Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rochma Ummu Satirah

Rumah Dinas Tak Layak, DPR Minta Tunjangan Rumah

Ekonomi Syariah | 2024-10-15 13:28:50

Oleh. Rochma Ummu Satirah

Ramai pemberitaan mengenai anggota DPR yang baru saja dilantik yang mengatakan bahwa rumah dinas mereka dalam kondisi tak layak huni. Karenanya, mereka mengajukan pemberian tunjangan rumah sebesar 50 juta per bulan. Apakah hal ini memang layak ada di tengah banyaknya rakyat yang kesulitan untuk mendapatkan rumah?

Tunjangan Rumah untuk DPR

Beredar berita yang memperlihatkan bahwa anggota DPR yang baru saja dilantik menilai bahwa rumah dinas mereka tak layak huni. Sebagian ada yang bocor saat hujan. Dengan ini, mereka pun mengajukan adanya pemberian tunjangan rumah atas ganti rumah dinas yang tak bisa mereka tempati ini.

Besar tunjangan pun berkisar 50 juta per bulan. terhadap hal ini, ICW (Indonesian Corruption Watch) pun melakukan kalkulasi dengan perkiraan tunjangan Rp 50 juta sampai dengan Rp 70 juta untuk 580 anggota DPR selama 60 bulan atau 5 tahun.

Hasilnya, total anggaran yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp1,74 triliun sampai Rp2,43 triliun. Apabila ketentuan ini diteruskan, ada pemborosan anggaran sekitar Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan (nasional.kompas.com/11-10-2024).

Layakkah Tunjangan Ini?

Sejatinya, fakta tunjangan rumah dinas anggota DPR ini akan menambah panjang daftar fasilitas yang diterima oleh mereka. Harapan pemberian tunjangan untuk memudahkan peran anggota dewan untuk menjalankan fungsinya menyalurkan aspirasi rakyat bisa saja tak terwujud.

Hal ini bisa dilihat dari kinerja anggota dewan periode sebelumnya. Produk hukum yang mereka hasilkan lebih banyak memihak pada penguasa dan pengusaha. Kepentingan rakyat sedikit sekali diperhatikan.

Ada Undang-undang Ciptaker yang ditolak rakyat tapi tetap disahkan DPR. Termasuk RUU perlindungan pekerja rumah tangga dan RUU masyarakat adat yang masih belum tersentuh DPR. Di lain pihak, DPR justru menganulir keputusan MK terkait RUU Pilkada dalam waktu sehari demi menjaga eksistensi kekuasaan pihak tertentu.

Tentu hal ini sangat ironi di tengah fakta hari ini di mana banyak yang kesulitan memiliki rumah. Harga rumah terus mengalami kenaikan bahkan mencapai hampir 4% di tahun 2022. Tak sedikit rakyat yang enjadi tunawisma dan tinggal di jalanan karena tidak memiliki rumah.

Belum lagi bagi pekerja, mereka juga dibebani dengan keharusan membayar iuran tapera. Ini tentu semakin menambah beban hidup mereka di tengah kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan juga naiknya pajak.

Penguasa Dalam Islam Menjunjung Tinggi Amanah

Jika anggota DPR merasa bahwa rumah dinas mereka tak layak huni, alangkah baiknya mereka meneladani sosok Rasulullah saw. Sebagai pemimpin umat Islam, rumah Rasul., tak layak disebut dengan rumah. Rumah ini berupa ujroh atau bilik yang berukuran tak seberapa luas.

Hal serupa terjadi di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Azis. Sebelum menjabat, beliau hidup dalam kemewahan. Namun, setelah menjadi Khalifah, segala kemewahan itu beliau hilangkan.

Harta dan kemewahan yang ia miliki walaupun dari jalan yang sah, ia kembalikan ke negara. Hal ini juga untuk mencontohkan kesederhanaan bagi rakyat dan pejabat di masa itu. Kesederhanaan ini juga ia wajibkan untuk istri dan keluarga besarnya.

Hal ini didasari rasa takut beliau saat beliau hidup dengan kemewahan namun, di saat yang sama, ada rakyatnya yang menderita karena kekurangan harta. Hal ini sangat beliau tidak inginkan dan hindari.

Sungguh teladan ini karena tingginya keimanan yang dimiliki oleh para pejabat negara. Amanah sebagai pejabat negara adalah dari Allah Swt. untuk mengurusi rakyat. Bukan hanya untuk menumpuk harta pribadi dan golongan.

Hal ini tentu berbanding terbalik dengan keberadaan wakil rakyat saat ini. Tentu mereka tahu dan sadar keadaan rakyat yang hidup susah saat ini. Namun, tetap saja mereka menuntut adanya tunjangan rumah dinas di antara beberapa tunjangan lainnya.

Sejatinya, inilah wakta para penguasa di sistem kapitalis yang mementingkan harta. Berbeda dengan sistem Islam yang dibangun dengan landasan keimanan kepada Allah Swt. Jabatan adalah amanah. Penguasa memperhatikan nasib rakyat demi pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah.

Inilah Islam yang membangun sistem kehidupan berdasarkan keimanan yang kemudian diwujudkan pada sistem bernegara yang berlandas pada syariat Islam. Sistem ini akan sempurna penerapannya oleh negara. Itulah Daulah Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image