Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Estri solikhin

Kekuatan Hukum MoU Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Bisnis | Sunday, 06 Feb 2022, 15:49 WIB

"Sepanjang suatu MoU telah memenuhi komponen dari syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerd, yang terdiri dari kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, mengenai suatu hal tertentu, dan kausa yang halal, maka MoU tersebut mengikat dan berlaku bagaikan undang-undang bagi para pihak."

Meningkatnya perkembangan ekonomi di tanah air memberikan dampak masifnya pelaku usaha yang lahir, baik secara pribadi maupun badan hukum. Perkembangan tersebut membuka jalan bagi para pelaku usaha untuk saling bekerjasama, sehingga dalam dunia bisnis untuk mewujudkan kerjasama tersebut dikenal suatu istilah Memorandum of Understanding ("MoU").

Dalam bahasa Indonesia istilah MoU dapat diterjemahkan sebagai "nota kesepakatan", "nota kesepahaman", "perjanjian kerja sama", "perjanjian pendahuluan". Namun, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPerd") tidak dikenal istilah Nota Kesepahaman. Pembuatan MoU pada umumnya dilakukan ketika para pihak akan mengadakan suatu hubungan hukum, contohnya seperti melakukan kerjasama dalam bisnis. Isi dari sebuah MoU meliputi suatu kehendak oleh salah satu pihak yang ditujukan kepada pihak lain, dengan harapan pihak lain tersebut dapat menunjukkan niat yang sama dan memberikan respon positif atas MoU yang ia terima. Sehingga tujuan dibuatnya MoU adalah sebagai langkah awal untuk mengadakan hubungan hukum antara satu pihak dengan pihak yang dimaksud dalam MoU tersebut.

Adapun sebagian pihak berpendapat bahwa MoU merupakan suatu kesepakatan di antara para pihak untuk berunding dalam rangka membuat perjanjian di kemudian hari, artinya pembuatan MoU disamakan seperti membuat letter of intent. Dimana isi dalam surat tersebut adalah sebatas aspirasi, minat, dan syarat dasar pihak pembuat kepada pihak yang akan menerima MoU tersebut, untuk membangun suatu hubungan hukum bersama dikemudian waktu. Dengan demikian nota kesepahaman atau MoU tidak termasuk sebagai perjanjian atau kontrak, karena perjanjian yang dimaksud sendiri belum terbentuk.

Lantas bagaimana dengan kekuatan hukum dari suatu MoU?

Apabila mengambil dari sudut pandang KUHPerd kekuatan hukum dari suatu MoU dapat dibuktikan dengan mengacu kepada Pasal 1320 KUHPerd yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Mengapa demikian? Karena menurut Pasal 1338 KUHPerd, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, dan salah satu komponen dari syarat sah perjanjian adalah bagaimana para pihak yang bersangkutan sepakat atas perjanjian tersebut.

Dengan uraian diatas maka untuk menilai kekuatan hukum dari suatu MoU perlu dicocokkan dengan komponen-komponen dalam syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerd, antara lain:

1. Adanya Kesepakatan

syarat ini mengartikan bahwa para pihak atas kehendak masing-masing setuju untuk mengikatkan diri terhadap suatu hubungan hukum yang akan terjalin diantara keduanya, atas pertimbangan penawaran dan penerimaan yang telah dipaparkan oleh masing-masing pihak. Suatu kesepakatan dinilai tercapai bisa dari lisan, tulisan, maupun gerak gerik seperti mengatakan "setuju", "iya", anggukan, jabat tangan, dan sebagainya yang pada intinya konotasi respon tersebut bersifat positif.

2. Kecakapan

maksud dari syarat kecakapan adalah kemampuan seseorang atau suatu pihak untuk melakukan perbuatan hukum. Di Indonesia seseorang pada umumnya dikatakan cakap menurut hukum apabila ia sudah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, atau apabila dibawah umur tersebut ia sudah menikah.

3. Suatu hal tertentu

syarat ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Sehingga, suatu perjanjian dapat dinyatakan tidak sah apabila objek dari perjanjian tersebut tidak jelas.

4. Kausa yang Halal

singkatnya syarat ini mengharuskan bahwa isi dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas untuk menentukan kekuatan hukum dari suatu MoU, maka langkah yang bisa dan perlu dilakukan adalah mengkaji kembali apakah isi dari MoU tersebut telah memenuhi komponen syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerd. Hal ini didasarkan pada praktiknya, masih banyak pihak yang mengkategorikan MoU sebagai salah satu bentuk perjanjian, atau bahkan membuat dokumen perjanjian yang diberi label MoU, sehingga klausula dalam MoU tersebut juga meliputi hak dan kewajiban para pihak.

Kesimpulannya sepanjang suatu MoU telah memenuhi komponen dari syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerd, yang terdiri dari kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, mengenai suatu hal tertentu, dan kausa yang halal, maka MoU tersebut mengikat dan berlaku bagaikan undang-undang bagi para pihak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image