KETERGANTUNGAN MENYEBABKAN INDONESIA DALAM JERATAN HUTANG
Politik | 2022-02-08 16:00:23KETERGANTUNGAN MENYEBABKAN INDONESIA DALAM JERATAN HUTANG
Dewasa ini, globalisasi merupakan keterkaitan dan keterkaitan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, perjalanan, budaya populer dan bentuk-bentuk interaksi yang lain, sehingga sepertinya batas antara negara tidak ada. Di era negara ini sepertinya sangat sulit bagi suatu negara untuk melepaskan diri dengan negara lain. Hubungan antar negara sepertinya menjadi suatu keharusan. Andre Gunder Frunk mengatakan bahwa negara berkembang dan terbelakang harus memutuskan hubungan dengan negara maju agar bisa maju.
Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional juga tidak bisa dihindarkan namanya pengaruh luar. Dulu Bung Karno di awal kemerdekaan mengatakan Indonesia harus menjadi bangsa/negara yang berdikari. Berdikari maksudnya adalah mampu untuk mengolah dan memajukan wilayah NKRI dengan cara tidak bergantung kepada orang luar (asing).
Namun setelah Soekarno menyatakan oleh Soeharto, ada perubahan orientasi. Soeharto sangat membuka peluang untuk masuk ke Indonesia. Inilah awal dari perusahaan asing masuk dalam membangun Indonesia. Indonesia bisa dikatakan sebagai negara yang memiliki hubungan yang sangat strategis dengan negara lain. Banyak organisasi dunia yang diikuti oleh Indonesia, seperti PBB, APEC dan ASEAN, Dengan masuknya Indonesia keranah organisasi tersebut maka Indonesia sudah menjadi bagian dari mereka.
Oleh karena itu Pembangunan ekonomi negara merupakan prasyarat mutlak bagi negara- dunia ketiga, termasuk Indonesia, untuk memperkecil jarak ketertinggalannya di ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari negara-negara industri maju. Upaya pembangunan ekonomi di negara-negara tersebut, yang umumnya diprakarsai pemerintah, agak terkendala akibat kurangnya tersedianya sumber daya ekonomi produktif, terutama sumberdaya yang sering berperan sebagai katalisator pembangunan.
Untuk mencukupi kekurangan sumber daya modal ini, maka pemerintah negara yang bersangkutan berusaha untuk sumber daya dari luar negeri melalui berbagai jenis kredit. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah ekonomi di Indonesia.
Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan di mana kehidupan ekonomi negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat sajaTeori Ketergantungan atau dikenal teori depedensi adalah salah satu teori yang melihat permasaalahan dari sudut pembangunan Negara Dunia Ketiga.
Utang luar Negeri Negara Dunia Ketiga
Tidak semua negara yang digolongkan dalam kelompok negara dunia ketiga, atau negara yang sedang berkembang, merupakan negara miskin, dalam arti tidak memiliki sumberdaya ekonomi. Banyak negara dunia ketiga yang justru memiliki kelimpahan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Masalahnya adalah kelimpahan sumberdaya alam tersebut masih bersifat potensial, artinya belum diambil dan didayagunakan secara optimal. Sedangkan sumberdaya manusianya yang besar, belum sepenuhnya dipersiapkan, dalam arti pendidikan dan ketrampilannya, untuk mampu menjadi pelaku pembangunan yang berkualitas dan berproduktivitas tinggi. Pada kondisi yang seperti itu, maka sangatlah dibutuhkan adanya sumberdaya modal yang dapat digunakan sebagai katalisator pembangunan, agar pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan lebih baik, lebih cepat, dan berkelanjutan. Dengan adanya sumberdaya modal, maka semua potensi kelimpahan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dimungkinkan untuk lebih didayagunakan dan dikembangkan.
Dengan demikian, maka pinjaman (utang) luar negeri pemerintah menjadi hal yang sangat berarti sebagai modal bagi pembiayaan pembangunan perekonomian nasional. Bahkan dapat dikatakan, bahwa utang luar negeri telah menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan perekonomian nasional yang cukup penting bagi sebagian besar negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Selama ini pembangunan ekonomi di Indonesia sangat bergantung kepada utang yang diperoleh dari hubungan bilateral maupun multilateral yang totalnya telah melampaui batas kemampuan pelunasan. Bahkan, hampir separuh dari anggaran belanja negara yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan serta program program lainnya berbau utang. Ibarat kata “gali lobang tutup lobang, pinjam uang bayar utang”. Itulah fakta yang terjadi hingga kini pemerintah Indonesia terus membuka pinjaman pinjaman baru guna menutupi kekurangan dana APBN serta untuk melunasi beban utang yang sudah jatuh tempo. Tidak dapat di pungkiri bahwa selama ini pembangunan ekonomi Indonesia di topang oleh pinjaman luar negeri .
Adanya pemasukan dari pinjaman luar negeri menjadikan pemerintah Indonesia mendapatkan tambahan pendapatan belanja dengan sangat mudah untuk merealisasikan program-program pembangunan ekonominya, namun dibalik itu semua secara tidak sadar justru pemerintah semakin terjerat kedalam lilitan beban utang luar negeri yang semakin mencekik.
Seiring berjalannya waktu, tampak seolah telah manjadi candu akut bagi pemerintah Indonesia untuk terus membuka pinjaman pinjaman baru yang mana menyababkan bertambah besar beban utang yang ada, sehingga pendapatan dalam negeri tidak akan pernah mampu untuk menutupi keperluan pembiayaan pengeluaran belanja negara. Hal tersebut dapat di lihat dari dafisit yang selalu terjadi dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah dalam APBN dimana pada akhirnya ditutupi dengan utang baru.
Dampak Utang Luar Negeri Indonesia
Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu juga halnya dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri. Dalam jangka pendek, pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini jauh lebih baik dibandingkan jika defisit APBN tersebut harus ditutup dengan pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga umum (inflationary effect) yang tinggi.
Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara debitur akibat ketergantungannya dengan bantuan asing.
Perkembangan jumlah utang luar negeri Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai konsekuensi bagi bangsa Indonesia, baik dalam periode jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam periode jangka pendek, utang luar negeri harus diakui telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pembiayaan pembangunan ekonomi nasional Dalam jangka panjang akumulasi dari utang luar negeri pemerintah ini tetap saja harus dibayar melalui APBN, artinya menjadi tanggung jawab para wajib pajak.
Dengan demikian,maka dalam jangka panjang pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah Indonesia sama artinya dengan mengurangi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia masa mendatang. , penggunaan utang luar negeri yang tidak dilakukan dengan bijaksana dan tanpa prinsip kehati-hatian, dalam jangka panjang utang luar negeri justru akan menjerumuskan negara debitur ke dalam krisis utang luar negeri yang berkepanjangan, yang sangat membebani masyarakat karena adanya akumulai utang luar negeri yang sangat besar.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.