Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image taufik sentana

Para Intelektual Kita Kemana Saja?

Eduaksi | Monday, 07 Feb 2022, 11:02 WIB
Dokpri. Kominitas pemuda tangguh aceh barat. Ilustrasi.

Para Intektual Kita Kemana Saja?

Taufik sentana

Inisiator Albanna International College Aceh. Sedang menyusun Buku Hijrah Pendidikan.

***

Pengantar:

Bila kita definisikan sederhana bahwa intelektual adalah orang yang melek belajar dan terpelajar, maka sesungguhnya kita memiliki banyak potensi intelektual, dengan beragam tipikal dan tingkatnya.

Baik yang diukur dalam skala pendidikan Islam pesantren/dayah/balai (murni) atau yang diukur lewat pendidikan formal hingga jenjang sarjana (arti sarjana adalah terpelajar).

Atau bahkan, mereka yang menjadi intelek secara non formal, lewat interaksi pengalaman dan penghayatan terhadap tanggung jawab akademik dan sosial.

Masalahnya, cukupkah label intelek itu dengan sematan "gelar" tamat sekolah semata?Inilah yang kemudian menjadi kegamangan sosial, saat para lulusan itu tak terserap oleh dunia kerja: apalagi saat adaptasi pandemi ini, setidaknya hingga dua atau lima tahun ke depan.

Ulasan:

Artinya kita bukan menafikan "intelektual yang kemudian menjadi pekerja". Tapi seberapa banyak sikap dan tanggung jawab intelek itu tampil dalam wujudnya? berupa kontribusi lebih, inovasi dan akselerasi kebudayaan kita?

Kebudayaan yang kita maksud adalah kebudayaan berbasis nilai universal Islam dengan segenap romantisme, cita rasa dan kekhasannya di Indonesia.

Lalu kembali ke poin di atas, ke mana kaum intelektual itu?

sebagian menyebut mereka sibuk di menara gading pengetahuannya. Mereka sibuk di ruang ruang Lab dan kampus kampus untuk beragam kepentingan, yang secara signifikan belum mendongkrak level pendidikan kita di skala dunia.

Sebagian lagi masuk ke dunia kerja dengan ragam tantangan dan dinamikanya, tenggelam dalam rutinitas dan kebiasaan "robotik", kebiasaan berulang.

Hingga mematikan semangat kreatif, meneliti dan mengembangkan problem solving secara terencana dan berjangka panjang.

Lalu sebagian lain, tergerus dalam pergulatan keseharian dan usaha usaha idealisme tertentu. Terutama bila dikaitkan dengan capaian finansial. Intelektual dalam kelompok ini relatif sunyi (terbaikan) dan mungkin terpinggirkan, walau bisa saja peran mereka lebih signifikan dan langsung ke denyut masyarakat kebanyakan.

Sesungguhnya, tidaklah disebut intelek, bila semata hanya terlibat dalam dialektika individualisme dan sedikitpun tak memerhatikan kontribusi dan tanggung jawab sosial. Apalagi sampai mengabaikan kehidupan Akhiratnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image