Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khadijah Alimuddin

Oligarki Penyebab Kenaikan Harga Beras

Ekonomi Syariah | 2024-10-15 22:56:28
https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-close-up-dataran-sawah-2589457/" />

Indonesia adalah negara agraris yang penduduknya sebagian besar bekerja disektor pertanian. Menduduki peringkat ke empat negara penghasil beras tertinggi di dunia berdasarkan data United States Department of Agriculture (USDA) dengan produksi 34 juta metrik ton pada musim 2022/2023.

Namun sayang, dengan jumlah produksi banyak tersebut, ternyata tak membuat harga beras di Indonesia terjangkau. Dilansir dari Bisnis.com (20/09/2024), Kepala Perwakilan Bank dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Carolyn Turk, menuturkan bahwa masyarakat Indonesia perlu untuk merogoh kocek lebih dalam untuk membeli beras dibanding masyarakat di negara ASEAN lainnya.

Bank Dunia bahkan mencatat harga beras di Indonesia 20% lebih mahal dibanding harga beras di pasar global, bahkan tertinggi di kawasan ASEAN.

Berbanding terbalik dengan tingginya harga beras, justru petani harus gigit jari. Pendapatan para petani di indonesia berdasarkan survei pertanian terpadu BPS mencatat pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari 1 dollar AS atau sekitar Rp15.199 per hari.

Carolyn Turk menilai tingginya harga beras ini terjadi karena beberapa hal, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor, kenaikan biaya produksi, hingga pengetatan tata niaga melalui nontarif.

Oligarki penyebab kenaikan harga beras

Tentu kita bertanya-tanya, mengapa kenaikan harga beras ini, tidak membuat petani semakin sejahtera, malah justru makin menderita?

Diantara banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, penyebab yang paling dominan adalah adanya oligarki yang menguasai sektor pertanian.

Disalur dari laman wikipedia, oligarki adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan politik dan ekonomi dikendalikan oleh sekelompok kecil individu atau golongan elit. Kongkalikong antara penguasa dan pengusaha ini yang membuat banyak aturan yang pasti hanya berpihak pada kapitalis.

Sementara pemberian bantuan pada petani sangat lah minim, mengakibatkan petani harus memenuhi kebutuhan pertanian secara mandiri, sehingga para petani dengan modal sendiri harus menyediakan kebutuhan pertanian mereka dengan menggelontorkan modal yang cukup besar, disebabkan harga pupuk yang berkualitas pun ikut melambung.

Dengan banyaknya modal yang dikeluarkan oleh petani, mau tidak mau mereka harus menjual hasil panen mereka dengan harga yang tinggi.

Disisi lain, negara yang membatasi impor beras menyediakan stok beras yang terbatas, alhasil beras impor lebih murah dibanding beras dalam negeri.

Kondisi seperti ini pun dimanfaatkan oleh pemilik modal untuk merayu penguasa agar dibukakan keran impor beras, sehingga mereka bisa memasukkan beras luar negeri untuk dijual di Indonesia. Dan pastinya, masyarakat lebih suka mengonsumsi beras impor yang harganya lebih murah dan kualitasnya bagus dibanding beras dalam negeri yang harganya melambung tinggi. Dan kita tentu sudah tahu siapa yang diuntungkan dari situasi seperti ini? Jelas pemilik modal.

Semua kebijakan-kebijakan ini yang tentunya tidak menguntungkan para petani merupakan hasil dari penerapan sistem kapitalisme. Dimana negara hadir alih-alih sebagai pengurus rakyat tapi hanya sebagai regulator dan fasilitator saja.

Sangat disayangkan, indonesia yang dianugerahi lahan pertanian yang begitu luasnya yang seharusnya bisa menyuplai kebutuhan beras masyarakat, namun pada akhirnya harus kalah di pasaran dengan beras impor yang justru nya sangat merugikan para petani.

Bagaimana Islam mengelola pangan

Pengelolaan pangan oleh sistem kapitalisme sudah terbukti gagal baik itu bagi rakyat juga bagi petani. Yang diuntungkan hanyalah pemilik modal.

Dikutip dari muslimah news (1/10/24) Islam memiliki paradigma yang berbeda dalam mengatur pangan sehingga mampu mewujudkan pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat, termasuk jaminan stabilitas harga serta menyejahterakan petani. Adanya jaminan ini disebabkan politik ekonomi Islam memang bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat, serta memampukan rakyat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya (Abdurrahman al-Malik. Politik Ekonomi Islam. Jatim: Al-Izzah. 2001.)

sebab itu, beras termasuk dalam jenis bahan pangan yang pengelolaannya harus dilakukan secara terpusat oleh negara. Khalifah memiliki kewajiban utama untuk mengatur dan memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan seluruh masyarakat. Rasulullah Saw. telah menegaskan dalam sabdanya, “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.(HR Muslim dan Ahmad).

Dalam hadis lainnya, Rasulullah saw. menegaskan, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. .(HR Muslim). Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh hanya sebagai regulator dan fasilitator semata, juga wajib menjadi perisai ummat.

Negara juga mengelola pangan secara mandiri sehingga harga pangan terjangkau oleh masyarakat.

Kebijakan tanah dan ketersediaan infrastruktur yang mempengaruhi ketersediaan pangan tak luput dari perhatian khalifah. Dalam sistem ekonomi islam, tanah yang subur tidak boleh dibiarkan menganggur, sehingga jika ada tanah mati, dan ada seseorang yang ingin menghidupinya, maka tanah tersebut menjadi miliknya.

Pun terkait dengan distribusi, dalam islam, khilafah akan mengangkat kadi hisbah yang akan menjadi pengawas untuk para penjual dan pembeli agar terwujud rantai tata niaga yang bersih, transparan, sehingga harga yang terbentuk adalah harga yang wajar. Khilafah sangat tegas melarang penimbunan, riba, praktik tengkulak, kartel, dsb. Penerapannya disertai penegakan sanksi secara tegas sesuai syariat Islam. (muslimahnews.net, 1/10/2024)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image