Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gun Gun Gunawan

Penghancuran Situs Warisan Budaya Bangsa Uighur

Agama | 2024-11-08 21:20:56
Seorang Muazin mengumandangkan azan Maghrib di atap sebuah masjid yang belum diperbaiki di kota kuno Kashgar, Xinjiang. (Sumber: https://www.nytimes.com/)

Salah satu upaya rezim Tiongkok untuk mencabut bangsa Uighur dari identitas dan sejarahnya adalah dengan perusakan warisan-warisan bersejarah bangsa Uighur. Bangsa Uighur memiliki Sejarah yang amat kaya. Mereka telah memiliki peradaban maju sejak abad ke-8 masehi dan semakin berkembang sejak masuknya agama Islam. Namun sejak rezim Tiongkok menganeksasi wilayah Uighur upaya masif untuk menghapus jejak-jejak sejarah mereka terus dijalankan termasuk diantaranya penghancuran masjid dan makam bersejarah.

Revolusi kebudayaan pada tahun 1966 sampai 1976 adalah mimpi buruk bagi bangsa Uighur sebab pada saat itu banyak masjid yang ditutup dan ibadah di dalam masjid dilarang. Ribuan masjid dirobohkan atau diubah menjadi kendang babi atau Gudang penyimpanan palawija. Mengutip data statistic pemerintah Tiongkok tahun 1956, Center for Uyghur Studies menyebut bahwa pada awal 1950 an terdapat 29500 masjid di Turkistan Timur. Jumlah ini kemudian menurun secara drastis menjadi 2939 pada tahun 1978.

Ketika rezim komunis Tiongkok secara terbatas mengizinkan Masyarakat Uighur untuk beribadah di masjid setelah tahun 1980, mereka mengusahakan upaya terbaik untuk membuka dan membangun kembali masjid-masjid yang telah ditutup atau dihancurkan. Mereka juga mencoba mengembalikan fungsi masjid yangs elama bertahun-tahun telah menjadi kendang babi atau gudang.

Laporan dari Australian Strategic Policy Agency (ASPI) menyebut bahwa menghancurkan masjid-masjid di wilayah Uighur adalah upaya sistematis untuk melakukan sinifikasi. Saat ini, di bawah pemerintah Xi Jinping, otoritas Tiongkok melakukan intervensi lebih jauh terhadap keberadaan bangunan-bangunan etnis-etnis tertentu di Tiongkok. Kebudayaan asli non-Han dianggap sebagai terbelakang dan tidak berperadaban dan dianggap berbahaya terhadap dominasi budaya Cina-Han. Penghapusan sistematis terhadap cagar budaya Islam dan Uighur adalah upaya untuk menghapus akar identitas bangsa Uighur dan mengintegrasikan mereka ke dalam budaya etnis Han.

Berbagai laporan media dan organisasi non pemerintah telah menyoroti banyak kasus perusakan berbagai masjid dan situs-situs penting umat Islam Uighur. ASPI misalnya, menyebut bahwa satu dari tiga masjid id Xinjiang telah mengalami pengrusakan dan kebanyakan terjadi setelah 2017. Sekitar 8450 masjid dihancurkan di seluruh penjuru Turkistan Timur sementara 7550 lainya dirusak atau dihilangkan symbol dan ciri khas arsitektur Islam-nya. Biasanya upaya penghancuran dan pengrusakan ini berkedok revitalisasi atau pemugaran, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Dengan upaya tersebut, jumlah masjid di Xinjiang semakin berkurang dari hari ke hari sejak Revolusi Budaya terjadi.

Antara tahun 2012 dan 2016, banyak sekali masjid-masjid yang dibangun kembali atau direnovasi pasca penutupan sejak Revolusi Budaya. Masjid-masjid itu banyak yang dibangun dengan penambahan fitur-fitur dari arsitektur Islam dan Arab seperti menara dan kubah. Tetapi kemudian tahun 2016, pemerintah Tiongkok memulai kembali upaya penghancuran masjid.

Masjid di kota-kota wisata seperti Urumqi dan Kashgar memang dikecualikan dari penghancuran. Mereka tetap dibiarkan berdiri tetapi hanya sebagai tempat wisata dan tempat propaganda pemerintah. Sementara umat Islam tetap dilarang untuk menggunakanya sebagai tempat beribadah.

Berbagai investigasi pada tahun 2019 menemukan fakta bahwa lebih dari 100 masjid Uighur dan beberapa situs ziarah telah dirusak atau diubah. Hal ini dapat diketahui dengan jelas dari citra satelit yang menampilkan bangunan-bangunan tersebut dirusak atau diubah. Lebih dari itu, pemerintah juga menyasar tokoh-tokoh budaya. Salah satu contohnya adalah Rahile Dawut, akademisi Uighur yang banyak mendokumentasikan situs-situs bersejarah telah ditangkap pada November 2017 dan sampai laporan ini ditulis masih berada di kamp “edukasi”.

Makam-makam muslim Uighur juga tidak luput dari penghancuran atau pemindahan. CNN melaporkan bahwa lebih dari 100 makam telah dirusak sejak 2018. Makam-makam penting seperti Makam Hotan’s Sultanim yang memiliki sejarah sejak seribu tahun silam telah diratakan dengan tanah dan beberapa bagian digunakan sebagai tempat parkir. Pemerintah berkilah bahwa hal itu adalah dalam rangka pengembangan kota. Kenyataannya, mereka memiliki agenda lebih luas yaitu untuk mengacaukan Masyarakat Uighur dan merusak budaya mereka. Maisumunjiang Maimuer, pegawai Urusan Agama Tiongkok mengatakan pada tahun 2018 bahwa tujuan pemerintah Tiongkok adalah untuk merusak silsilah, akar, jaringan, dan asal usul mereka. Proyek ini tidak lain adalah untuk membentuk ulang identitas dan budaya mereka. Berikut ini adalah beberapa situs bersejarah yang mengalami pengrusakan atau pengalihan fungsi sebagaimana dikutip oleh Center for Uyghur Studies.

Makam Imam Asim, yang terletak di Gurun Taklamakan dekat Hotan, merupakan salah satu situs keagamaan yang paling dihormati oleh masyarakat Uyghur. Imam Asim dikenal sebagai pahlawan yang berperang melawan kekuatan non-Muslim, dan makam ini menjadi tujuan utama bagi ribuan peziarah setiap tahun. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, situs ini telah mengalami pembatasan ketat, dengan pemerintah Tiongkok melarang ziarah ke tempat tersebut dan membatasi kegiatan keagamaan di sekitarnya.

Makam Ordam Padishah, yang terletak dekat Kashgar, memperingati Sultan Satuk Bughra Khan, raja Uyghur yang menyebarkan Islam di wilayah tersebut pada abad ke-10. Situs ini pernah menjadi tempat pertemuan besar umat Muslim Uighur. Namun, pemerintah Tiongkok dilaporkan telah menghancurkan sebagian besar struktur di sekitar makam ini dan membatasi aktivitas keagamaan, dengan tujuan untuk mengurangi pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat Uighur.

Mausoleum Afaq Khoja di Kashgar, bukan hanya situs suci, tetapi juga salah satu harta arsitektur di wilayah ini. Dibangun pada abad ke-17, mausoleum ini merupakan contoh terkenal dari arsitektur Islam, dengan kubah, ubin yang rumit, dan menara. Situs ini adalah tempat pemakaman Afaq Khoja, seorang tokoh Sufi terkemuka, dan keluarganya. Situs ini secara historis menarik peziarah Uyghur dan wisatawan. Meskipun mausoleum itu sendiri tetap ada, pembatasan ketat terhadap pertemuan agama dan ziarah telah mempengaruhi praktik-praktik tradisional di situs ini. Kamera pengawas dilaporkan dipasang di sekitar mausoleum, membatasi cara orang Uighur berinteraksi dengan warisan agama mereka.

Makam Imam Jafar Sadiq, yang terletak di Niya, adalah salah satu situs penting bagi umat Muslim, terutama bagi komunitas Syiah. Imam Jafar Sadiq adalah tokoh ulama terkemuka dalam sejarah Islam, dan makamnya sering dijadikan tempat ziarah bagi banyak umat Muslim. Namun, laporan-laporan menunjukkan bahwa makam ini telah mengalami pengrusakan dalam beberapa tahun terakhir, dengan pembatasan ketat terhadap akses dan kegiatan keagamaan di sekitarnya.

Makam Sultan Satuk Bughra Khan atau Makam Hotan’s Sultanim, yang terletak dekat Kashgar, Xinjiang, pada awalnya merupakan situs keagamaan dan sejarah yang penting bagi komunitas Uyghur, mengingat perannya sebagai raja yang menyebarkan Islam di wilayah tersebut pada abad ke-10. Makam ini menjadi tujuan ziarah bagi umat Muslim, terutama mereka yang ingin menghormati tokoh bersejarah ini. Laman uyghurss.com melaporkan bahwa pada tahun 2019 situs ini telah mengalami pengrusakan dan perubahan yang signifikan, sesuai dengan kebijakan pemerintah Tiongkok untuk membatasi ekspresi keagamaan dan budaya yang dianggap tidak sejalan dengan agenda sinifikasi.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Center for Uyghur Studies, 30% dari situs-situs suci di wilayah Xinjiang telah dihancurkan, terutama sejak tahun 2017, dan 27,8% mengalami pengrusakan. Secara keseluruhan, 17,4% situs yang dilindungi oleh hukum Tiongkok telah dihancurkan, dan 61,8% situs yang tidak dilindungi telah dirusak atau dihancurkan. Selain itu, otoritas Tiongkok telah melarang upacara pemakaman dan penguburan secara Islam sejak tahun 2017. Orang-orang yang terlibat dalam upacara ini dianggap sebagai "ekstremis agama" dan dikirim ke kamp konsentrasi. Otoritas Tiongkok membangun krematorium di seluruh wilayah dan memaksa umat Muslim untuk membakar jenazah mereka sesuai dengan adat Tiongkok, menghancurkan pemakaman Islam dan membangun makam dengan gaya Tiongkok, melarang penulisan huruf Arab dan skrip Uighur, serta melarang berdoa di pemakaman.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image