Polemik Susu Ikan pada Program Makan Siang Gratis
Info Terkini | 2024-11-20 07:18:09Polemik Susu Ikan pada Program Makan Siang Gratis Oleh : Dhevy Hakim Susu ikan. Bagaimana pendapat anda jika mendengar susu ikan? Barangkali merasa aneh, atau bahkan langsung membayangkan bagaimana rasanya. Tentu saja pertanyaan ini sesuatu yang wajar sekali, sebab selama ini yang dikenal dan dikonsumsi adalah susu sapi, domba atau unta. Tak heran ide susu ikan yang rencananya digunakan untuk memenuhi program makan siang Presiden Prabowo ini langsung menimbulkan polemik baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan para ahli. Bahkan media asing pun tak ketinggalan ikut menyoroti kegaduhan mengenai susu ikan yang akan menggantikan susu sapi.
The Straits Times, koran asal Singapura memberitakan dengan menulis laporan yang berjudul ‘Fish milk instead of cow’s milk? Idea for Prabowo’s free lunch scheme creates a stir in Indonesia’. Dalam laporannya tersebut dituliskan bahwa susu ikan sudah lama menjadi inovasi pemerintah RI, yakni pada tahun 2023 meluncurkan susu ikan yang dikembangkan sebagai upaya melakukan hilirisasi produk perikanan. (kompas.id, 13/09/2024) Selain itu juga memberikan informasi jika di kalangan kritikus susu ikan dianggap bukan alternatif terbaik bagi anak-anak. Hal ini dikarenakan kadar gula pada susu ikan yang tinggi dan kurangnya dukungan ilmiah yang memadai mengenai manfaat kesehatan jangka panjangnya.
Sedangkan surat kabar asal Australia, The Sydney Morning Herald menulis sebuah artikel yang berjudul ‘An Election Promise of Free Food May End Up with Fish Milk on the Menu’. Artikel tersebut menyoroti rencana mengganti menu susu sapi dengan susu ikan dengan tujuan untuk menekan anggaran yang bengkak. Selain itu juga mempertanyakan soal dampak kesehatan dari susu ikan dan apakah bisa tetap mempertahankan nilai gizi dan nutrisi yang terkandung dalam susu sapi.
Polemik susu ikan ini bermula dari adanya isu stunting dan isu ketahanan pangan yang mana pengadaan makan siang gratis dinilai oleh tim Prabowo sebagai solusinya. Sedangkan susu ikan dianggap mampu memenuhi protein hewani anak-anak. Namun pertanyaannya benarkah solusi pengadaan susu ikan untuk makan siang gratis adalah solusi efektif mengatasi stunting dan ketahanan pangan? Jika menelisik program-program yang sudah pernah dijalankan seperti pengadaan Bansos Pangan di masa covid-19 ditambah watak rezim sekuler demokrasi yang berpihak pada korporasi. Sangat dimungkinkan isu stunting memang menjadi problem yang tengah dialami oleh generasi saat ini. Namun seperti pepatah sambil menyelam minum air, program tersebut sekaligus memberi peluang kepada beberapa proyek industrialisasi.
Pemimpin negara memang memiliki kewajiban untuk melayani setiap kebutuhan dan menyelesaikan secara tuntas setiap persoalan yang dihadapi oleh rakyatnya dengan ikhlas tanpa menimbang-nimbang ada untung tidaknya. Semestinya mengatasi problem seperti stunting perlu pertimbangan dari para ahli. Pengadaan susu ikan memang perlu dikaji ulang setidaknya ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan, seperti biaya pembuatan susu ikan sendiri yang mahal dan prosesnya yang rumit.
Padahal dengan mengkonsumsi ikan segar sudah mencakup protein hewani yang bagus. Belum lagi dampak ikutan jika anak-anak dipaksa minum susu ikan mengingat ikan berbau amis, termasuk jika aku tidak mengurangi bau amis mengandung banyak gula tentu akan berdampak kedepannya pada anak. Jika benar-benar ingin mengatasi proposal stunting semestinya fokusnya adalah pada ibu hamil dan penanganan anak saat masih di usia 0 sampai 5 tahun. Lebih lanjut lagi sejatinya pangkal problemnya adalah problem sistemik.
Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini sungguh membuat jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin sangatlah lebar. Rakyat semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya problem ikutannya seperti problem sosial dan problem kesehatan bermunculan. Dengan demikian menuntaskan persoalan semestinya dari akar masalahnya yakni sistemnya itu sendiri. Wallahu a’lam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.