Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ponpes Darul Quran Wal Irsyad Wonosari

Thulul Amal Mendatangkan Keburukan

Agama | 2024-10-21 14:18:23

Oleh

Aufa Muhibbat/Santri kelas 11 MA Darul Quran Wal Irsyad Wonosari

Di antara banyaknya penyakit rohani yang dapat menghancurkan manusia adalah panjangnya angan-angan (thulul amal). Panjang angan-angan dapat menjadi penghalang segala bentuk kebaikan dan ketaatan.

Panjang angan-angan justru mendatangkan keburukan, godaan dan menjerumuskan manusia pada perbuatan dosa. Dalam disiplin ilmu tasawuf, thulul amal menjadi penyakit rohani yang mengerikan karena menjadi tabir yang menutup pandangan kepada Allah SWT.

Ibnu Humaid dalam kitab Mausu'ah Nadhrah Al Na’im fi Makarim Akhlaq al Rasul al Karim yang diterbitkan Dar al Wasilah Jeddah Arab Saudi menjelaskan bahwa thulul amal adalah keinginan yang kuat akan dunia yang bersifat berkesinambungan diikuti dengan berpaling dari akhirat. Alhasil orang yang panjang angan-angannya dapat lupa terhadap kematian dan akhirat. Seolah dia akan hidup abadi sehingga larut dalam hasrat duniawi.

Gedung Darul Quran International Islamic Boarding School

Padahal Rasulullah SAW mewanti-wanti umatnya agar jangan sampai menjadi manusia yang memiliki panjang angan-angan atau menjadi tukang menghayal. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah mengingatkan Abdullah bin Umar tentang hal ini.

“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhori).

“Jika engkau berada di pagi hari, maka jangan mengkhayal akan apa yang kamu dapatkan di sore hari. Jika kamu berada di sore hari, maka jangan mengkhayal akan apa yang akan kamu dapatkan di pagi hari. Ikatlah kehidupanmu dengan kematianmu. Ikatlah sehatmu dengan sakitmu. Karena sesungguhnya dirimu, wahai Abdullah! Tidak akan tahu seperti apa namamu esok” (HR Ibnu Hibban).

Hadits tersebut memberikan sebuah pengertian bahwa seharusnya manusia tidak perlu berangan-angan terlalu panjang tentang masa depan. Lebih-lebih sampai melupakan bahwa kelak dirinya akan menghadapi kematian.

Pada hadits tersebut juga Rasulullah memerintahkan umat Islam agar selalu menjaga kesehatan dan menggunakan untuk ibadah dan kebaikan, serta mengingat kematian yang sudah pasti datangnya. Kehidupan akan tidak mempunyai arti ketika jiwa sedang sakit.

Begitu juga dengan materi tidak ada gunanya ketika kematian telah datang menghampiri. Oleh sebabnya, Rasulullah memerintahkan agar kehidupan diikat dengan kematian, dan kesehatan diikat dengan sakit.

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath thusi asy Syafi'i atau Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa sebab munculnya thulul amal adalah kebodohan yang membuat seseorang terbelenggu pada keterpedayaan.

Kebodohan itu sendiri muncul karena rasa cinta terhadap dunia yang dihadirkan oleh hawa nafsu. Nafsu tersebut dengan samar menjelma menjadi kenikmatan, kesibukan, kemaksiatan sehingga membuat manusia terpedaya.

“Maka hatinya akan disibukkan dengan pikiran ini (dunia dan kesenangannya), terhenti dengannya, maka ia akan lupa dari mengingat mati” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Bairut Darul Ma’rifah, 2010 juz 4, halaman 456).

Lalu bagaimana mencegah panjang angan-angan dan mengobatinya? Hal yang paling ampuh untuk mencegah panjang angan-angan adalah dengan sering berziarah ke kuburan. Dengan begitu seseorang akan menyadari bahwa hidup hanya sekelebatan, dan segala pernak-pernik dunia tidak ada satupun yang dibawa mati.

Selain itu yang dapat dilakukan adalah dengan sering mendengarkan nasihat para ulama dan orang-orang saleh sehingga kecintaan pada dunia yang berlebih-lebihan akan terkikis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image