Fitnah dan Orang-orang Fasik
Sastra | 2024-10-17 21:33:16"Apakah kau ada melihat sendalku?"
"Tidak, manalah kutahu karena sendalkupun hilang." Jawab Eko sambil mondar-mandir mencari sendalnya.
"Siapa sih yang jahil, sampai-sampai sendal juga ikut diambil. Mulai dari cangkul, sapu, sampai kotak amal juga ilang. Bayangin Eko, itu orang apa tidak takut dia ya?" Ucap Usop dengan wajah merah padam. Ia sangat geram dengan situasi yang baru-baru ini terjadi. Sudah tiga bulan barang-barang mesjid sering hilang. Anehnya, CCTV tidak menunjukkan pelakunya. Saat dicek, semua normal tanpa kejadian apapun.
"Dasar maling, tuyul, bedebah jika ketemu akan aku habisi. Pasti itu ulah bocah."
"Jangan asal nuduh Usop, barangkali orang luar kampung kita. Selidiki dulu, jangan sampai mendatangkan fitnah."
"Alah Yakub......kau bela kali tu bocah. Apa dia ada kasih imbalan sama kau, usai dia mengambil barang orang lain!" Eko mengatakannya dihadapan dua orang preman kampung yang baru saja melintasi depan mesjid. Merekapun masuk dengan penampilan aneh berupa baju compang-camping dilengkapi warna merah hijau, gelang dan kalung rantai besar, mata mereka besar, hidung kembang, dan berambut panjang sebahu. Wajah bringas itu, dengan santai menghampiri orang-orang mesjid dan menertawakan mereka karena dianggap telah lalai menjadi ahli ibadah.
"Mengapa kalian ketawa hah?" Usop bertanya dengan nada menantang.
"Kalian ini, adalah jamaah, adalah orang-orang taat, yang menganut pemahaman surga, tapi mengapa saling menyalahkan bahkan menfitnah orang lain. Apa jangan-jangan kalian hanya model saja, tapi berhati kotor? Hahahaha"
"Hei diam kalian, tidak berhak kamu berbicara begitu "
"Sabar...sabar." Jawab Yakub sambil menahan Eko yang ingin menjotos para preman itu.
Sejurus tangan kiri preman bertenaga palupun langsung menghadangnya. Ekopun tersungkur jatuh ke tanah dengan wajah memar dan mengeluarkan darah dari hidung. Para manusia mulai memadati area lokasi yang dianggap pertunjukkan menggiurkan. Bahkan tiga orang remaja membuat taruhan jika salah satu lawan mereka menang, maka akan mendapat imbalan. Kelompok taat ibadah dinamakan Surga, dan kelompok pemaki disebut Neraka. Walau adu tinju sudah terhelaikan oleh Yakub yang terus berusaha menghentikan aksi perkelahian tersebut, adu mulut tetap saja masih terjadi. Eko membuang air ludahnya dihadapan preman-preman itu. Lalu Usup, menghentakkan kaki sambil berkata "Kami tidak takut pada kalian, Allah akan menjaga kami." Ungkapnya sambil menunjuk-nunjuk ke arah pria berwajah hitam pekat, dengan memakai jaket kulit cokelat.
"Kalian bilang Allah....bawa nama Allah? Geli sekali aku mendengarnya. Hahahaha."
"Beraninya kau menantang Tuhan." Eko menjawab geram.
"Aku bukan menantang yang menciptakan ku. Tetapi aku risih dengan orang-orang seperti kalian yang membawa nama Tuhan. Tetapi menghina hambanya yang bisa saja, mencuri karena kelaparan, sakit, atau keadaan buruk lainnya. Bocah itu, yang sekarang sedang duduk termenung di tepi sungai pun kalian fitnah. Mentang-mentang sebatang kara dan tak punya uang, kalian semena-mena. Di mana hati suci kalian? Dulu, sebelum ustazd Bawi meninggal, bocah termenung itu, sering diperlakukan terpuji, makan hingga pakaian semua dibekali. Kalian tahu bukan, ustazd Bawi hanya guru ngaji, dengan gaji tak seberapa, tetapi mau berbagi. Sayang diakhir hidupnya, difitnah oleh muridnya sendiri, sebagai pria penyuka sesama jenis, yang melampiaskan birahi kepada bocah itu. Lalu dijauhi oleh warga. Apakah kalian tidak merasa kejam, kalian sama berdosanya seperti kami?" Teriak pria itu dengan wajahnya yang merah dan mata melotot.
Orang-orang mendengar pernyataan pria bertubuh tinggi besar tersebut terdiam mematung, bengong seperti mendengar ceramah. Mereka menyerapi setiap kata demi kata yang diucapkan. Seketika Eko dan Usop merinding mendengarnya, lalu menunduk, merasa malu. Benar-benar di luar dugaan. Mereka menganggap selama ini bahwa merekalah paling suci, sedangkan orang-orang menakutkan itu adalah manusia terkutuk. Padahal, preman adalah sebutan warga bukanlah dari mereka. Mereka berasal dari jalanan, dan bekerja sebagai pengamanan, tetapi karena dibuli, mereka sudah tidak percaya lagi. Semua berawal dari mereka yang sok suci.
Adapun masalah mengenai hilangnya barang-barang mesjid, mereka tidak mengetahui sebuah rahasia terbesar di kampung itu. Maling itu adalah salah satu dari preman yang sedang sekarat di rumah gubuknya, lalu meninggal tiga bulan lalu. Ia difitnah telah mengambil kotak amal, karena lima kali baru ke mesjid menunaikan shalat atas dasar taubat. Tetapi mereka malah menuduhnya. Mereka bermain hakim sendiri, padahal kotak amal itu memang telah dikosongkan oleh pengurus mesjid untuk disumbangkan ke Palestina. Karena Usop dan Eko juga beserta teman lainnya yang termakan omongan, maka dari itu asal menebak dan keroyok.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.