Sebagai Seorang Muslim Apapun Kedudukannya Wajib Berupaya Menjaga Marwah Islam
Agama | 2022-02-04 06:34:41Saya benar-benar miris mendengar dan menyaksikan berita-berita kasus yang melibatkan atas nama Islam di negara kita. Betapa tidak, berkali-kali marwah Islam dan aktivitas dakwah terutama dunia pendidikan pondok pesantren sedang dinodai oknum-oknum yang seharusnya menjadi penggawa marwah Islam dan segala aktivitas yang berhubungan dengan Islam.
Entah apa yang terjadi, sejak terbongkarnya kebejatan seorang “ustadz” di salah satu pondok pesantren di Cibiru Bandung, bermunculan kasus serupa di beberapa pondok pesantren. Belum tuntas kasus Cibiru Bandung, meskipun jumlah korbannya tidak sama, sudah muncul kasus serupa di salah satu pondok pesantren di Jombang, hanya saja pelakunya yang konon anak kiai terkemuka dinyatakan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) (Republika. co.id, Jumat 14 Januari 2022, 15:10 WIB).
Kasus Jombang belum usai, muncul lagi kasus serupa di Pamekasan Madura. Kini pelakunya Habib YS. Meskipun sempat terjadi kesalahpahaman dengan jamaah pendukung Habib YS, kini ia sudah dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Pamekasan (Republika.co.id, Rabu 02 Feb 2022, 23:21 WIB)
Saya tak habis pikir dengan peristiwa-peristiwa tersebut. Mungkinkah ini yang diprediksi Syeikh Muhammad Abduh, seorang ulama Mesir yang pernah mengatakan, kelak Islam akan terhalang, ternodai oleh perilaku orang-orang Islam sendiri (al Islamu mahjubun bil muslim). Atau secara filsafat, mungkinkan sekarang waktunya yang diprediksi J. J. Rousseau, filosof asal Perancis?
Dalam suatu kesempatan ia pernah berujar, semakin banyak orang pandai, semakin sulit dicari orang jujur. Manusia modern lebih senang mempertajam akal dan mengesampingkan hati nurani. Lebih senang menumpuk ilmu di otak dan miskin kemuliaan akhlak.
Atau mungkinkah kita telah masuk ke dalam pusaran masa ruwaibidhah sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah? Masa ruwaibidhah merupakan masa-masa terbaliknya akhlak manusia.
Orang jujur disingkirkan seraya mengagung-agungkan pembohong laksana orang jujur. Pengkhianat dipercaya sebagai pengawal kepentingan umat seraya mengenyahkan orang-orang yang amanah. Orang cerdas berakhlak mulia dibungkam dan disingkirkan seraya menjadikan orang-orang yang hanya pandai beretorika sebagai panutan.
Kehadiran Islam ke muka bumi adalah untuk menyelamatkan kehidupan manusia agar kembali kepada kehidupan mulia seperti nenek moyangnya dahulu hidup mulia di sorga. Dengan kata lain, kehadiran Islam ke muka bumi adalah untuk kembali melangitkan manusia tanpa melupakan pijakan kakinya di muka bumi. Langkah utama kembali melangitkannya adalah dengan memperbaiki akhlak sebagaimana misi yang diemban Rasulullah saw.
Apabila kita telusuri, ibadah apapun yang diperintahkan dalam ajaran Islam akhirnya bermuara kepada kemuliaan akhlak. Jika tidak ada perbaikan dan dampak terhadap meningkatnya kemuliaan akhlak, sia-sialah ibadah yang kita lakukan.
Dua kalimah syahadat yang kita ucapkan merupakan ikrar keyakinan kepada Allah dan ke-Rasul-an Muhammad saw disertai kesiapsiagaan untuk mengikuti setiap perintah Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan segala hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Sementara konsistensi ikhtiar sekuat tenaga berbuat baik kepada sesama makhluk Allah merupakan konsekuensi dari syahadat lainnya.
Seorang muslim yang baik akan senantiasa menjaga kondisi hatinya agar selalu diliputi keyakinan kepada Allah; menjaga hatinya dari prasangka jelek kepada-Nya dan kepada sesama manusia. Ia sangat menjaga seluruh anggota tubuhnya agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis.
Keselamatan diri, keluarga, dan orang lain selalu menjadi perhatiannya sebab hakikat dari muslim adalah kesiapsiagaan untuk menyelamatkan diri, keluarga, dan orang lain. Seorang muslim tak selayaknya bersikap egois dalam melaksanakan ibadah. Ia tak akan rela membiarkan orang lain berkubang dalam kemaksiatan. Karenanya, seorang muslim tak akan berhenti melaksanakan amar ma’ruf - nahyi munkar.
Diri sendiri dan keluarga merupakan sasaran pertama dalam melakukan dakwah dan perbaikan. Seorang muslim yang baik berkomitmen untuk selalu menjadi orang pertama dalam melaksanakan kebaikan dan menjauhi segala perkara yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Dengan cara seperti ini, diharapkan menjadi teladan bagi orang lain, sehingga lisannya tajam ketika melaksanakan amar ma’ruf-nahyi munkar.
Seorang muslim yang baik akan merasakan seperti hidup di rumah kaca yang tembus pandang. Apapun yang dilakukannya akan senantiasa diperhatikan Allah dan semua orang. Oleh karena itu, seorang muslim yang baik akan bersikap hati-hati dan waspada terhadap segala perkara yang ia lakukan, baik ucapan maupun perbuatan.
Kewaspadaan pertama yang ia lakukan adalah menjaga kemuliaan Islam itu sendiri. Jangan sampai perbuatan yang dilakukannya mengakibatkan citra Islam menjadi jelek di hadapan manusia, terutama di hadapan orang-orang nonmuslim. Jika citra Islam sudah jelek di hadapan nonmuslim, mana mungkin mereka akan tergerak untuk mempelajari dan memeluk Islam.
Ketundukan penduduk Makkah kepada Rasulullah saw bukanlah karena pidato atau ceramahnya yang berapi-api. Bukan pula karena tabligh akbar yang ia selenggarakan, bukan pula karena popularitas yang ia sandang. Namun, ketundukan dan lunaknya hati penduduk Makkah dalam mengikuti Rasulullah saw dan memeluk Islam adalah karena Rasulullah saw memperlihatkan keteladanan yang pantas diikuti semua orang.
Ia senantiasa berdakwah dengan memberikan keteladanan yang baik. Setiap ayat al Qur’an yang Allah wahyukan, setiap perintah Allah yang ia terima, dialah orang pertama yang melakukannya. Ia tak pernah menyuruh para sahabatnya untuk berbuat suatu kebaikan, sementara dirinya tidak melakukannya. Demikian pula dalam hal perkara yang diharamkan Allah, ia pun menjadi orang pertama yang menjauhinya.
Kondisi Rasulullah saw seperti inilah yang melunakkan penduduk Makkah memeluk Islam. Dakwah keteladanan yang dilakukan Rasulullah saw menjadikan ajaran Islam itu nyata dalam kehidupan. Kemuliaan, kedamaian, ketenangan, dan keselamatan yang dijanjikan Islam itu benar-benar dirasakan penduduk Makkah pada waktu itu.
Dalam hal kesemarakan dakwah, kita patut berbangga diri dengan kesemarakan dakwah seperti pada saat ini. Hampir semua media, baik cetak maupun elektronik selalu menampilkan sessie dakwah Islam baik secara lisan, tulisan, audio, maupun visual. Namun, satu hal yang kurang dalam dakwah kita pada saat ini adalah dakwah dengan keteladanan seperti yang dilakukan Rasulullah saw.
Kita dan para da’i kurang memperhatikan kewaspadaan dalam menjaga marwah atau harga diri dan miskin dalam memberikan keteladanan. Maaf, tak sedikit da’i yang nampak seperti selebritis, terjebak dalam pusaran gossip yang menyesakkan dada umat. Tentu saja hal ini akan mengurangi marwah seorang da’i dalam menyampaikan ajaran Islam.
Keteladanan menjadi kurang di hadapan umat meskipun umat masih terpukau dengan keluasan ilmu dan retorikanya dalam berceramah. Akhirnya, dakwah yang disampaikan hanya menjadi hiburan dan tontonan belaka, tak menjadi tuntunan, apalagi dijadikan pedoman dalam meniti tangga kehidupan.
Hasan al Bashri, seorang ulama salaf yang shaleh menekankan agar siapapun yang telah berikrar menjadi seorang muslim, ia memiliki kewajiban untuk menjaga marwah diri dan Islam. Akhlak baik yang dilandasi keteguhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam harus selalu ia jaga. Tegas dalam melaksanakan amar ma’ruf - nahyi munkar dalam bingkai akhlak mulia.
Ilmu yang telah ia miliki dihiasai dengan sikap bijak dan kasih sayang dalam menyebarkannya. Pertimbangan berbicara dengan mengedepankan kemaslahatan dan kemudaratan selalu ia perhatikan. Cercaan dan hinaan ketika melaksanakan amar ma’ruf-nahyi munkar tidak menjadikan dirinya patah semangat, namun ia menghadapinya dengan penuh kesabaran.
Kehidupan duniawinya tidak glamor. Kesederhanaan dan tidak bersikap boros selalu menghiasi diri meskipun ia memiliki harta yang cukup untuk bergaya hidup glamor. Demikian pula, ia tak bersikap kikir dengan harta. Ia selalu mengeluarkan hartanya untuk mendukung tetap tegaknya kemuliaan Islam seraya tetap menjaga nilat lurus, lillahi ta’ala.
Sudah saatnya kita memberikan keteladanan Islami kepada semua orang dalam semua tatanan kehidupan. Dengan cara seperti ini kita akan termasuk orang yang memiliki komitmen berpegang teguh terhadap keislaman.
Kita berharap kasus oknum “ustadz” di Cibiru Bandung, kasus anak Kiai di Jombang, atau kasus terbaru Habib YS di Pamekasan tidak menyurutkan kepercayaan orang terhadap aktivitas dakwah Islamiyah, meskipun komentar dan nada-nada nyinyir sudah pasti kita dapatkan terutama dari para netizen.
Kasus-kasus miring yang menimpa Islam di negara kita akhir-akhir ini harus dijadikan pelajaran dan pendorong kuat bagi kita untuk menjaga marwah Islam, dan kembali menampilkan wajah kemuliaan Islam yang rahmatan lil’alamin. Kita wajib berupaya menjadikan Islam semakin dikagumi, bukan malah sebaliknya. Islam menjadi semakin ditakuti yang melahirkan orang bersikap phobia terhadap Islam dan segala aktivitasnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.