Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

Generasi Z Butuh Edukasi Politik

Politik | 2024-10-19 09:22:05

Generasi Z tumbuh di era informasi dan teknologi digital yang instan dan serba cepat dengan perkembang yang pesat. Besarnya jumlah mereka dalam daftar pemilih untuk Pemilu 2024 menjadi perhatian tersendiri.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan 204.807.222 warga negara sebagai pemilih atau masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. Menariknya, separuh lebih pemilih adalah anak muda, yakni generasi Z dan milenial. Komisioner KPU RI, Betty Epsilon Idroos, mengatakan sebanyak 46.800.161 atau 22,85 persen pemilih merupakan generasi Z. Sebutan generasi Z Merujuk pada orang yang lahir mulai tahun 1995 hingga 2000-an. (Republika.co.id, 03/07/2023)

Dari gambaran ini sebenarnya Gen Z memiliki potensi besar untuk perubahan, mengingat merekalah yang menguasai teknologi informasi dan pemanfaatan media sosial.

Namun, di sisi lain ada anggapan bahwa di Indonesia terjadi kemunduran demokrasi (Democratic Backsliding). Karena itu diharapkan anak-anak muda khususnya mahasiswa bisa menjadi agen perubahan demokrasi. Hal ini dapat terwujud dengan adanya reformasi ditubuh partai politik, yaitu perubahan pola rekrutmen, kaderisasi dan distribusi kader.

Sekilas pemikiran ini seperti sesuatu yang logis dan benar. Tapi nyatanya ketika demokrasi diterapkan, partai politik juga telah banyak mengantarkan elitnya pada kursi kekuasaan, tak ada kontribusi sama sekali bagi kesejahteraan rakyat.

Apa jadinya bagi pemuda gen Z, jika mereka aktif dan terlibat dalam aktivitas partai politik? Yang bisa dilakukan hanyalah duduk diam, jika jelang waktunya pemilihan presiden atau legislatif ikut berkampanye. Namun mereka tidak memahami mau ke mana arah bangsa ini ke depan? Mereka juga tidak tahu bagaimana karakter calon-calon pemimpin yang diusung serta program-program apa yang dicanangkan untuk kebaikan negara ini.

Maka jika mereka akhirnya mengetahui bobroknya partai politik dengan para elitnya yang rakus jabatan, pasti mereka akan berbalik mundur dan memilih untuk tak lagi terlibat dalam perpolitikan. Mereka akan segera menyimpulkan bahwa politik itu busuk, sebusuk para elit parpol. Politik itu kotor sebagaimana cara-cara yang ditempuh parpol demi meraih kursi.

Banyaknya sikap culas dan intrik politik yang dilakukan oleh parpol itu sendiri bukan berarti ada fenomena kemunduran demokrasi. Tapi sejatinya itulah wajah demokrasi. Selama ini demokrasi memang memakai topeng kebebasan, keadilan, suara rakyat, musyawarah, dan lain-lain sehingga tak tampak muka aslinya yang buruk. Demokrasi memang sebuah sistem politik yang rusak, maka sungguh tak layak untuk diterapkan, apalagi dipertahankan dan diperjuangkan.

Poiltik dan Islam Tak Bisa Dipisahkan

Jika fenomena politik saat ini terlihat kotor dan culas, maka itulah politik dalam kehidupan kapitalisme. Jauh berbeda dengan politik dalam paradigma Islam. Islam memandang bahwa politik adalah pengaturan urusan rakyat. Jika umat ini adalah umat Islam, maka pengaturannya tentu saja harus berdasarkan Islam. Maka poltik dalam Islam adalah tentang bagaimana mengurus rakyat agar bisa hidup sejahtera, taat pada pencipta, dan terpenuhi kebutuhan mendasarnya bahkan tersier. Pengaturan ini mestinya menjadikan syariat Islam sebagai lendasan dalam menata masyarakatnya. Dari sini artinya syariat Islam harus tegak di muka bumi.

Firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 49 , “Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah ”

Maka penyelesaian masalah umat ini harus dengan menerapkna syariat Islam. Inilah makna poltik yng sebenarnya, dsn aktvitas ini sangatlah mulia.

Maka Gen Z harus diberikan edukasi politik agar kesadran politiknya meningkat. Di pundak Merekalah estafet kepemimpinan diletakkan. Pemuda saat ini juga calon-calon pengisi peradaban terbaik, yakni peradaban Islam.

Sosok-sosok pemuda wajib memiliki rasa kepedulian pada isu-isu keumatan dengan cara terlibat dalam politik. Namun bukan berarti harus menjadi anggota atau bahkan kader parpol yang bertugas mengusung pemimpin dalam demokrasi dengan cara berburu suara rakyat. Jika hanya seperti itu ganbaran politik dalam benak mereka, maka sungguh ini adalah penyesatan politik.

Mereka harus berpartisipasi dalam upaya perbaikan bangsa ini, yakni dengan cara memahami politik Islam menuju pada perubahan sistem Islam. Bukan malah mempertahankan demokrasi yang telah terbukti membawa kerusakan pada bangsa ini.

Gen Z harus bergabung dan berpartisipasi dalam partai politik yang benar. Aktifitasnya adalah mengajak pada kebaikan, yaitu Islam, serta amar ma'ruf nahi munkar. Partai politik ini bertujuan melanjutkan kehidupan Islam kembali dalam sistem Islam secara kaffah.

Maka kewajiban negara adalah memberikan edukasi politik kepada generasinya. Bukan menghancurkan masa depannya dengan menawarkan mereka pada maraknya partai politik sekuler yang justru semakin menjauhkan dari upaya perbaikan bangsa ini. Wallahu’alam bish-shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image