Perdagangan Manusia Kembali Merajalela, Tanggungjawab Siapa?
Politik | 2024-09-30 08:28:15Oleh: Ana Ummu Rayfa, Aktivis Muslimah
Kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) makin meresahkan. Terbaru, 11 orang warga Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat diduga menjadi korban TPPO di Myawaddy, Myanmar. Awalnya mereka dijanjikan bekerja di Thailand dengan iming-iming gaji Rp35 jt/bulan. Tetapi pada kenyataannya mereka diberangkatkan ke Myawaddy, Myanmar dan dipekerjakan menjadi operator penipuan daring.
Disampaikan oleh Ketua DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi, Jejen Nurjanah, bahwa 11 korban tersebut disekap dan jaringan TPPO meminta tebusan 50 jt per orang dengan total 550jt dengan alasan untuk membayar denda dan penyeberangan para korban dari Thailand ke Myanmar. Terkait permintaan tersebut, SBMI yang telah berkoordinasi dengan Kementrian Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa itu adalah bentuk pemerasan. Jejen menambahkan, pihaknya terus memantau dan berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait untuk memastikan keselamatan korban dan berupaya untuk mempercepat proses pemulangannya. (media online tirto.id)
Miris memang, karena kasus-kasus seperti ini sudah banyak terjadi sebelumnya. Namun, masyarakat sepertinya masih saja tertarik dengan iming-iming gaji tinggi yang dijanjikan para pelaku. Ini memang masuk akal terjadi, karena sulitnya lapangan kerja didalam negeri yang sedang terkena badai PHK. Selain itu, himpitan ekonomi yang terjadi juga menambah kalutnya masyarakat. Sulitnya pekerjaan ditengah mahalnya harga pangan, biaya pendidikan, kesehatan, dan biaya hidup lainnya menjadi beban tersendiri bagi masyarakat. Di sisi lain, besaran gaji di negeri sendiri yang tidak seberapa masih harus dibebani berbagai potongan pajak. Jelas, kesejahteraan jauh dari harapan. Sehingga, bekerja ke luar negeri menjadi satu-satunya solusi.
Sulitnya ekonomi saat ini juga berbanding terbalik dengan gaya hidup masyarakat. Sistem kapitalis sekuler menyebabkan masyarakat saat ini cenderung memiliki gaya hidup hedonisme dan konsumerisme. Akses ponsel pintar yang saat ini sudah dimiliki setiap orang di berbagai kalangan membuat masyarakat dengan mudah berbelanja online, game online, serta judi online dan berujung pada pinjaman online. Hal ini tentu membutuhkan dana yang besar, sehingga saat diiming-imingi dengan gaji yang tinggi, masyarakat dengan mudahnya tergoda tanpa mempertimbangkan resiko yang akan dialaminya.
Solusi yang dilakukan negara dalam hal ini juga hanya solusi pragmatis. Upaya negara dalam memulangkan para korban TPPO belum menjadi solusi tuntas. Setelah korban dipulangkan, bagaimana dengan masalah ekonominya? Bukankah hal itu yang mendorong mereka nekat bekerja ke luar negeri? Bagaimana juga dengan para pelaku jaringan TPPO yang ada di Indonesia? Apalagi diduga saat ini ada keterlibatan aparat dalam kasus perdagangan orang ini. Bila tidak diberantas dengan sanksi yang tegas, tentu kasus-kasus seperti ini akan terus berulang.
Inilah bukti bahwa negara kapitalis sekuler telah gagal melindungi rakyatnya, beda halnya dengan Islam. Negara yang menerapkan sistem Islam tentu memiliki solusi tuntas mengenai hal ini. Dalam Islam, fungsi pemimpin adalah pengurus rakyatnya. Sehingga, negara dalam Islam akan menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas. Negara akan memastikan tercukupinya kebutuhan rakyat sehingga tidak perlu susah payah bekerja ke luar negeri. Pemasukan negara dari sumber daya alam, ghanimah, fai', khazraj dan lain-lain akan dapat menjamin rakyat mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan berbagai macam kebutuhan pokoknya dengan mudah.
Pelarangan sumber daya alam dikelola pihak asing dan swasta juga akan membuka lapangan kerja yang besar untuk rakyat. Negara juga akan membina akidah umat dengan sistem pendidikan Islam, sehingga menjauhkan pola hidup hedonisme dan konsumerisme. Sistem sanksi juga dilakukan tegas bagi para pelaku TPPO. Sanksi dalam Islam yang bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) akan memastikan pelaku TPPO jera dan menutup peluang munculnya pelaku-pelaku TPPO lain di masa yang akan datang.
Jelas, bahwa kasus TPPO ini bukan hanya masalah individu, tapi menjadi tanggungjawab negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Dan terbukti, hanya negara dengan sistem Islam yang dapat melindungi dan menyelesaikan masalah TPPO ini dengan tuntas dan tidak terjadi berulang-ulang.
Wallahualam bissawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.