Setelah 3 Dekade, Opera Rock Ken Arok Kembali Mengudara di Synchronized Fest 2024
Tontonan | 2024-10-28 11:44:56Oleh: Johanes Wulung Samodra; Dafrel Honando Michael; Michelle Vania Asaloei
Melalui globalisasi masyarakat tidak terbatas pada ruang, maka komunikasi antara individu dengan individu semakin mudah. Pertukaran informasi dan budaya pun juga semakin mudah. Terutama dengan semakin berkembangnya alat teknologi dan komunikasi. Maraknya penggunaan gawai dan media sosial di dalamnya juga dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Hidup masyarakat tidak dapat terlepas dari alat komunikasi tersebut.
Dengan media sosial, masyarakat dapat belajar banyak hal baru dari budaya asing. Dalam konteks tertentu, mengenal budaya asing memang lah baik. Budaya asing dapat mengajarkan hal-hal baru dan mendorong masyarakat untuk berkembang, di sinilah terjadi suatu perubahan dalam masyarakat. Salah satu contohnya adalah Rock Opera Ken Arok, oleh Alm. Harry Roesli. Dengan perkembangan teknologi dan seni yang semakin cepat, cerita Ken Arok dikemas dalam suatu pertunjukkan seni yang diintegrasikan dengan unsur budaya luar yaitu rock.
Namun, budaya asing perlahan-lahan dapat menggeser posisi budaya lokal di Indonesia. Banyak budaya-budaya lokal yang mulai terlupakan dan tergantikan oleh budaya luar. Hal seperti ini lah yang turut menjadi perhatian kita semua sebagai masyarakat Indonesia. Bagaimana membangkitkan budaya Indonesia yang telah lama pudar di tengah dunia yang terus berubah? Salah satu upaya yang dilakukan adalah menampilkan kembali karya-karya seni yang menceritakan budaya tersebut seperti yang dilakukan pihak Synchronized Festival.
Opera Rock Ken Arok adalah sebuah karya drama musikal yang diciptakan oleh Alm. Harry Roesli pada tahun 1975, yang menggabungkan elemen musik rock dengan teater yang kuat. Karya ini terakhir kali dibawakan pada tahun 1991, yang dibuat menjadi album pada tahun 1977. Karya ini bukan hanya mencerminkan bakat luar biasa Harry Roesli, tetapi juga menandai sebuah lompatan dalam perkembangan musik Indonesia, yang berani mengadopsi dan mengadaptasi gaya musik Barat dengan konteks lokal.
Awalnya, opera rock ini diciptakan sebagai bentuk kritik yang tajam terhadap pemerintahan Orde Baru. Seperti yang dijelaskan oleh Alm. Harry Roesli, tokoh utama di balik karya ini, situasi sosial dan politik pada masanya dipenuhi dengan berbagai praktik yang merugikan, seperti nepotisme dan praktik suap-menyuap yang meluas. Harry Roesli, yang dikenal dengan keberaniannya dalam menyuarakan pendapat dan kritik terhadap pemerintah, telah lama menjadi simbol perlawanan bagi pemerintah yang sedang berkuasa. Melalui opera rock ini, Alm. Harry Roesli berusaha memunculkan kesadaran masyarakat untuk melihat realitas yang terjadi di sekitar mereka, menggunakan seni sebagai sarana untuk menyampaikan pesan yang mendalam.
Pada saat ini, masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak muda di Indonesia, seringkali banyak termakan oleh budaya-budaya luar dari Barat maupun Asia. Melalui teknologi dan alat komunikasi, perubahan dalam aspek budaya dapat berkembang secara signifikan. Alhasil budaya lokal semakin pudar. Jika dilihat dalam perspektif sosiologi, maka saat ini sedang terjadi suatu perubahan sosial. Menurut Ritzer, perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antar individu, kelompok, organisasi, kultur, dan masyarakat pada waktu tertentu.
Dalam perubahan sosial, kita dapat mengamati adanya pola yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung, tetapi juga dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Salah satu pola yang paling mencolok adalah pola perubahan yang bersifat progresif, di mana transformasi berlangsung secara berkelanjutan dan sering kali mengikuti siklus tertentu. Misalnya, perubahan dalam cara bekerja manusia menunjukkan evolusi yang signifikan; sebelumnya, banyak aktivitas yang dilakukan secara tradisional kini telah beralih ke metode yang lebih modern berkat perkembangan alat-alat teknologi yang canggih.
Selain itu, perubahan sosial juga sangat terlihat dalam aspek budaya. Di dalamnya, kita dapat mengidentifikasi berbagai pola dengan fokus yang berbeda-beda, mulai dari adaptasi nilai-nilai baru hingga pengembangan bentuk ekspresi seni yang mencerminkan dinamika masyarakat. Misalnya, pengaruh globalisasi membawa masuk berbagai elemen budaya asing yang kemudian berinteraksi dengan budaya lokal, menghasilkan perpaduan yang unik dan terkadang menimbulkan tantangan identitas. Dengan demikian, perubahan sosial tidak hanya sekadar pergeseran dalam norma atau kebiasaan, tetapi juga mencerminkan kompleksitas interaksi antara tradisi dan modernitas yang terus berkembang dalam masyarakat kita.
Di sini, hal yang dilihat bukan budaya yang berkaitan dengan pola dan perilaku melainkan pengetahuan akan budaya masyarakat Indonesia yang berubah. Dimulai dari budaya lokal yang dapat dikatakan cukup tradisional. Lalu berlanjut dalam proses masuknya budaya luar yang terkesan lebih modern, perlahan menggeser kedudukan pengetahuan budaya lokal. Berdasarkan penjabaran tersebut, maka ada suatu pola yang dapat digambarkan dengan garis vertikal naik. Hal ini dikarenakan ada perubahan dari budaya lokal bersifat tradisional menjadi budaya luar yang bersifat modern. Namun dengan kondisi sekarang, hal tersebut bukanlah kondisi yang ideal untuk Indonesia karena banyak budaya lokal yang mulai memudar. Maka yang dibutuhkan sekarang adalah mengembalikan pengetahuan masyarakat akan budaya lama yang bersifat tradisional itu di tengah dunia yang serba modern ini. Jika hal tersebut terjadi maka garis vertikal yang sebelumnya naik dapat menunjukkan pergerakkan ke arah bawah karena adanya pengetahuan akan budaya tradisional yang kembali dihidupkan.
Saat ini, Indonesia tengah menghadapi perubahan dalam hal budaya akibat dari globalisasi. Untuk mengembalikan budaya yang pudar, maka dibutuhkan suatu dorongan untuk memunculkan kesadaran masyarakat. Di masa sekarang, Indonesia sebagian besar dihuni oleh anak-anak muda, perlu adanya sosialisasi kembali mengenai budaya lokal dengan cara yang sesuai untuk kalangan tersebut. Salah satunya adalah menampilkan budaya-budaya Indonesia di konser. Setelah 33 tahun, Opera Rock Ken Arok akhirnya kembali diangkat pada saat konser Synchronized Festival. Opera rock ini dibawakan kembali dengan dengan musisi-musisi Indonesia pada masa sekarang, seperti Isyana Sarasvati, Sal Priadi, dan masih banyak lagi, tidak lupa mengundang Harry Pocang yang merupakan pemusik original dari Opera Rock Ken Arok pada masa itu. Arie Kriting dan Soleh Solihun sebagai narator yang bertugas untuk menjelaskan lirik-lirik menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami masyarakat sekarang, Sekaligus juga menjelaskan korelasi opera ini dengan kondisi sosial Indonesia sekarang.
Banyak budaya Indonesia yang mulai pudar karena masuknya budaya asing yang dilihat lebih modern dan menarik. Perubahan sosial yang terjadi akibat dari globalisasi menjadi tantangan yang terus berlanjut untuk masyarakat Indonesia. Mempertahankan budaya Indonesia menjadi tanggung jawab kita semua. Maka dari itu, perlu ada suatu upaya untuk meningkatkan kembali rasa cinta dan bangga akan budaya lokal yang beriringan dengan membangkitkan budaya yang telah lama pudar. Hal-hal seperti ini perlu ditanamkan sejak muda, dimulai dengan kalangan anak muda. Opera Rock Ken Arok di Synchronized Festival ditujukan untuk menarik kembali minat masyarakat yang hilang. Opera rock tersebut mengingatkan kembali penontonnya bahwa Indonesia masih punya budaya dan karya seni yang luar biasa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.