Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dwi Nesa

Ancaman Genosida Muslim India dan Absennya Hak Asasi Manusia

Agama | Tuesday, 25 Jan 2022, 10:05 WIB

"Jika 100 dari kita siap untuk membunuh dua juta dari mereka, maka kita akan menang dan menjadikan India sebagai negara Hindu. Bersiaplah untuk membunuh dan masuk penjara!". Seruan genosida itu disampaikan oleh seorang biksu Hindu sayap kanan di India, Pooja Shakun Pandey. Disambut dengan sorakan gembira para pendukungnya. Ini bukanlah awal genosida, melainkan satu dari rangkaian proses menuju genosida.

Muslim India selama beberapa dekade telah mengalami diskriminasi dan semakin memburuk sejak BJP (Partai Bharatiya Janata) berkuasa. Salah satu bentuk diskriminasi yaitu Amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan yang memberikan kewarganegaraan bagi kaum minoritas tapi mengecualikan muslim.

Menurut Gregory Stanton, pendiri dan direktur Genocide Watch bahwa skenario di India mirip dengan di Myanmar. Dimana muslim Rohingya dicabut kewarganegaraannya, kemudian diusir dan terjadilah genosida pada tahun 2017 (merdeka.com,19/1/2022). Sangat mungkin genosida terhadap muslim di India benar-benar terjadi seperti di Myanmar. Ibarat bom waktu, genosida muslim di India tinggal menunggu waktu saja.

Apa yang dialami 200 juta muslim di India, hampir sama dengan apa yang dialami muslim di berbagai belahan bumi lainnya. Muslim sebagai minoritas di negaranya banyak yang mengalami diskriminasi. Sebagai contoh pembantaian muslim Uighur di China, genosida muslim Rohingya di Myanmar, hingga pembersihan etnis muslim di Afrika Tengah.

Di wilayah Eropa bentuk diskriminasi berupa kebijakan pemerintah yang menghalangi pelaksanaan tuntunan syariat, seperti pelarangan cadar di Prancis dan Belgia. Di Inggris ada aturan menyembelih hewan tidak boleh dengan tuntunan syariat, hewan harus disetrum dulu. Di Jerman, Swiss, dan Austria ada larangan khitan. Sementara di beberapa daerah di Italia melarang warganya berpuasa termasuk muslim demi alasan kesehatan.

Tak hanya minoritas yang mengalami diskriminasi, bahkan di Palestina yang mayoritas pun muslim dibantai, diusir dari rumah, dipenjara tanpa alasan, dilarang sholat di masjid Al-Aqsa, dan berbagai macam penindasan keji telah mereka alami. Zionis Israel berlindung di balik nama besar Amerika Serikat, sang adidaya. Menjadikan pemimpin-pemimpin muslim tak mampu berbuat banyak selain mengutuk dan mengecam.

Lalu di mana para penyeru Hak Asasi Manusia (HAM)? Di mana PBB? Tak terdengar suara lantang mereka. Konon katanya HAM merupakan hak universal yang dimiliki manusia tanpa memandang faktor-faktor seperti etnisitas, nasionalitas, agama, dan jenis kelamin. Hak-hak asasi itu diantaranya hak untuk hidup, hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan, hak tanpa ada diskriminasi, hak asasi ekonomi, politik, dan sebagainya. Akan tetapi, sejak awal diumumkannya HAM menjadi peraturan internasional yaitu pasca diumumkannya Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948, diskriminasi tetaplah berlanjut.

Untuk mengokohkan posisi HAM sebagai peraturan internasional, AS menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya. Departemen Luar Negeri AS selalu melakukan evaluasi tahunan terkait HAM. Sejauh mana penerapan HAM di berbagai negara. Evaluasi tersebut menjadi dasar menentukan sikap AS terhadap negara-negara yang dianggap tidak menerapkan prinsip-prinsip HAM. Tapi daftar hitam negara yang buruk pelaksanaan HAM-nya tidak pernah mencantumkan Israel.

Ada negara-negara melanggar HAM, tapi AS menutup mata dan PBB tak bersuara. Karena garis kebijakan negara-negara itu dipandang masih sejalan dengan kepentingan AS. Sebagai contoh sikap AS terhadap Israel dan Rusia. Juga terhadap pelanggaran HAM di Bosnia-Herzegovina dan Chechnya. Sedangkan terhadap negara-negara yang garis kebijakannya berseberangan dengan kepentingannya, AS tak segan-segan melakukan tindakan keras seperti di Irak, Afghanistan, dan Cina. Dapat disimpulkan bahwa semua manuver politik AS, dilakukan atas dasar kepentingan-kepentingannya. Tidak ada hubungan sama sekali dengan HAM di masing-masing negara.

Ide-ide HAM memang selalu indah di angan tapi tak dapat diwujudkan. Berbagai Deklarasi tentang HAM selalu berisi pentingnya menjaga, menghormati, dan menjunjung HAM. Tidak pernah ada ketentuan tentang bagaimana dan dengan sarana apa HAM bisa ditegakkan. Ibarat kata, HAM adalah pemikiran yang ingin menjunjung langit tapi kakinya tidak punya pijakan di bumi.

HAM selalu dipengaruhi oleh kepentingan negara-negara yang punya kekuatan. Sedangkan lembaga-lembaga internasional dan PBB hanya sebagai alat saja bagi negara-negara adidaya tersebut. Maka hal yang sangat wajar jika masih banyak diskriminasi terjadi di dunia ini khususnya diskriminasi yang menimpa kaum muslim. Dan mungkin diskriminasi di India dan negara-negara lain akan terus berlanjut.

Apalagi saat ini kondisi muslim yang bercerai-berai tanpa perisai sejak diruntuhkannya Kekhilafan Islam di Turki, sangat memudahkan bagi musuh untuk menyantapnya seperti hidangan lezat. Sebagaimana hadits riwayat Ahmad, Al-Baihaqi, dan Abu Dawud, bahwa Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati."

Umat muslim saat ini banyak. Tapi tanpa kesatuan tak akan mampu berbuat banyak. Ancaman genosida muslim di India bukan sekedar isapan jempol. Sangat mungkin terjadi. Jangan menunggu ada hak asasi. Untuk kali ini kiranya HAM sedang absen di India.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image