Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ponpes Darul Quran Wal Irsyad Wonosari

Mematri Alquran Dalam Hati

Agama | 2024-10-15 14:00:46
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang Jawa Timur, KH Afifuddin Dimyati mengisi mauidhoh hasanah dalam Haflah Khotmil Qur'an ke-9 Pondok Pesantren Darul Quran Wal Irsyad Wonosari

Banyak orang yang telah berhasil mengkhatamkan hafalan Alquran tetapi kehilangan hafalannya di kemudian hari. Ini dapat terjadi karena berbagai faktor termasuk karena menurunnya rutinitas membaca, menyimak dan mengkaji Alquran. Kondisi tersebut menunjukan bahwa orang yang menghafal Alquran lalu hilang hafalannya baru sebatas mengingatnya namun belum sampai pada memasukan Alquran dalam hati.

Seorang hafidz yang telah memasukan hafalan Alquran dalam hatinya akan tampak dari pribadinya yang teduh dan tenang dalam menjalani hidup. Sesorang yang telah terpatri Alquran dalam hatinya akan terhindar dari gundah dan sedih. Lalu bagaimana agar bisa memasukkan Alquran dalam hati?

Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang Jawa Timur, KH Afifuddin Dimyati ada tiga cara yang penting dilakukan agar Alquran terpatri dalam hati sanubari para penghafalnya. Pertama, menghilangkan kesombongan dalam diri. Seorang hafidz atau hafidzoh seyogyanya menjauhi sifat sombong. Lebih-lebih sombong karena merasa hafal Alquran.

Sebab menurut kiai Afifuddin atau yang lebih akrab disapa Gus Awis, Allah ta'ala tidak menyukai para penghafal Alquran yang sombong. Sebagaimana merujuk pada surat Al Araf ayat 146 dan juga surat Luqman ayat 18. Itu sebabnya ketika seseorang yang telah khatam menghafalkan Alquran lalu di kemudian hari kehilangan hafalannya, maka hendaknya mengevaluasi diri.

Sebab boleh jadi Allah ta'ala mencabut hafalannya sebab ada secarik kesombongan dalam hati. Oleh karena itu, Gus Awis mengingatkan pada para penghafal Alquran untuk membersihkan hati dari kesombongan.

“Maka hilangkan kesombongan. Hafal Quran itu murni anugerah dari Allah. Jadi sebenarnya bukan karena usaha kita. Karena yang menjaga Alquran itu adalah Allah. Dan Allah memilih mereka-mereka untuk menjaganya. Prosesnya yang memudahkan itu Allah. Kalau kita menyombongkan Alquran, maka siap-siaplah kita tidak akan bisa memasukkan Alquran di dalam hati kita, sehingga kita menjadi orang tetap susah, gampang panik gampang stres, karena Alquran belum masuk di dalam hati,” kata Gus Awis saat mengisi mauidhoh hasanah dalam Haflah Khotmil Qur'an ke-9 Pondok Pesantren Darul Quran Wal Irsyad beberapa waktu lalu.

Kedua, melakukan tadabur Alquran dengan menggali rahasia yang tersimpan dalam setiap ayat Alquran sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 82. Gus Awis mengatakan bagi orang yang mau mentadaburi Alquran maka akan menemukan banyak rahasia yang terkandung di dalamnya.

Ketiga, menjadikan hasil tadabur Alquran sebagai pengingat diri. Gus Awis menjelaskan ketika mentadaburi Alquran seyogyanya seseorang merasa bahwa peringatan-peringatan dalam Alquran adalah ditujukan untuk dirinya sendiri. Tujuannya agar dapat mengevaluasi diri. Ini sebagaimana firman Allah dalam surat Shad ayat 29.

Gedung International Islamic Boarding School (IIBS) Darul Quran Wal Irsyad Wonosari

Gus Awis mencontohkan ketika ada penjelasan tentang sifat-sifat orang kafir atau juga orang-orang munafik, maka hendaknya orang yang membacanya melakukan koreksi diri. Sebab boleh jadi di antara tanda orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu justru ada pada diri sendiri.

“Kalau kita baca Alquran itu kita harus yang merasa di khitob, kita yang diajak bicara. Jadi bukan untuk mengkoreksi orang lain, kita harus berpikir, (yang dituju Alquran) itu adalah saya,” kata Gus Awis.

Sementara itu pengasuh Pondok Pesantren Darul Quran Wal Irsyad Wonosari, abina KH. Ahmad Kharis Masduki mengingatkan para khotimin khotimat agar tidak berhenti mempelajari Alquran. Abina kiai Kharis berpesan agar para santri yang telah khatam menghafalkan Alquran untuk menjaga hafalannya dan mengbangkan dengan mengkaji kandungan Alquran serta mengamalkan dalam kehidupan. Abina kiai Kharis juga mengajak para orang tua untuk memastikan lingkungan tempat tinggal yang kondusif bagi para santri ketika sehingga dapat menjaga hafalannya.

“Yang sudah hafal Alquran ini bukan merupakan langkah akhir dari perjalanan panjang. Tetapi merupakan langkah awal dari sebuah perjalan panjang kita semua. Putra putri kita ini baru mulai proses. Dari menghafalkan dilanjutkan dengan menjaga, mengembangkan, mengkaji dan seterusnya,” katanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image