Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Ekonomi Syariah dan Pesantren Teroris

Politik | 2022-02-02 17:25:46
Wakil Presiden Republik Indonesia KH Ma'ruf Amin. (Foto Ist)

Pertarungan antara haq dan batil akan terus berlangsung tanpa henti bahkan hingga hari kiamat nantinya. Ini ibarat antara dua kubu. Kubu malaikat dan kubu iblis yang selalu kontra. Secara istilah dapat disebut paradoks.

Dalam tulisan ini hendak menjelaskan sedikit tentang paradoks gebyar ekonomi syariah yang digaung pemerintah sebagai sebuah keunggulan dan isu miring pesantren teroris yang dilemparkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), juga tuduhan masjid sebagai pusat penyebaran paham radikal oleh Kepolisian, karenaya perlu dilakukan pemetaan.

Direktur Keamanan Negara Badan Intelejen dan Keamanan Polri Brigjen Umar Effendi mengatakan, Polri berencana melakukan pemetaaan masjid sebagai upaya pencegahan penyebaran paham radikal (Republika.co.id)

Rencana ini, kata dia, merujuk pada masih banyaknya masjid yang berindikasi sebagai pusat penyebaran paham radikal.

Membaca pernyataan oknum pejabat diatas seakan negara sedang "menyerang" Islam melalui narasi radikalisme, terorisme, dan membangun islamofobia. Mengapa kaum muslimin dan ekosistem Islam dikepung?

Selain masjid, pesantren juga disorot dan menjadi sasaran propaganda terorisme. Konon menuding pesantren sebagai tempat radikalisme dan kemudian melahirkan terorisme. Padahal bagi umat Islam pesantren merupakan tempat menimba ilmu dan terbukti telah melahirkan ribuan ulama-ulama besar.

Pertanyaannya adalah mungkinkah pesantren sebagai tempat mencetak terorisme?

Dari penjelasan singkat diatas, maka dapat disimpulkan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengklaim masjid dan pesantren sebagai sarang terorisme. Tuduhan ini bersifat prematur dan general.

Jika ditinjau dari aspek sejarah, Indonesia adalah negara yang sangat identik dengan pesantren/dayah/pondok. Ribuan pesantren telah ada sejak Islam masuk ke Nusantara yang kemudian menjadi Indonesia. Bahkan banyak kerajaan yang didirikan berdasarkan syariat Islam.

Keberadaan pesantren di Nusantara berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Disini para santri (anak didik dayah) belajar tentang berbagai ilmu agama seperti ilmu tauhid, fiqih, muamalah, dan siyasah.

Siyasah adalah suatu aktifitas yang dilakukan seseorang, sekelompok masyarakat, atau negara guna memperbaiki keadaan yang buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik.

Sehingga pesantren menjadi mercusuar yang menjadi sumber cahaya ilmu agama dan sosial politik yang menguatkan negara atau kerajaan. Singkat kata pesantren dan Indonesia adalah satu ekosistem yang saling mendukung dan menguatkan ke-indonesiaan.

Pesantren di Indonesia berjumlah sekitar 26 ribuan yang terdata di Kementerian Agama. Di mana pelajaran utama pesantren dari dulu untuk mendidik siswa-siswi untuk taat dalam beragama, cinta NKRI dan nasionalisme.

Pada era sekarang pesantren pun semakin maju dan berkembang. Tempat mondok para santri itu tidak saja berfungsi sebagai madrasah namun bertransformasi menjadi elemen ekonomi syariah dan santripreuneurs.

Semangat menggiring pesantren sebagai bagian dari ekosistem ekonomi syariah dicetuskan oleh wakil presiden KH Ma'ruf Amin. Semangat ini dilatarbelakangi oleh karena besarnya potensi Islam dan muslim yang dapat dijadikan sebagai sumber keuntungan bagi Indonesia.

Tak pelak Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun diganjar Bapak Pelopor Ekonomi Syariah no oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry. Gelar tersebut diberikan kepada Ma'ruf di sela kunjungan kerjanya ke Aceh beberapa waktu lalu.

Gelar itu diberikan atas kontribusi dan komitmen Ma'ruf dalam pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Sampai disini kelihatannya antara BNPT dan Lembaga Wakil Presiden tidak seriring sejalan. Satu sisi ingin dimanfaatkan untuk branding negara dengan ekonomi syariah terbesar dunia. Tetapi di sisi lain dijatuhkan marwah pesantren dengan label dan stigma negatif terorisme.

Ini semacam ada standar ganda yang sedang berlangsung. Ada pihak yang mengangkat dan ada pula yang menjatuhkan. Permainan diatur sesuai kepentingan. Celakanya hal ini dilakukan oleh institusi formal.

Namun demikian Pengurus Harian Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Makmun Rasyid mengatakan bahwa BNPT tidak sedang menstigmasisasi pondok pesantren.

“Saya membaca semua pernyataan yang dikeluarkan BNPT soal pesantren ini. Saya tidak melihat adanya generalisasi, misalnya mengatakan ‘pesantren di Indonesia ini berjejaring dengan kelompok teroris’ atau lainnya. Angka yang disebutkan menunjukkan secara jelas bahwa dari ribuan pondok pesantren di Indonesia, ada sebagian yang berjejaring atau terafiliasi dengan kelompok terlarang,” terangnya. **

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image