harta gono gini dalam islam
Info Terkini | 2022-01-28 20:33:00Harta gono gini dalam islam
Hukum Islam (Al-Qur’an, Sunnah, dan Fiqh) mengenal tentang adanya harta bersama atau harta gono gini? Dalam Al-Qur’an, Sunnah dan Fiqh tidak terlihat adanya harta bersama dalam suami istri, akan tetapi dalam islam dikenal adanya pemisahan harta antara suami dan istri.
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun” (Q.S. An-Nisa’-12).
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah diatur mengenai harta bersama atau harta gono-gini dalam Bab XIII tentang Harta Kekayaan Dalam Perkawinan, dari Pasal 85 hingga Pasal 97. Singkatnya, apabila terjadi perceraian antara suami istri (baik cerai mati ataupun perceraian yang dilakukan dipengadilan agama) mengikat aturan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 97 yang mengatur mengenai harta bersamaPasal 97
“Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”
Dalam Islam mengenal mengenai diadakannya perdamaian jika antara mantan suami dan mantan istri berselisih, terlebih mengenai masalah harta bersama. Idealnya, ketika pasangan suami istri yang bercerai dan mempermasalahkan tentang harta bersama atau gono gini, terdapat dua pilihan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, yaitu :
1.Perdamaian secara syariat Islam2.Pembagian Harta Bersama di Pengadilan Agama
Perdamaian memiliki derajat yang tinggi dan sudah sepantasnya didahulukan oleh umat Islam, sebagaiman firman Allah SWT mengenai perdamaian sebagai berikut:
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allâh, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” [QS An-Nisa’ 4:114]
Hukum Islam pada Pasal 97, telah diatur bahwa masing-masing janda dan duda memiliki hak setengah bagian (50:50) dari harta bersama yang didapat selama perkawinan. Tentunya tidak semua harta dapat dibagi atau dikategorikan sebagai harta bersama. Dalam Pasal 87 KHI dikenal pula harta bawaan yang secara khusus tidak dapat dikategorikan sebagai harta bersama.
Pasal 87
(1) Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Dalam Kompilasi Hukum Islam dikenal pula mengenai hutang bersama, tentunya hutang bersama yang diatur dalam Pasal 93 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa tidak semua hutang istri atau suami dapat dikategorikan sebagai hutang bersama.
Pasal 93
1.Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing.2.Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama.3.Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami.4.Bila harta suami tidak ada atau mencukupi dibebankan kepada harta isteri
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.