak tertahankan. “Ini bukan apa-apa, Putri. Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan untuk melindungi Demak.”Namun, Putri Retno tidak mau mendengarkan. Dengan cepat ia mengikat luka Joko, berusaha merawatnya.

“Demak membutuhkanmu, Joko. Dan aku juga membutuhkanmu.”Di bawah sinar rembulan malam itu, Joko dan Putri Retno duduk berdampingan. Dalam diam, mereka menyadari bahwa perjuangan mereka tidak hanya untuk kerajaan, tetapi juga untuk cinta yang perlahan tumbuh di antara mereka.

---Akhir BabDengan latar belakang sejarah yang mendalam dan elemen silat serta romantisme, Bab 4 ini menggambarkan perjalanan Joko Tingkir kembali ke Demak. Bab ini menekankan bagaimana Joko kembali ke medan pertempuran, membuktikan kesetiaannya kepada Demak, serta hubungan yang berkembang dengan Putri Retno di tengah segala tantangan yang dihadapinya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image