Menafsir PKB alat Politik NU
Agama | 2022-02-04 11:02:00Oleh : Akhmad Sururi
Beberapa hari yang lalu beredar berita pemanggilan Ketua PCNU terkait keterlibatan dengan politik praktis. PBNU memanggil secara resmi dua PCNU terkait dengan kunjungan Cak Imin di kota tersebut.
Apa yang dilakukan oleh PBNU dalam rangka membersihkan NU dari kepentingan politik praktis. Hal ini menjadi komitmen Gus Yahya saat sebelum terpilih menjadi Ketua Umum PBNU.
Beragam tanggapan yang muncul terkait dengan hal tersebut. Muncul kalimat, PKB bukan memperalat NU untuk kepentingan politik tapi PKB menjadi alat NU untuk berpolitik.
Kedua PCNU yaitu Kab Banyuwangi dan Sidoarjo telah memberikan klarifikasi kepada PBNU tentang hal tersebut. Selanjutnya Gus Yahya selaku Ketua Umum memberikan arahan bahwa NU tidak boleh terlibat dengan kegiatan politik praktis.
Ada hal yang mesti menjadi perhatian kita bersama. NU secara kelembagaan tidak terlibat dengan politik praktis. Sehingga muncul adagium NU ada dimana dan tidak kemana mana. Ini sebuah tafsir khitah yang pada satu sisi menguntungkan NU disisi yang lain akan mengurangi suara PKB sebagai partai yang secara geneologis besutan dari tokoh NU ( Gus Dur, Gus Mus dll ).
Bagi warga NU tentu kalimat yang muncul dari Ketua Umum PBNU sudah bisa difahami secara bijak dan arif. Kita bisa memahami dengan mendudukan persoalan pada porsinya ketika status NU sebagai ormas keagamaan dan PKB sebagai partai politik yang bersentuhan dengan kekuasaan.
Sehingga yang perlu dibangun adalah simbiosis mutualisme dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekuasaan membutuhkan spirit keagamaan dan gerakan keagamaan membutuhkan dukungan politik.
Terlepas dari kepentingan siapa dibalik PBNU sekarang yang jelas politik itu dinamis yang akan memunculkan sekian tafsir politik dengan sudut pandang yang berbeda. Persoalan akankah berpengaruh terhadap suara PKB pada pemilu 2024 ? Ini tidak bisa terjawab dengan pasti saat sekarang. Terlali dini untuk menjawab karena ada proses komunikasi politik yang akan mempengaruhi suara PKB. Pemilu yang masih dua tahun lagi hari ini belum bisa ditebak siapa partai yang terbesar nanti
Sangat difahami bahwa warga NU yang sekian juta ini tentu aspirasi politik harus diarahkan yang jelas sehingga tidak lantas menjadi buih di tengah lautan ( tidak punya kekuatan ). Ini penting karena warga NU punya hak berpolitik yang membutuhkan arahan terutama di tingkat grass root .
Oleh karena itu pemilu 2024 yang tinggal 2 tahun lagi menjadi petaruhan PKB untuk menduduki peringkat terbesar secara nasional. Modal politik dan strategi yang terkumpul hari ini sebagai persiapan nanti agar dihitung cermat. Sehingga kekhawatiran pengaruh pernyataan Ketum PBNU terhadap menurunnya suara PKB akan bisa dihindari. Bahkan dengan pernyataan tersebut akan menguatkan komitmen bersama untuk membesarkan PKB.
Ini sangat penting karena demokrasi akan dihitung dengan kekuatan suara dalam pemilu. Untuk menguatkan suara sebagai kekuatan politik yang akan bermuara pada kekuasaan dibutuhkan soliditas dan kedewasaan warga NU dalam berpolitik, itulah pentingnya pendidikan politik untuk warga NU
Jadi bagi penulis, PKB menjadi alat politik warga NU sah sah saja. Karena kebesaran NU bisa ditopang dengan kekuatan politik yang dikawal oleh PKB sebagai partai yang secara historis dilahirkan oleh tokoh tokoh NU. Hadirnya PKB menjadi saluran politik yang selama orde baru saluran tersebut tersumbat, sehingga memasung warga NU dalam area politik tertentu.
Kebebasan berpolitik yang dirumuskan dalam khithoh NU tidak berarti menganjurkan bebas memilih tanpa pertimbangan dan arahan tertentu bagi warga NU.
Ada sembilan point pedoman berpolitik bagi warga NU.Untuk yang ke 9 bahwa " Berpolitik bagi NU menuntut komunikasi kemasyarakatan timbal balik dengan pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsi sebagai sarana masyarakat untuk berserikat menyatukan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan "
Pedoman yang ke 9 ini menjadi renungan dan pemikiran kita bersama dalam rangka mengusung aspirasi dan mewujudkan ormas yang mandiri. Hal tersebut tentu membutuhkan seperangkat atau alat untuk mencapai tujuan dimaksud.
Pasca reformasi tentu tafsir khitah bisa bergeser sesuai dengan konteks sosial dan politik bangsa yang berkembang.
Bagi Nahdliyyin ada pemahaman bahwa PKB menjadi saluran apirasi politik dengan pertimbangan ideologis. Dengan pemahaman ini maka akan menjadi ikatan ideologis dalam konteks melestarikan dan mempertahankan ajaran Ahlusunah wal jamaah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai prinsip dalam perjuangan.
NU sebagai kekuatan civil society dalam kehidupan bernegara dan berbangsa membutuhkan sinergitas dengan komitmen membangun politik kebangsaan yang bermartabat dan demokratis serta berakhlakul karimah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.