Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image LULA NAJWA KAMILA

Hereditas dan Lingkungan dalam Perkembangan

Sekolah | 2024-11-06 12:55:36

Hereditas dan lingkungan adalah dua faktor utama yang berperan dalam proses perkembangan individu, dan pemahaman tentang interaksi antara keduanya dapat diperoleh melalui teori-teori dari John Locke, Arthur Schopenhauer, dan William Stern. Ketiga tokoh ini memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi mengenai bagaimana karakteristik dan perilaku manusia terbentuk.

John Locke, seorang filsuf Inggris yang terkenal dengan sudut pandang tentang pendidikan dan perkembangan manusia, mengemukakan konsep tabula rasa atau “kertas kosong.” Dalam kemunculannya, manusia dilahirkan tanpa pengetahuan atau ide bawaan. Semua pengetahuan yang dimiliki individu diperoleh melalui pengalaman dan interaksi dengan dunia di sekitar mereka. Oleh karena itu, Locke menekankan pentingnya pendidikan sebagai alat untuk membentuk karakter dan moral individu. Ia percaya bahwa lingkungan sosial dan budaya di mana seseorang dibesarkan memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan mereka.

Misalnya, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan stimulasi pendidika, seperti akses ke buku, kegiatan belajar yang menarik, dan dukungan emosional dari orang tua cenderung berkembang menjadi individu yang lebih terdidik dan beretika. Dalam konteks ini, hereditas tidak dianggap sebagai faktor penentu utama; sebaliknya, Locke berargumen bahwa pengalaman hidup dan pendidikan memiliki peran yang jauh lebih besar dalam membentuk kepribadian seseorang.Sementara itu, Arthur Schopenhauer memberikan perspektif yang lebih pesimis tentang sifat manusia. Ia berpendapat bahwa kehendak adalah kekuatan pendorong utama di balik tindakan manusia. Menurut Schopenhauer, kehendak ini sering kali bersifat irasional dan tidak terarah, menimbulkan konflik internal dalam diri individu. Dalam konteks perkembangan individu, pandangan Schopenhauer menunjukkan bahwa meskipun faktor genetik dapat mempengaruhi dorongan dan keinginan seseorang, respon individu terhadap keinginan tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka.

Misalnya, seorang anak dengan kecenderungan genetik untuk menunjukkan perilaku agresif mungkin dapat mengendalikan atau menyalurkan perilakunya dengan cara yang lebih positif jika ia dibesarkan dalam lingkungan yang mendukung pengendalian diri dan resolusi konflik. Dengan kata lain, meskipun ada dorongan internal yang kuat, konteks sosial di mana individu berada dapat membantu atau menghalangi ekspresi dari dorongan tersebut.

William Stern menambahkan dimensi sosial dalam diskusi ini dengan pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kepribadian. Stern berargumen bahwa kepribadian tidak terbentuk secara terpisah dari pengalaman sosial. Sebaliknya, kepribadian terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Ia memperkenalkan konsep intelligibility, yaitu bagaimana individu memahami dunia mereka melalui pengalaman subjektif. Dalam hal ini, baik hereditas maupun lingkungan saling berinteraksi untuk membentuk identitas individu.

Misalnya, anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang mendukung komunikasi terbuka cenderung mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik dan memiliki kepribadian yang lebih positif dibandingkan dengan mereka yang dibesarkan dalam lingkungan yang penuh tekanan atau intimidasi. Interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa juga memainkan peranan penting dalam membentuk cara anak-anak memahami diri mereka sendiri dan tempat mereka dalam masyarakat.

Tokoh ketiga ini memberikan gambaran holistik tentang bagaimana hereditas dan lingkungan saling melengkapi dalam proses perkembangan individu. Meskipun Locke menekankan pentingnya pendidikan dan pengalaman sebagai faktor pembentuk karakter, Schopenhauer menunjukkan bahwa dorongan internal dari kemauan juga sangat mempengaruhi perilaku individu. Di sisi lain, Stern menekankan bahwa interaksi sosial adalah komponen penting dalam pembentukan kepribadian.

Dalam praktiknya, pengaruh hereditas dan lingkungan dapat terlihat dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Misalnya, anak-anak dengan latar belakang genetik tertentu mungkin memiliki kecenderungan untuk unggul di bidang tertentu seperti olahraga atau seni; namun tanpa dukungan pendidikan dan lingkungan yang memadai, potensi tersebut mungkin tidak dapat terwujud sepenuhnya. Sebaliknya, anak-anak dari latar belakang yang kurang beruntung secara genetik dapat mencapai kesuksesan luar biasa jika mereka mendapatkan pendidikan berkualitas dan dukungan sosial yang kuat.

Kombinasi teori-teori dari Locke, Schopenhauer, dan Stern memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana hereditas dan lingkungan berkontribusi pada perkembangan individu. Hereditas memberikan dasar biologi bagi sifat-sifat tertentu, tetapi lingkungan, melalui pendidikan, pengalaman sosial, dan budaya, berperan penting dalam membentuk bagaimana sifat-sifat tersebut diungkapkan.

Interaksi antara kedua faktor ini menciptakan keragaman dalam perkembangan manusia, menjelaskan mengapa dua individu dengan latar belakang genetik serupa dapat tumbuh menjadi orang yang sangat berbeda tergantung pada pengalaman hidup mereka. Dengan memahami hubungan ini, kita dapat menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan perkembangan generasi mendatang serta memaksimalkan setiap potensi individu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image