Dilema Pendisiplinan Siswa
Info Terkini | 2024-10-31 20:20:57Publik Indonesia kembali digemparkan oleh kasus Guru Honorer, yang berkasus dengan orang tua siswa. Terkait kasus ini, pertanyaan utama yang harus dijawab adalah: "Siapakah yang sebenarnya bertanggung jawab membuat siswa beradab dan beretika?
Hal yang terjadi di lapangan, sejatinya begitu menggelikan. Pihak sekolah berharap bahwa peserta didik sudah sholeh (baca: beradab, beretika, bermoral tinggi) begitu masuk gerban sekolah, serta siap mempelajari ragam ilmu di sekolah dari gurunya. Sedangkan orang tua, berharap bahwa sepulang sekolah, memasuki gerbang rumah, anak sudah otomatis menjadi sholeh (baca: beradab, beretika, bermoral tinggi) begitu masuk rumah, karena sudah dididik di sekolah.
Lalu pertanyaannya adalah, siapa yang mensholehkan mereka? Jika terjadi saling lempar dan saling mengadalkan, maka kapan persoalan ini akan selesai. Jika menilik pada Al Qur'an surat At Tahrim (66) ayat 6 yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikan yan kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan", maka jelaslah bahwa orang tua punya amanah penting terhadap putra dan putri mereka.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dalam menafsirkan firman Allah Subhanahu wa ta'ala mengatakan "Ajarilah diri kalian dan keluarga kalian kebaikan" (Suwaid, 2010). Maknanya, amanah pendidikan anak, sejatinya ada di pundak orang tua. Perlu dipetakan secara jelas, mana tanggung jawab guru dan mana wilayah orang tua.
Lalu, Harry Santosa (2023) menjelaskan bahwa makna pendidikan, sejatinya dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu 'tarbiyah: menumbuhkembangkan ragam potensi fitrah anak menuju kesempurnaannya, lalu ta'dib, yaitu mengajarkan anak etika, moralitas dan nilai-nilai kebaikan, serta ta'lim yaitu pengajaran ilmu pengetahuan.
Maka, yang manakah wilayah sekolah/guru? Wilayah pendidikan di sekolah, adalah wilayah ta'lim yaitu pengajaran ilmu pengetahuan, yang memang memerlukan kepakaran khusus dari yang mengajar. Sedangkan upaya menumbuhkan potensi bakat, gairah belajar, kecintaan akan keindahan, pertumbuhan menuju periode mukalaf, pembentukan konsep diri berbasis jenis kelamin, pemeliharaan kesehatan dan bagaimana anak mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya adalah tugas/amanah orang tua.
Sehingga, datang ke sekolah, anak sudah siap untuk belajar, karena fitrah gairah belajarnya sudah ditumbuhkan dari rumah. Masuk ke kelas, anak sudah siap menghormati gurunya sebagai sumber ilmu pengetahuan, karena sudah diajarkan dan ditanamkan adab oleh orang tuanya untuk menghormatinya gurunya. Belajar di sekolah, sejatinya adalah mengisi tiga puluh persen amanah pendidikan anak sepanjang masa pertumbuhannya. Hadir ke sekolah, anak sudah disiapkan untuk belajar dan mendulang ilmu dari sosok yang mereka yakini harus sangat dihormati.
Sehingga, melalui pembagian peran ini, guru seharusnya tidak harus terbebani untuk juga bertanggung jawab untuk pembentukan moral. Sebagaian besar peran ini sudah harus dilaksanakan orang tua di rumah.
Kolaborasi, orang tua dan sekolah, hari ini tentu menjadi semakin penting. Perlu terus dibangun kesepatakan terkait aspek-aspek yang harus dikembangkan oleh sekolah, serta bagian mana yang dominan sebagai amanah orang tua. Orang tua, di satu sisi harus semakin sadar dan hadir penuh untuk melaksanakan amanahnya, yaitu menjauhkan putra putrinya dari api neraka. Orang tua, perlu terus menyiapkan anak-anaknya untuk bersemangat belajar, menggali ilmu pengetahuan dan menghormati gurunya di sekolah. Guru, diringankan tugasnya, untuk lebih berfokus pada pengajaran (ta'lim) ilmu pengetahuan kepada anak-anak yang sudah dibangun kesholehannya (adab dan etikanya) olah orang tuanya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.