Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Damay Ar-Rahman

Peristiwa di Ruang Teater 3

Sastra | 2024-10-24 20:18:17

Andini melihat arah jarum jam dinding di ruang tamu yang belum menunjukkan pukul lima sore. Meski dia sudah bersiap-siap sejak setengah jam yang lalu, biasanya ia akan duduk memainkan ponselnya sembari menunggu jemputan pacar atau teman-temannya. Hari ini, adalah hari Kamis. Tidak lain juga jika seorang Andini, sering pergi sore dan pulang kemalaman. Apalagi, setelah dari mall atau makan di luar, ia akan melanjutkan perjalanan ke tempat dugem, ia memang hobi berada di luar rumah daripada menghabiskan waktu di kamar.

Sebagai anak perantauan, dan pekerja buruh pabrik alat elektronik, tanpa pengawasan keluarga dan hanya hidup sendiri di kota besar selama tiga tahun, membuat hidupnya bebas tanpa batas. Bisa diketahui, tentunya ia sudah tidak gadis lagi sejak berpacaran dengan Romi pria pekerja teknik di salah satu bengkel ternama di kota tersebut.

Jika dulu, sebelum lama berada di kota ini, Dini tidak pernah meninggalkan shalatnya. Rajin mengaji, dan juga ke mana-mana memakain kerudung. Rasa penasaran disebabkan inginnya sebuah kebebasan tanpa batas, ia membuka auratnya tak terkecuali penampilannya yang super seksi. Ia yang berasal dari desa dengan pemandangan alami, maka ia memiliki warna kulit bening alami, rambut panjang dan berwajah bulat sebagaimana rembulan. Sayang, kini telah dipoles dan dipermak dengan berbagai jenis macam kosmetik sehingga kecantikan alami di wajahnya perlahan-lahan pudar.

Suara motor mengklakson dari luar. Andini yang duduk di teras depan sambil mendengarkan musik, melihat Romi yang tampan dengan jeket kulit hitam mengkilat tersenyum nakal melihat Andini begitu cantik. Rok mini dengan baju tanktop berwarna merah muda, menambah pesona pada Andini, sehingga naiklah birahi Romi untuk segera membawanya ke dalam samudra dalam nanti di tengah malam.

"Mengapa kamu tersenyum begitu sayang." Tanya Andini dengan nada manja. Memasang mata buas kepada Romi dihadapannya.

"Kamu memang sempurna sayang."

"Dasar kamu." Andini membalas pujian Romi sambil memulas pipi Romi dengan nakal. Tanpa mereka sadari, seorang pria tua sedang mengawasi dari kejauhan.

Saat tiba di mall. Mereka singgah di rumah makan China. Memesan makanan-makanan kesukaan mereka tanpa mencari tahu kehalallannya.

"Sayang, aku jadi teringat ibu." Tanya Dini sambil memandang seorang wanita tua dengan dua cucunya. Sudah lama Dini tidak pulang kampung. Sempat berkabar lewat surat. Tetapi tidak ada balasan.

"Kenapa kamu tidak coba pulang kampung saja?" Jawab Romi.

"Kamu tahukan. Aku enggan karena Bapak pasti mengusirku."

"Kalau begitu, coba pulang aja dulu. Mana tahu, bapakmu sudah menerimamu kembali."

Jawaban Romi, membuat Andini masih mempertahankan hubungannya. Walau ia juga sama bejatnya, tetapi ia begitu membuat Andini nyaman dengan ucapan-ucapannya yang tidak merendahkan. Romi berasal dari keluarga berada di Thailand, merantau ke Jawa karena ingin bebas dari ayahnya. Ia dipaksa untuk menjadi apa yang diinginkan keluarga, menikah, mempunyai anak adalah hal yang tidak akan pernah ia lakukan. Berpacaran dengan Andini, sudah cukup. Pernikahan adalah suatu hal yang membuatnya terikat.

"Kalau begitu aku akan pulang kampung."

"Mau aku temani?"

"Serius kamu?"

"Mengapa tidak, aku juga ingin menjenguk orangtuamu." Jawab Romi sambil menggenggam tangan Andini.

Walau perempuan itu tahu, jika ia tidak akan pernah dinikahi oleh Romi, tetapi ia rela menjalaninya. Sebab hubungan seperti ini saja, sudah cukup meski ia berharap suatu hari nanti ia akan menikah dengan Romi. Setelah makan, mereka segera menuju bioskop. Memesan dua tiket lengkap popcorn dan air mineral, menambah keseruan mereka berdua untuk menikmati film horor.

Orang-orang sudah berteriak saat awal pemutaran. Di babak pertama saja sudah mengerikan, apalagi menghabiskannya. Andini merangkul kekasihnya dengan erat. Sesekali ia bersandar di pundak Romi sambil memegang tangannya.

Penonton masih menikmati adegan film. Memperlihatkan sosok pria sedang memotong kaki wanita yang akan ia awetkan. Tanpa disadari, dalam layar bioskop terdapat sepercik api kecil. Orang-orang menganggapnya itu adalah bagian dari film. Tetapi, lama-lama percikan api menyebar, dan membuat seisi ruangan merasa panas.

"Ada yang tidak beres." Tanya Andini.

"Iya sayang ayo, coba kita cek."

Mereka berdua akan keluar sebentar sambil menuju toilet. Tetapi, pintu ruangan terkunci sehingga membuat mereka tidak bisa keluar. Andini mulai panik, perasaannya tidak enak. Ternyata mall sedang dalam keadaan darurat sejak dua puluh menit yang lalu. Naasnya, petugas bioskop telah lari lebih dulu tanpa memberitahu jika dalam ruang tetaer tiga terdapat 87 penonton. Akibatnya, semua pintu terkunci otomatis karena sedang dibunyikan alarm darurat.

Api di layar bioskop semakin membesar, membuat penonton di ruangan itu mengeluh kepanasan, sebagian masih merasa itu bagian dari film. Sampai pada akhirnya, suara ledakan terdengar dari arah depan, dan memecahkan kaca layar bioskop.

Besoknya sebuah berita muncul di layar televisi, diinformasikan bahwa telah terjadi kebakaran akibat kosleting listrik di Mall terbesar di kota itu. Dua jasad ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Satu dalam kondisi kepala setengah terpecah dan hangus, satunya lagi seorang wanita dengan badan hanya sepinggang. Itu adalah Romi dan Andini. Mereka pergi. Tetapi, di ujung lorong bekas kebakaran, terlihat sosok wanita dengan wajah hangus sedang mengawasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image