Nasib Palestina Setelah Terpilihnya Kembali Donald Trump Menjadi Presiden Amerika Serikat ke-47
Politik | 2024-11-08 11:21:53"Sebelum terpilih kembali sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat, Donald Trump pernah menjabat sebagai presiden ke-45. Ia dikenal sebagai salah satu presiden paling kontroversial, terutama dalam kebijakan luar negerinya yang menyentuh isu Israel dan Palestina. Kemenangan Trump kali ini mendapat sorotan global, dengan banyak pemimpin dunia, termasuk dari negara-negara Muslim pendukung kemerdekaan Palestina, yang memberikan ucapan selamat. Kembalinya Trump sebagai presiden menjadi topik panas di media dan sosial media, sebab Amerika dan pemimpinnya sering memainkan peran besar dalam membentuk kebijakan dunia.
Sebagai mantan presiden yang kini kembali terpilih, Trump membawa rekam jejak kebijakan yang sangat pro-Israel. Namun, dalam kampanye terakhirnya melawan Kamala Harris, ia berjanji akan memperjuangkan perdamaian di Gaza, yang menarik bagi sejumlah warga Amerika yang semakin vokal mendukung kemerdekaan Palestina di tengah konflik yang terus terjadi. Meski demikian, masih menjadi tanda tanya apakah Trump benar-benar akan memenuhi janji kampanyenya untuk membawa perdamaian di Gaza.
Melihat rekam jejak kebijakan luar negeri AS terkait Israel dan Palestina selama Trump menjabat, arah kebijakan ini tampaknya kian memperlihatkan sikap yang kurang bersahabat terhadap Palestina dan pendukungnya di Amerika. Baru-baru ini, Trump menyatakan rencana kebijakan keras yang mencakup deportasi bagi pengunjuk rasa yang bukan warga AS. Dalam konteks 'perang melawan teror' setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, Trump menegaskan dukungannya pada Israel sambil meragukan kelangsungan solusi dua negara, yang sebelumnya menjadi landasan kebijakan AS dalam konflik ini.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump secara terbuka mendukung Israel, termasuk dengan mengakui Dataran Tinggi Golan dan Yerusalem sebagai bagian dari Israel—isu sensitif dalam negosiasi dengan Palestina. Langkah-langkah ini dianggap mengikis peran AS sebagai mediator netral di konflik ini, namun Trump menilai langkah tersebut menunjukkan dukungannya pada Israel.
Untuk masa jabatan keduanya, Trump belum menguraikan secara jelas arah kebijakannya, meski tampaknya masih sejalan dengan kebijakan sebelumnya. Baru-baru ini, Jared Kushner, mantan penasihat di Timur Tengah, menyatakan bahwa batas Gaza mungkin saja bisa berubah, bertentangan dengan kebijakan AS sebelumnya. Meski demikian, Trump tampaknya tidak menjadikan konflik ini sebagai isu utama kampanye, mungkin karena sikap banyak pemilih yang kini cenderung mendukung de-eskalasi kekerasan di Gaza, termasuk di kalangan Partai Republik.
Bagi sebagian orang yang mendorong perdamaian, sulit untuk membayangkan Trump akan memprioritaskan solusi dua negara yang memungkinkan Palestina merdeka. Janjinya untuk membawa perdamaian di Gaza lebih terlihat sebagai strategi kampanye dari pada rencana konkret. Dunia perlu lebih peka terhadap ketidakadilan yang terjadi pada Palestina, karena kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, sebagaimana semangat demokrasi yang selalu dikampanyekan. Kini saatnya untuk memperjuangkan keadilan sejati demi kemaslahatan semua umat manusia."
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.