Indonesia dalam Darurat Kebutuhan Guru Ngaji!
Eduaksi | 2024-09-30 16:00:31Guru ngaji Al-Qur'an memegang peranan penting dalam menyebarkan ilmu baca tulis Al-Qur'an di masyarakat. Di tengah perkembangan zaman yang serba modern ini, kehadiran guru ngaji menjadi penyeimbang spiritual yang membantu masyarakat mengenal dan memahami Al-Qur'an dan agamanya. Hal ini sangat krusial terutama di pedalaman Indonesia, di mana akses terhadap pendidikan agama, khususnya pembelajaran Al-Qur'an, masih sangat terbatas.
Peran guru ngaji di pedesaan atau pedalaman bukan hanya mengajarkan baca tulis Al-Qur'an, tapi juga memberikan pendidikan agama secara menyeluruh. Mereka mendidik anak-anak dan remaja untuk memahami akhlak, ibadah, dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam Al-Qur'an. Di daerah pedalaman yang jauh dari akses lembaga pendidikan formal agama, kehadiran guru ngaji menjadi kunci bagi generasi muda untuk mendapatkan pengetahuan agama yang baik.
Mayoritas Muslim Tapi Tidak Bisa Baca Al Quran
Menurut beberapa sumber, angka buta huruf Al-Qur'an di Indonesia masih cukup tinggi. Meskipun Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim, banyak masyarakat, terutama di daerah terpencil, yang tidak dapat membaca Al-Qur'an. Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Kementerian Agama menunjukkan bahwa sekitar 54% dari masyarakat pedesaan masih mengalami buta huruf Al-Qur'an, terutama di daerah yang minim akses pendidikan agama .
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun perkembangan teknologi dan informasi semakin maju, masih ada tantangan besar dalam penyebaran ilmu agama, khususnya terkait pendidikan Al-Qur'an. Jika kondisi ini tidak diatasi, maka banyak generasi Muslim yang tumbuh tanpa kemampuan membaca Al-Qur'an, yang pada gilirannya akan memengaruhi kualitas keimanan dan praktik keagamaan mereka.
Padahal, membaca Al-Qur'an merupakan salah satu ibadah yang sangat tinggi nilainya dalam Islam. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman: "Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman..." (QS. Al-Isra: 82). Salah satu hadits dari Rasulullah SAW juga menekankan keutamaan membaca Al-Qur'an. Beliau bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari).
Jika masyarakat tidak memiliki kemampuan membaca Al-Qur'an, maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keutamaan ibadah ini. Selain itu, tanpa kemampuan membaca Al-Qur'an, mereka juga akan kesulitan memahami ajaran agama secara mendalam. Karena seluruh inti ajaran agama terkandung di dalamnya. Sehingga dampaknya bukan hanya pada kehidupan individu, tetapi juga pada kehidupan masyarakat luas. Dampaknya juga bukan hanya pada rendahnya nilai spiritualnya, tapi juga pada nilai-nilai moral yang dianut oleh masyarakat.
Kekurangan Guru Ngaji = Kekurangan Moral Spiritual
Kekurangan guru ngaji di Indonesia, terutama di daerah pedalaman, dapat membawa dampak serius bagi masyarakat. Tanpa guru ngaji yang memadai, anak-anak dan generasi muda tidak akan memiliki kesempatan yang cukup untuk mempelajari Al-Qur'an dan agama Islam. Hal ini juga berpotensi memicu krisis moral di masyarakat yang jauh dari nilai-nilai agama.
Menurut data dari Kementerian Agama, ada ribuan desa di Indonesia yang masih kekurangan tenaga pengajar agama. Kondisi ini diperparah dengan minimnya insentif atau dukungan finansial untuk para guru ngaji, sehingga banyak yang terpaksa mencari pekerjaan lain demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya, kegiatan mengaji menjadi terbengkalai dan tidak berjalan optimal.
Padahal sebenarnya, kehadiran guru ngaji sangat dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama anak-anak dan remaja. Di daerah pedalaman, anak-anak yang tidak memiliki akses ke sekolah formal sangat bergantung pada guru ngaji untuk mendapatkan pendidikan agama. Bukan hanya anak-anak, orang dewasa yang belum bisa membaca Al-Qur'an juga membutuhkan bimbingan dari guru ngaji untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap agama.
Laznas Dewan Dakwah, salah satu lembaga amil zakat nasional, melalui sayap program dakwahnya secara rutin mengirimkan ratusan lulusan baru Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Moh Natsir untuk ditugaskan sebagai guru-guru ngaji di pedalaman Indonesia. Tahun 2024 ini tidak kurang dari 130 dai dan daiyah ditugaskan sebagai guru-guru ngaji di penjuru negeri. Program yang sudah dikelola sejak Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia berdiri ini diharapkan dapat menutupi kebutuhan akan guru ngaji di pelosok pedalaman Indonesia. Menjadi benteng iman para warga di sana, serta menjaga nilai spiritual dan moral masyarakat Indonesia.
Para guru ngaji baru ini akan bertugas minimal 2 tahun dan akan terus dimonitor pekerjaannya langsung dari Laznas Dewan Dakwah. Untuk membantu kehidupan para guru ngaji ini, Laznas Dewan Dakwah secara rutin memberikan insentif berupa uang saku bulanan yang sumbernya dikumpulkan dari dana zakat, infaq dan sedekah masyarakat melalui Laznas Dewan Dakwah. Dengan sinergi dan kolaborasi yang apik antara Laznas Dewan Dakwah dan masyarakat seperti ini, diharapkan para guru ngaji dapat mengajar lebih fokus dan menjadikan dakwah lebih stabil dan berkelanjutan.
Kehidupan Guru Ngaji Yang Memprihatinkan
Banyak guru ngaji di Indonesia yang hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka mengajar tanpa mendapatkan penghasilan yang layak. Meskipun peran mereka sangat penting, banyak guru ngaji yang harus bekerja di sektor lain untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Di beberapa daerah, para guru ngaji ini bahkan mengajar secara sukarela tanpa mendapat bayaran sama sekali.
Fakta ini menunjukkan bahwa kita sebagai masyarakat perlu lebih peduli terhadap kesejahteraan para guru ngaji. Tanpa dukungan yang memadai, para guru ngaji tidak akan bisa fokus pada tugas mulia mereka, yaitu mengajarkan Al-Qur'an dan pendidikan agama kepada masyarakat.
Kenapa Kita Harus Peduli dan Apa Yang Bisa Kita Lakukan
Kepedulian terhadap guru ngaji bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab sosial seluruh umat Muslim. Guru ngaji adalah pilar pendidikan agama di masyarakat. Jika kita tidak peduli dengan kondisi mereka, maka kita akan kehilangan salah satu instrumen penting dalam menjaga dan meneruskan nilai-nilai agama kepada generasi selanjutnya.
Selain itu, guru ngaji sering kali harus menjalani hidup dalam keterbatasan. Banyak dari mereka yang mengajar tanpa imbalan yang memadai, sementara mereka juga harus menghidupi keluarganya. Kondisi ini sangat tidak seimbang, mengingat peran mereka yang sangat vital dalam masyarakat.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mendukung para guru ngaji. Pertama, kita bisa memberikan dukungan finansial kepada mereka melalui infaq atau sedekah. Banyak lembaga zakat dan yayasan yang memiliki program khusus untuk membantu kesejahteraan guru ngaji seperti melalui Laznas Dewan Dakwah. Dengan itu kita bisa membantu mereka agar tetap bisa fokus mengajar tanpa harus terbebani oleh masalah finansial.
Kedua, kita bisa memberikan dukungan moral dengan menghargai peran guru ngaji dalam masyarakat. Sebuah apresiasi sederhana dapat memberikan semangat lebih bagi mereka untuk terus menjalankan tugasnya. Dan yang terakhir, kita bisa membantu mempromosikan pentingnya peran guru ngaji kepada masyarakat luas, sehingga semakin banyak orang yang peduli dan tergerak untuk mendukung mereka.
Dengan dua langkah sederhana ini in sya Allah mampu membantu mempertahankan eksistensi guru ngaji serta mendukung mereka untuk terus mengajarkan Al Quran kepada masyarakat. Dengan seperti itu, pembelajaran Al Quran tetap lestari dan subur di tengah masyarakat, demi negeri yang makmur, dan masyarakatnya yang penuh taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.