MELAWAN HOAKS DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS RISET
Eduaksi | 2022-02-16 09:00:05Isu dan fenomena tentang hoaks seakan masih terus hangat dan belum berakhir di Indonesia. Isu ini bahkan kadang (dapat menjadi) menjadi sumber penghasilan bagi sekelompok orang tertentu. Sungguh sangat disayangkan, karena dampak dari Hoaks sangatlah negatif, dimulai dari tersebarnya kebohongan, meruaknya kebencian sampai bisa berujung pada konflik antar masyarakat dan disentegrasi bangsa. Maka, hal ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Jangan sampai hoaks ini jadi makanan sehari-hari masyarakat umum. Lebih jauh lagi, jangan sampai fenomena hoaks ini juga menjadi konsumsi kaum terpelajar Indonesia, yang notabene adalah calon generasi penerus bangsa.
Secara lebih khusus, isu ini mengkerucut pada bagaimana pola pikir pada umumnya masyarakat Indonesia. Pola pikir yang mentradisi dapat berasal dari kebiasaan sehari-hari yang terus dikonsumsi dan terus berulang-ulang
Maka hal ini menjadi isu penting yang perlu mendapat perhatian. Mengapa? Karena pola pikir adalah sumber internal penggerak sikap dan perilaku yang ditampilkan (covert behavior). Sehingga, perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin agar hoaks ini tidak membudaya, tidak mentradisi, dan tidak dinikmati sebagai perilaku 'normal' sehari-hari.
Alasan kedua adalah bahwa pola pikir bangsa, akan menentukan maju mundurnya bangsa tersebut.
Bagi penulis, salah satu pola pikir penting yang wajib dimiliki setiap insan di tanah air ini adalah pola pikir obyektif, dewasa, kritis namun sekaligus memiliki kreativitas yang solutif, serta penuh integritas. Artinya, pola pikir ini diharapkan menginternal dalam sebuah karakter yang kokoh pada jiwa setiap insan masyarakat Indonesia.
Karakter yang positif, tidak dibangun dalam semalam. Maka, adalah mimpi di siang bolong ketika bangsa ini mengharapkan memiliki masyarakat yang objektif, positif, optimis dan berdaya saing, tanpa program unggulan dan aktivitas sistemik yang berkensimabungan. Pola pembentukan karakter bangsa, harus berurat berakar melalui rangkaian program dan kurikulum pendidikan selama bertahun-tahun. Artinya, proses ini harus melembaga dalam perjalanan pembelajaran (learning journey) pendidikan di Indonesia.
Pada level perguruan tinggi misalnya, setelah melalui model pembinaan yang bervarisasi seperti paket penataran P4, Pendidikan Kewarganegaraan, Wawasan Nusantara dan yang lainnya, maka perlu kiranya satu skema berkelanjatun yang fokus membangun pola pikir konstruktif, objektif dan kritis. Hal ini, secara tidak langsug dapat dicapai melalui sistem pembelajaran berbasis penelitian.
Hutchings, 2007 menjelaskan bahwa secara umum pembelajaran berbasis penelitian menekankan pada dorongan keingintahuan dan upaya pencairan jawaban (inquiry). Artinya, ini adalah skema belajar yang mengutamakan pemenuhan kebutuhan rasa ingin tahu siswa. Berbeda dengan metode klasikal, yang cenderung peserta didik hanya menelan bulat-bulat apa yang dijelaskan oleh sang pengajar di depan kelas. Mungkin ada sesi tanya jawab, namun biasanya tidak mampu memenuhi keingintahuan seluruh peserta didik.
Pembelajaran berbasis penelitian, akan mendorong peserta didik menghayati keilmiahan dari bidang ilmu yang dipelajari. Damayanti (2016) menjelaskan bahwa ciri berpikir ilmiah antara lain adalah (1) Objektif yaitu kebutuhan menggunakan data yang valid, mencari melalui sumber yang benar dengan cara yang etis, (2) Rasional, (3) Terbuka serta (4) Berorientasi pada kebenaran.
Proses ini dapat dilakukan dengan memadukan proses belajar dengan proses penelitian. Selanjutnya pola ini kemudian dipertegas dengan menyadarkan materi pembelajaran, dengan hasil-hasil penelitian. Upaya untuk memastikan objektivitas dan validitas hasil penelitian, dilakukan dengan praktik supervisi pembimbing kepada peserta didik. Minggu ke minggu, seluruh proses dicatat dengan baik melalui log book yang jujur dan akurat. Pembimbing memberikan motivasi dan arahan yang tepat untuk memberikan dukungan moril.
Melalui aktivitas penelitian yang terstruktur, terjadwal dan berkesinambungan sejak awal proses pembelajaran, maka secara umum peserta didik akan belajar bahwa
(1) Sebuah kebenaran dicapai melalui pejalanan proses yang panjang, berliku dan mengikuti kaidah keilmuan tertentu
(2) Teori di kertas dapat sangat berbeda dengan kondisi di lapangan, sehingga tidak harus setiap teori di dalam buku ditelan mentah-mentah
(3) Sebuah teori yang telah ditetapkan sebelumnya dapat mengalami revisi, perubahan ataupun bahkan diganti sama sekali jika memang didukung oleh data dan fakta lapangan
(4) Terdapat sejumlah aktivitas yang menantang kemampuan berpikir dan mendorong pikiran kritis untuk menghasilkan sebuah temuan yang objektif
Melalui proses pembelajaran berbasis penelitian, para pendidik setidaknya akan mulai terhindar dari
1. Menyajikan pembelajaran di kelas dengan menggunakan bahan-bahan yang ‘jadoel’, dan bahkan dengan slide powerpoint yang tidak berubah selama belasan tahun
2. Merasa diri paling benar, paling superior dan tidak pernah salah.
3. Kondisi tertutupnya komunikasi dua arah dengan peserta didik
Sehingga, jika proses pembelajaran ini terbangun dengan benar, setidaknya hal ini akan mendorong peserta didik memiliki karakter (1) Obyektif atau terbiasa mencari validitas dari sebuah informasi, sehingga tidak mudah termakan desas-desus atau hoax, (2) Pantang Menyerah, yaitu sikap untuk berusaha menyelesaikan apa yang telah dimulai, dan tidak berhenti sebelum tujuan tercapai, (3) Solidaritas, yaitu terbiasa mendengar pandangan pihak lain, dan tidak menutup diri terhadap potensi pemikiran yang berbeda-beda.
Semoga kebiasan baik dari pembelajaran berbasis riset semakin tersebar luas, sehingga kapasitas melakukan riset serta budaya literasi konstruktif dapat menjadi kompetensi baru generasi masa depan Indonesia. Semoga
Catatan: Penulis merupakan penulis buku Etos HIjau Generasi Pembaru
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.