Ngapain Malam-Malam di Sekolah?
Sastra | 2024-11-07 19:29:17
Jam telah menunjukkan pukul delapan malam. Yati masih sibuk mengetik di kantornya untuk laporan ke dinas besok siang. Karena liburan ke Thailand, Yati belum sempat menyiapkan semua tugas belum lagi ia harus persentasi dihadapan wali kota atas pertanggungjawabannya terhadap dana sekolah.
Laporan yang ia buat tidaklah susah. Karena draftnya telah dikirim oleh sekretaris sekolah dan hanya tinggal diubah. Namun, karena usianya yang sudah kepala lima, ia juga sering sakit pinggang, maka kerjaan ini termasuk menyusahkannya. Sekretaris sekolah sedang melahirkan, maka mau tak mau Yati mengerjakan semua sendirian.
"Lapar juga ya. Mana hujan deras di luar." Ujarnya sambil melihat ke arah jendela tanpa gorden. Tanpa berlama-lama ia meraih androidnya untuk memesan makanan melalui aplikasi gojek. Teh hangat dua bungkus, pisang goreng, dan mie rebus yang semua makanan seharusnya pantang ia makan. Jika ada anak dan suaminya pasti ia akan kena omel, namun ia benar-benar ingin sekali mencoba makanan favoritnya tersebut selagi sendiri dan tidak diketahui. Karena hujan deras, sudah sejam ia menunggu namun belum muncul juga kurir makanan. Yatipun beranjak dari meja kerjanya dan melihat suasana di luar ruangan yang masih hujan bahkan lebih deras. Perutnya semakin bergetar menahan lapar. Suara petir lumayan keras. Yatipun kembali masuk ke ruangan dan segera mematikan jaringan. Karena tugasnya sudah setengah selesai, Yati beristirahat sejenak di sofa. Sambil membaca buku, ia kembali teringat saat peristiwa lima belas September di kota kelahirannya. Tentang perang yang banyak menewaskan masyarakat sipil secara mengenaskan. Yati yang berani dan sama sekali tidak takut dengan apapun, ia semakin fokus membaca kisah itu. Konsentrasinya tiba-tiba pecah mendengar vas bunga di depan pintu jatuh. Ia segera keluar memeriksa keadaan. Benar saja, vas bunga itu jatuh dan potnya berserakan di lantai.
"Ada apa buk." Tiba-tiba Darma datang menyapanya.
"Loh, kok kamu ada di sini?" Tanya Yati bingung, karena rumah Darma lumayan jauh dari sekolah.
"Oh ini buk, cas handphone saya tinggal di kantin Wak Ida. Istri saya ngomel aja buk, karena casnya lupa saya bawa pulang, jadi hp dia mati. Hehehe."
"Apalah kamu ini Darma. Tumben-tumben kamu lupa. Toh biasanya juga saya yang sering diingetin kamu."
"Hehehe maklum buk lagi pengen bakso." Jawabnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Yati tahu jika Darma sedang memberi kode padanya, agar gajinya segera cair.
"Yasudah ni ada uang, beli bakso sana. Sekalian teh anget dan gorengan ya."
"Hahahaha tahu aja ibu, siap."
Tak lama kemudian pesanan Yati sampai juga. Darma dengan tubuhnya yang basah kuyup ketawa kegirangan karena keinginannya untuk beli bakso terwujud. Keuangannya memang sedang sulit. Menjadi pekerja sekolah dengan upah di bawah satu juta sangat kurang, terutama istrinya yang cerewet tidak henti-hentinya merendahkan Darma. Ia tidak bisa ikut PNS atau mendapat kontrak, karena ia hanya lulusan kelas tiga Sekolah Dasar.
"Apa sih kamu, ketawa enggak jelas." Yati heran lihat Darma ketawa tiba-tiba, hanya karena semangkuk bakso.
"Kagak apa buk, enak dan anget hahahahaha."
Yati tidak lagi meggubris Darma, mungkin memang ia sedang sakit kepala, jadi melampiaskan kesalnya lewat makan bakso. Pikir Yati dengan terus memperhatikan Darma yang senyum-senyum sendiri. Yatipun menikmati teh dan makanannya sambil membaca buku
"Ibu...bangun...udah subuh." Ucap bapak pada istrinya yang masih nyenyak tertidur.
Setelah bersiap-siap, Yati memanaskan mesin mobil dan segera melaju menuju sekolah. Saat tiba di gerbang, ia melihat para guru duduk berkelompok di kursi luar kelas. Padahal lima menit lagi sudah masuk.
"Ibu..."
Panggil seorang guru dengan wajah sedih.
"Ada apa Arya."
"Ibu sudah tahu belum?"
"Tahu apa???"
"Darma Bu, Darma..."
"Kenapa dia."
"Meninggal buk."
"Apa lah semalam sama saya kok, makan bakso kami."
"Hah kok malam buk, orang Darma meninggal selepas Asar. Waktu mau ambil ikan di kapal, dia enggak sengaja terpeleset dan kepalanya masuk ke mesin kapal buk. Dan...dan wajahnya sudah tidak dikenali lagi"
Yati ternganga mendengar berita itu. Jadi siapa yang tadi malam bersama dengannya. Dan air teh juga gorengan itu, dari mana? Seketika Yati pingsan mendengar berita itu. Orang-orang mengerumuni dan kisah Darma menjadi uband legend sekolah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.