Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

Menyambut Kurikulum Merdeka: Membangun Konten Pembelajaran

Eduaksi | 2022-02-13 11:22:58

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia bergerak cepat. Dalam rangka mengatasi semakin besarnya ‘learning loss’ selama masa Pandemi, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membangun skema kurikulum baru yang dinamakan kurikulum merdeka. Rancangan ini sebenarnya tidak terlalu baru, melainkan penyempurnaan dari kurikulum prototipe (Republika.co.id). Maka, seyogianya bangsa Indonesia perlu sangat bersemangat menyambut kebijakan ini. Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan yang lebih besar bagi para pendidik dan institusi pendidikan untuk “menyederhakan bahan pengajarannya, dengan berfokus pada capaian pembelajaran yang paling prioritas”. Ini adalah momentum peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, jika dimaknai dengan baik serta disikapi dengan ‘agile’ (cepat, lincah, adaptif dan tankas).

Bagi para pendidik, baik di tingkat Paud, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Umum, Sekolah Kejuruan, inilah momentum untuk bersemangat dalam merancang proses pembelajaran yang lebih baik dan lebih baik lagi. Inilah saat terbaik untuk “belajar dari keadaan pandemi” yang telah mengajarkan makna tentang era disrupsi dan ketidakpastian. Sehingga para pengajar harus tetap menjadi Subjek yang mengendalikan keadaan, alih-alih menjadi obyek yang hanya bisa pasrah dan diam.

Berikut sejumlah ulasan yang sebagian dikutip dari kerangka pikir the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)[1] yang dikembangkan oleh penulis sesuai dengan konteks Indonesia yaitu Agensi mahasiswa, ketegasan, fokus, koherensi, kesesuaian, kemudahan untuk ditranfer serta pilihan:

Agensi Siswa (Berfokus pada Siswa); Kurikulum hendaknya dirancang dengan memperhatikan kondisi pembelajar, agar dapat memotivasi mereka serta mengenali pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang telah mereka miliki sebelumnya. Sehingga terjadi kesinambungan proses belajar yang diharapkan dapat menguatkan apa yang telah dikuasi sebelumnya.

Ketegasan; yaitu topik yang dibangun sebaiknya menantang, dan mampu mendorong refleksi dan pemikiran yang mendalam. Tidak mudah membangun ini, namun melalui kolaborasi dan sinergi pemikiran para pendidik, seyogianya dapat dibangun rancangan studi kasus/media pembelajaran untuk mendorong terpancingnya pemikiran terbaik pembelajar.

Fokus; yaitu berfokus pada inti-inti materi pembelajaran yang sangat penting dan prioritas. Pembelajar di dorong untuk membangun pemahaman yang mendalam (deep understanding), dengan proses belajar yang bertahap, sistematik dan tidak terburu-buru dalam menyelesaikan satu capaian pembelajaran.

Koheren; yaitu bagaimana topik yang dibangun memiliki sekuen/pentahapan yang logis pada disiplin akademik. Sehingga jika diikuti dengan baik, sekuen/pentahapan ini akan dapat membangun kompetensi pembelajar setingkat demi setingkat sesuai dengan usia dan level pendidikannya.

Kesesuaian; Kurikulum yang dibangun sejatinya harus selaras dengan praktik pengajaran dan pengukuran (assessment). Tantangannya adalah bahwa alat ukur (assessment test) tersebut belum tentu sudah tersedia. Namun demikian, diharapkan proses belajar tidak berhenti, model dan proses pembelajaran tetap terus harus dilaksanakan sambil terus membangun alat ukur (assessment instrument) yang terbaik. Kesesuaian juga dapat bermakna “link and match” dengan kebutuhan dunia industry. Artinya proses belajar tidak didasarkan sekedar pada apa yang telah diketahui para pengajar, namun lebih kepada kebutuhan kompetensi yang diperlukan.

Prioritas tertinggi difokuskan pada pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dapat dipelajari dengan logis serta dimungkinkan ditranfer kepada pihak lain

Pilihan; yaitu bahwa pembelajaran sejatinya diberikan pilihan terhadap topik/mata pelajaran apa yang ingin diambil. Konteks ini menjadi penting mengingat sebuat kompetensi dapat lebih cepat dan mendalam dikuasai ketika sesuai dengan minat dan kebutuhan warga belajar. Sehingga tepatlah kiranya rencana kebijakan penghapusan jurusan-jurusan di Sekolah Menengah Umum yaitu IPA, IPS dan Bahasa.

Maka, seyogianya kebijakan ini perlu disambut dengan membangun ‘agile learning’ khususnya diantara para pendidik, yaitu membangun antusias untuk membangun desain dan proses pembelajaran terbaik, demi memajukan pendidikan Indonesia.

[1] Dikutip dari E2030 Position Paper (05.04.2018).pdf (oecd.org)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image