Guru: Suri Teladan, Pembentuk Kepribadian Cemerlang
Politik | 2024-11-12 09:52:33Oleh Widya Amidyas Senja
(Pendidik Generasi)
“Guru yang baik menginspirasi harapan, menyalakan imajinasi dan menanamkan kecintaan belajar” – Brad Henry
Melalui tangan seorang guru, ilmu dapat diperoleh oleh setiap individu. Melalui tangannya pula lah generasi tercipta dengan berbagai karakter. Dan Melalui tangannya juga, generasi memiliki masa depan. Maka sejatinya seorang guru haruslah menjadi suri teladan, bukan hanya bagi muridnya, tetapi lebih dari itu, seorang guru adalah suri teladan bagi setiap insan yang berjumpa dengannya, di rumah, sekolah, masyarakat bahkan bernegara.
Fakta yang terjadi hari ini, bak panggang jauh dari api. Banyak kasus yang dilakukan oknum guru yang tidak bertanggung jawab, melanggar berbagai norma dan kode etik. Seperti yang terjadi di salah satu sekolah menengah pertama di daerah Ibun, Kabupaten Bandung, seorang guru kesenian melakukan tindakan pelecehan terhadap siswinya. Aksi bejat oknum guru berinisial K (54) dilakukan di masjid sekolah, setelah aktivitas belajar mengajar selesai.
“Menurut keterangan, saat itu korban ASA(14) sedang menunggu ruko orang tuanya berdagang bakso, setelah itu tersangka memanggil korban ASA untuk ke dekat masjid SMP” ujar Kombes Pol Kusworo Wibowo pada Senin (14/10/2024), (Sumber : jabar.tribunnews).
Karena aksi bejatnya itu, K dijerat pasal 81 dan 82 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang penerapan PERPPU RI No. 1 tahun 2026 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Kasus serupa antara guru dan murid juga terjadi di Gorontalo. Tindakan asusila guru terhadap murid di daerah tersebut mencerminkan bahwa dunia Pendidikan saat ini sedang darurat kekerasan seksual.
Dua kasus di atas hanya sebagian kecil kasus yang tersorot pemberitaan. Ini menunjukkan adanya penurunan kapasitas dan kualitas akademisi, khususnya di komunitas guru. Beberapa faktor penyebab terjadinya hal tersebut, diantaranya tidak efektifnya pendidikan, penguatan ilmu teori dan praktis serta pembekalan yang diprogramkan oleh pemerintah, khususnya dinas Pendidikan, dimana perkembangannya begitu pesat sementara para akademisi kurang mendapatkan informasi dan ilmu terkait hal tersebut. Lalu disibukkannya para guru dengan berbagai syarat dan ketentuan administratif sebagai pendidik, sehingga guru tidak memiliki cukup waktu untuk menjaga kesehatan mental dan memperkaya pengetahuannya. Kemudian peran pemerintah dalam meriayah para pendidik yang memiliki akhlak, adab dan budi pekerti yang baik. Dan yang paling utama adalah penerapan sistem Pendidikan sekuler, dimana manusia hanya dijejali dengan tujuan dan target materi saja. Parahnya lagi, karena penerapan tersebut, seseorang tidak lagi memperhatikan halal dan haram dalam melakukan suatu perbuatan.
Dalam penanganannya, ketegasan pemerintah dalam menindak kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tidak menimbulkan efek jera. Sehingga memicu potensi terulangnya kasus-kasus tersebut. Belum lagi regulasi dan kebijakan terkait perlindungan wanita dan anak saat ini mengarah pada sulitnya wanita dan anak mencari keadilan ketika mereka selaku korban menuntut keadilan atas kejadian yang menimpanya. Tak jarang mereka yang seharusnya adalah korban dari kejadian tersebut, malah bisa menjadi tersangka dikarenakan tidak bisa membuktikan perlakuan para pelaku pelecehan seksual tersebut. Sangat disayangkan, dimana sekolah seharusnya adalah rumah kedua yang membuat anak merasa aman, nyaman dan bahagia mengenyam pendidikannya.
Seorang guru yang baik bukan hanya harus kaya akan ilmu, tetapi wajib memiliki moral, budi pekerti dan yang paling utama adalah adab dan akidah. Seorang guru yang memiliki adab dan akidah yang kuat, akan mengukur segala amal dan perbuatannya berdasarkan aturan Allah Swt. tidak mengikuti hawa nafsunya. Semua terkendali dengan keimanan dan ketakwaan. Ia akan menjunjung tinggi kode etiknya sebagai pendidik yang kelak akan mencetak generasi dan peradaban cemerlang.
Selain itu, kurikulum dalam sistem Pendidikan yang berlandaskan akidah Islam akan melahirkan seorang guru dan para generasi yang memiliki kepribadian Islam, berakhlakul karimah serta tsaqafah Islam yang kaffah. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal-hal yang tidak penting terlebih hal menyimpang seperti tindakan pelecehan seksual.
Sistem pendidikan yang paripurna hanya dapat diwujudkan dengan penerapan sistem berlandaskan ideologi Islam. Karena di dalamnya mengatur seluruh sub-sistem yang menunjang lahirnya peradaban cemerlang.
Penerapan ini menjadi solusi sistemik. Di dalam Islam, sistem pendidikan berlandaskan Islam secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan sistem penunjangnya, yaitu sistem ekonomi, sistem politik, sistem pergaulan dan seterusnya, yang semua itu diatur dalam sistem yang dinamakan khilafah Islam, yakni ajaran Islam yang terbukti berhasil dalam menciptakan perubahan dunia yang di dalamnya menciptakan kemaslahatan manusia.
Alasan mengapa sistem ini begitu sempurna adalah sistem Islam yang aturan-aturannya diciptakan oleh Allah Swt. sang maha Pencipta, bukan sistem buatan manusia yang sarat akan kepentingan yang merusak. Sesungguhnya sistem Islam merupakan sistem yang mengatur manusia, kehidupan dan alam semesta berjalan secara fitrah.
Ancaman yang begitu keras bagi manusia yang melanggar aturan dan ketentuan-Nya, sehingga jika sistem Islam diterapkan, maka manusia akan terbentengi dengan aturan-aturan tersebut, dan ia akan merasa takut akan azab Allah Swt. Sebagai mana Firman Allah Swt. :
وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا خَٰلِدًا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌ مُّهِينٌ
"Barang siapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, Allah akan memasukkannya ke dalam neraka. Ia kekal di dalamnya dan ia berhak mendapatkan azab yang menghinakan." (QS An Nisa: 14).
Wallahu a’lam bish shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.