Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nasywa Asyifa Salsabila

Sudah 2024, Angka Anak Tidak Sekolah Masih Tinggi

Pendidikan dan Literasi | 2024-11-10 20:22:39
Dokumen Pribadi

Pendidikan adalah usaha dasar untuk mewujudkan pengembangan potensi anak bangsa untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, keagamaan, kepribadian, akhlak, kecerdasan, pengetahuan umum, ilmu hidup serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya dan masyarakat yang berlandaskan dengan Undang-Undang. Pendidikan umumnya terbagi menjadi beberapa tahap, seperti PAUD/TK (prasekolah), SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, dan Perguruan Tinggi atau Universitas.

Sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang di dalamnya menyelenggarakan kegiatan belajar dan mengajar atau tempat menerima dan memberi pelajaran atau ilmu pengetahuan di bawah pengawasan guru. Guna memberikan pengetahuan dan keterampilan yang akan membantu anak bangsa dalam pembangunan karakter, pemberdayaan individu, peningkatan kesempatan kerja, dan menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan maju.

Namun, apakah 44,197 juta jiwa anak usia 7-18 tahun di Indonesia pada tahun 2022 mendapatkan pendidikan yang merata? Sementara berdasarkan data Susenas 2022 yang diolah Bapenas, terdapat lebih dari 4 juta anak yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam data “Angka Anak Tidak Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin pada Tahun 2022-2023” (diperbarui pada 26 Mei 2024) adalah sebanyak 0,69% pada jenjang sekolah dasar; 6,93% pada jenjang sekolah menengah pertama; dan 22,06% pada jenjang sekolah menengah atas, tidak atau belum pernah sekolah.

Data di atas menunjukkan bahwa sampai saat ini pendidikan di Indonesia sama sekali belum merata. Bahkan, menurut data yang dirilis oleh Worldtop20.org., pada tahun 2023 peringkat pendidikan Indonesia berada di urutan ke-67 dari 209 negara di dunia.

Hal ini masih difaktori oleh beberapa tantangan pendidikan di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:

1. Infrastruktur Pendidikan yang Kurang Memadai

Banyak sekolah di daerah pedesaan dan terpencil tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti perpustakaan, laboratorium, dan ruang kelas yang layak. Jarak yang jauh antara rumah siswa dan sekolah, serta keterbatasan transportasi, menjadi sulit bagi anak-anak untuk mencapai sekolah. Jarak tempuh yang jauh dan akses jalan yang terbatas sering kali menjadi hambatan.

2. Kondisi Geografis

Kondisi geografis yang terpencil membuat akses pendidikan menjadi sangat terbatas. Di beberapa daerah, akses pendidikan terbatas karena harus menggunakan jalur laut ataupun sungai untuk sampai ke sekolah.

3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia

Keterbatasan jumlah guru yang berkualifikasi dan pengalaman di daerah terpencil membuat anak-anak tidak mendapatkan pendidikan yang optimal. Banyak guru yang memilih untuk mengajar di daerah perkotaan, sehingga daerah terpencil sering kali kekurangan guru yang cakap.

4. Hambatan Sosial dan Budaya

Anak-anak tidak mendapatkan dukungan dari keluarga untuk meneruskan sekolah. Banyak keluarga yang tidak dapat membiayai pendidikan anak-anak mereka, sehingga anak-anak terpaksa berhenti sekolah dan lebih membantu orang tuanya untuk mencari nafkah.

5. Keterbatasan Teknologi

Di daerah pedesaan, akses internet sering kali sangat terbatas, yang membatasi akses anak-anak terhadap sumber belajar digital. Keterbatasan fasilitas teknologi seperti komputer dan perangkat digital membuat proses belajar mengajar menjadi lebih sulit dan kurang maju.

6. Kondisi Ekonomi

Alokasi anggaran pendidikan yang tidak merata membuat banyak sekolah tidak mampu menyediakan fasilitas yang memadai. Keluarga dengan ekonomi rendah sering kali tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka, sehingga anak-anak terpaksa berhenti sekolah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image