Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Sejatinya Kita Hati-hati dalam Berperilaku, Tak Ada Tempat yang Tersembunyi

Agama | Wednesday, 16 Feb 2022, 01:42 WIB

Sejak masyarakat sadar akan pentingnya melakukan vaksinasi Covid-19, setidaknya sudah dua kali kita dihebohkan dengan suntikan vaksin kosong yang dilakukan petugas kesehatan. Kasus vaksin kosong pertama terjadi di Jakarta pada 10 Agustus 2021, “Kasus Suntik Vaksin Covid Kosong, Polisi Periksa Vaksinator” (Republika.co.id., Selasa 10 Aug 2021, 06:59 WIB).

Kasus kedua terjadi di kota Medan, meskipun hal ini dibantah dokter yang melakukan suntik vaksin yang diduga kosong tersebut. “Dokter di Medan Bantah Suntikkan Vaksin Kosong kepada Siswa SD” (Republika.co.id., Selasa 25 Jan 2022, 06:14 WIB).

Terlepas dari kehilapan atau ketidaksengajaan dan sanksi yang akan diberikan kepada para terduga, yang jelas para petugas ini sedang lali bahwa gerak-gerik mereka ada yang mengawasi. Mereka lali, selain mata yang memandang, kini ada “mata digital’ yang selalu orang bawa kemana saja. Salah satunya smartphone. Kini semua orang menjadi juru kamera dan juru warta yang siap melaporkan segala kejadian yang penting maupun tidak penting.

Selain smartphone yang selalu siap menjadi kamera bergerak mengikuti langkah pemiliknya, kini hampir di setiap tempat umum, kecuali di toilet, selalu terpasang Closed Circuit Television (CCTV) alias kamera pengawas. Apapun yang kita lakukan sudah pasti terekam dengan jelas, dan dapat diputar ulang.

Kini hampir di semua tempat umum, di pertokoan, komplek perumahan, bahkan di masjid, kita akan mendapatkan tulisan “Toko ini diawasi CCTV, segala tindak pencurian dan tindakan curang lainnya akan dilaporkan kepada kepolisian” atau tulisan “Area ini diawasi CCTV 24 Jam.”

Dengan kata lain, kini seolah-olah tak ada lagi tempat yang nihil dari perangkat yang akan mengawasi gerak-gerik kita, tak ada lagi tempat tersembunyi. Hampir semua orang diawasi secara digital melalui perangkat elektronik yang semakin canggih.

Karenanya, pada era kehidupan yang serba digital dan mobile (bergerak) seperti sekarang ini, selama kita membawa smartphone dan perangkat digital lainnya, kemanapun kita pergi, posisi kita akan dapat diketahui dan terpantau. Apapun yang kita bicarakan dan dituliskan via smartphone misalnya akan terekam dengan akurat. Suatu saat akan bisa dibuka kembali.

Global Positioning System (GPS) yang tersambung ke satelit lebih memudahlan seseorang untuk mengetahui posisi suatu benda atau orang. Karenanya, sangat sedikit sekali peluang seseorang untuk berbohong mengenai posisi tempatnya berada. Demikian pula ketika kita bepergian dan mencari alamat, GPS, googlemap, atau perangkat lainnya dapat menjadi perunjuk jalan agar kita tidak tersesat.

Meskipun di suatu tempat tidak ada CCTV, kita jangan merasa bebas untuk berperilaku yang aneh dan nyeleneh, orang-orang di sekitar kita akan merekamnya dengan kamera di smartphone yang mereka bawa. Tak sedikit perilaku aneh dan nyeleneh seseorang yang mereka jadikan viral di media sosial tanpa disadari pelakunya.

Dengan adanya berbagai alat pengawas, baik CCTV, smartphone, maupun perangkat digital lainnya harus menjadikan diri kita berhati-hati dalam berucap, menulis, maupun berperilaku. Apapun yang kita lakukan di tempat umum, kemungkinan besar akan diketahui orang. Terlebih-lebih jika kita aktif memposting segala perilaku dan tulisan kita via media sosial. Semua yang kita posting akan meninggalkan jejak digital yang akan tersimpan selamanya.

Kondisi seperti sekarang ini menginspirasi Robert O’Harrow, seorang wartawan The Washington Post, peraih penghargaan bergengsi bidang jurnalistik Pulitzer menulis sebuah kumpulan essay berjudul No Place to Hide.

Dalam buku tersebut (hal.282 – 300) disebutkan, pada saat ini kita hidup pada masa yang serba terekam yang belum pernah dialami orang-orang sebelum kita. Kemanapun kita pergi, kehidupan kita selalu terrekam dengan apik. Kehidupan kita bagaikan catatan harian elektronik yang dijaga, disimpan, dan disaksikan orang lain.

Jejak-jejak kehidupan kita pada saat ini dapat dilihat hampir semua orang. Oleh karena itu, bijak dalam berucap, bertindak, berperilaku, dan dalam menggunakan piranti digital seperti smartphone, internet, dan media sosial mutlak diperlukan. Lebih dari itu, kemajuan teknologi digital dan mobile yang mampu merekam gerak-gerik kita harus dijadikan pelajaran untuk semakin meningkatkan keyakinan kita kepada Allah.

Jauh sebelum kemajuan teknologi seperti sekarang ini, kita sudah diperingatkan Allah agar kita berhat-hati dalam berucap dan bertindak. Apapun yang kita perbuat selalu diawasi “dua CCTV” yang tak pernah error dan tak pernah padam. Kedua “kamera” tersebut terdapat di sisi kiri dan kanan kita.

“(Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Dan tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat” (Q. S. Qaf : 17 - 18).

Sayangnya, kita lebih berhati-hati dan merasa takut dengan kamera pengintai (CCTV) yang terpasang di dinding atau tergantung di tiang, dan takut meninggalkan jejak digital yang jelek dari ucapan dan perilaku kita daripada takut terhadap pencatatan dua malaikat yang ada disamping kanan dan kiri kita. Padahal, lebih dari sekedar CCTV, apapun yang kita lakukan akan tercatat dengan apik dan tersimpan sampai hari disidangkannya seluruh perbuatan kita di hadapan Allah, kelak di Padang Makhsyar.

Berbeda dengan CCTV dan sistem digital yang kemungkinan masih bisa error dan dihapus, catatan jejak kehidupan yang ditulis dua malaikat yang ada di samping kanan dan kiri kita tak akan ada yang mampu menghapusnya. Amal perbuatan kita akan tetap tercatat.

Sebagian ulama menyebutkan, tobat yang kita lakukan hanya akan menghapus siksaan Allah atas dosa-dosa yang telah kita perbuat. Namun bekas-bekasnya masih tetap ada. Ibarat kulit kita yang terkena luka parah, meskipun sudah kering dan dinyatakan sembuh, bekas-bekas lukanya masih tampak jelas namun sudah tidak terasa sakit lagi.

Kita harus mampu mengambil pelajaran dari kemajuan teknologi, jika sebuah teknologi seperti kamera pengintai saja dapat mengawasi segala gerak-gerik kita, apalagi Allah yang Maha Melihat. Tak ada sejengkal tempat pun di muka bumi ini yang terlepas dari pengawasan-Nya. Alangkah bijaknya jika kita tidak merasa aman dan nyaman ketika kita berbuat dosa atau maksiat.

Seseorang boleh merasa aman ketika berbuat dosa atau kemaksiatan karena tidak ada CCTV yang menempel di tembok atau tergantung pada suatu tiang, tidak ada yang merekam, dan tidak mempostingnya ke media sosial, namun ingat pengawasan Allah selalu melekat pada kehidupan kita. Dia Maha Waskita.

Waskita yang secara leksikal berarti penglihatan yang tajam, juga bisa merupakan kependekan dari pengawasan kepada kita. Kemanapun kita pergi, dimanapun kita berada, pengawasan-Nya selalu mengikuti kita.

Ibrahim bin Adham seorang ulama sufi mengatakan, berbahagialah orang yang selalu merasa diawasi Allah. Ia selalu bertindak hati-hati dan waspada. Kamu boleh melakukan kemaksiatan apapun di muka bumi ini asal memenuhi persyaratan berbuat maksiat, salah satunya “kemaksiatanmu tak akan terlihat dan diawasi Allah, serta tidak akan dicatat malaikat pencatat amal.”

Adakah tempat di muka bumi ini yang tidak disaksikan Allah? Adakah amal kita yang akan luput dari catatan malaikat pencatat amal? Karena jawaban pastinya adalah mustahil ada, maka sangatlah bijak jika kita selalu meyakinkan adanya Zat yang Maha Waskita (Maha Melihat), dan kita merasa diawasi oleh-Nya sepanjang masa, dimanapun kita berada.

”Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapus kejelekan, dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (H. R. At Tirmidzi, Al ‘Arba’in Nawawiyah, hadits nomor 18).

Ilustrasi : CCTV (sumber gambar : Republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image