Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Mewujudkan Siswa yang Terampil Berpikir Kritis

Eduaksi | Wednesday, 26 Jan 2022, 11:45 WIB

Jutaan orang setiap harinya menggunakan fasilitas internet. Di Indonesia saja tidak kurang dari 200 juta orang pengguna internet aktif. Dikutip dari berita kompas.com, pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 persen. Hal tersebut dimuat dalam laporan terbaru yang dirilis oleh layanan manajemen konten HootSuite, dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk "Digital 2021".

Derasnya informasi yang mengalir melalui media internet ini sudah tidak mungkin dibendung lagi. Mengalir begitu deras di semua bidang kehidupan, sehingga semua bidang terkena dampaknya baik secara positif maupun negatif. Tentu saja kita tidak bisa menghentikan lajunya arus yang semakin deras dari hari ke hari. Yang bisa lakukan adalah berusaha untuk bijak menangani setiap dampak yang diterima akibat teknologi informasi. Dampak positif akan memberikan banyak kemudahan dalam menyelesaikan setiap pekerjaan, namun dampak negatifnya pun harus disikapi dan dihadapi dengan arif dan bijaksana.

Di bidang pendidikan, untuk mengatasi dampak negatif dari kemudahan informasi tersebut pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merumuskan paradigma pembelajaran abad 21 yang menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu informasi dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis dan kerjasama serta kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Di abad ke-21 ini, pembelajaran tidak hanya berpusat pada kemampuan kognitif, tetapi juga mencakup sejumlah keterampilan personal dan sosial yang harus dimiliki peserta didik.

Siswa yang Terampil (dokumen pribadi)

Abad 21 menuntut adanya keterampilan peserta didik untuk siap menghadapi tantangan yang ada. Keterampilan tersebut diistilahkan dengan 4 C, yang merupakan singkatan dari Critical Thinking atau berpikir kritis, Collaboration atau kemampuan bekerja sama dengan baik, Communication atau kemampuan berkomunikasi, dan Creativity atau kreatifitas. Keterampilan berpikir kritis sebagai elemen dari 4 C memiliki tujuan utama untuk mengarahkan peserta didik agar dapat menyelesaikan masalah (problem solving). Pola pikir yang kritis juga perlu diterapkan agar peserta didik dapat melatih diri untuk mencari kebenaran dari setiap informasi yang didapatkannya. Keterampilan ini sangat diperlukan untuk mengatasi dampak negatif dari akses informasi tak terbatas era revolusi industri 4.0.

Apa itu berpikir kritis? Istilah berpikir kritis sudah menjadi kosakata sehari-hari. Kita sangat familiar dengan istilah ini sampai-sampai kebanyakan orang memahami istilah ini secara subjektif. Biasanya, istilah berpikir kritis dikaitkan dengan kemampuan ‘menganalisis’, ‘membangun konsep’, ‘.... dalam memecahkan masalah’, dan lain-lain. Semua istilah yang terkait ‘berpikir’ tersebut bukan berpikir kritis, tapi proses berpikir yang berkaitan dengan berpikir kritis.

Definisi berpikir kritis telah dirumuskan oleh Brooke Noel Moore dan Richard Parker (ilmuwan psikologi, peneliti berpikir kritis). Moore dan Parker mendefinisikan berpikir kritis sebagai berikut: “as the careful, deliberate determination of whether one should accept, reject, or suspend judgment about a claim and the degree of confidence with which one accepts or rejects it.” Keputusan seseorang yang penuh sadar dan hati-hati untuk menerima, menolak, atau menangguhkan penilaian terhadap suatu klaim dan derajat keyakinannya dalam ia menerima atau menolak klaim tersebut.

Apa saja kemampuan berpikir kritis generasi abad 21? Pertama, menjelaskan, kemampuan anak untuk menjelaskan sesuatu atau mengemukakan idenya terhadap suatu objek, peristiwa, ataupun pengalamannya sendiri. Kedua, evaluasi, kemampuan untuk melakukan evaluasi atau penilaian terhadap sesuatu berdasarkan sudut pandangnya. Ketiga, memprediksi, kemampuan untuk melakukan prediksi apa yang akan terjadi berdasarkan apa yang sudah diketahui sebelumnya. Keempat, berkarya, ketika dilibatkan dalam suatu topik, anak melakukan eksperimen dengan mengeksplorasi pengetahuannya. Kelima, mengembangkan hipotesis, meluangkan waktu untuk membentuk hipotesis selama bermain adalah latihan berpikir kritis yang membantu mengembangkan keterampilan. Keenam, penyelesaian masalah sederhana, kemampuan anak untuk menemukan solusi atas masalah yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari.

Apa yang harus dilakukan untuk menstimulasi anak berpikir kritis? Pertama, dorong anak untuk menjelaskan sesuatu. Bicaralah dengan anak tentang suatu hal yang terjadi dan dorong mereka untuk memanfaatkan pengetahuannya dan keterampilan penalaran mereka untuk memberikan penjelasan, serta alasan untuk membuat kesimpulan tentang hal tersebut. Kedua, dorong anak untuk dapat melakukan evaluasi. Dorong anak untuk mengemukakan pendapat mereka sendiri tentang berbagai objek, peristiwa ataupun pengalaman, libatkan mereka untuk mengevaluasinya. Mintalah mereka untuk mengemukakan pendapatnya tentang hal tersebut. Ketiga, beri komentar dan ajukan pertanyaan yang mendorong anak untuk membantu prediksi Ketika membacakan cerita, orang tua dan guru dapat meminta anak untuk menebak kelanjutan isi cerita sebelumnya menceritakannya dengan utuh. Keempat, dorong anak untuk dapat membangun hipotesis. Dorong dan berikan penguatan pada anak tentang hasil yang dia dapatkan dari kegiatannya. Kelima, dorong anak untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya Ketika anak menemukan masalah, ajukan pertanyaan seperti, "apa ide lain yang bisa kita coba?"

Dengan terampilnya siswa berpikir kritis diharapkan kedepannya mereka mampu belajar lebih ekonomis, yaitu bahwa apa yang diperoleh dan pengajarannya akan tahan lama dalam pikiran siswa; cenderung menambah semangat belajar dan antusias baik pada guru maupun pada siswa; diharapkan siswa dapat memiliki sikap ilmiah; dan siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah baik pada saat proses belajar mengajar di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata yang akan dialaminya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image