Pierre Bourdieu: Memahami Peran Habitus, Kapital Arena dalam Praktik Sosial
Politik | 2024-09-18 12:21:21Oleh: Ariq Maulana Zahran, Sekretaris Umum PW IPM Jawa Barat
Sebelum kita masuk kedalam pembahasan lebih jauh, baiknya kita mengenal terlebih dahulu dengan tokoh Sosiologi satu ini. Pierre Bourdieu (1930-2002) merupakan sosiolog dan filsuf dari Prancis. Beliau lahir dari keluarga kelas menengah kebawah, pernah ditempatkan oleh negara nya untuk menjadi seorang prajurit di tengah konflik Algeria ketika negara tersebut mencoba untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan prancis.Teori yang paling dikenal dari Bourdieu adalah (Habitus X Modal)+ Arena = Praktik Sosial. Kita bedah dulu point per point nya.
HABITUS & TASTE
Habitus bisa diartikan sebagai lingkungan sosial, dan Taste adalah “selera sosial atau gaya hidup seseorang” yang dibentuk oleh lingkungan sosial. Sosialisasi dan stratifikasi sosial merupakan unsur yang dapat membentuk gaya hidup dan pola pikir individu. Dalam hal ini, sosialisasi adalah proses penerimaan ajaran, nilai maupun norma, sedangkan stratifikasi sosial adalah posisi atau kedudukan individu dalam lapisan-lapisan sosial-ekonomi di tengah masyarakat.
Perbedaan strata atau status sosial akan menghasilkan proses sosialisasi yang berbeda dan hal tersebut akan membentuk corak “selera sosial” dengan sendirinya. Contoh sederhana nya, X merupakan individu yang lahir dari keluarga kelas menengah ke atas, tentu X memiliki selera sosial atau gaya hidup yang dalam membeli, mencari atau mengkonsumsi makanan sulit untuk diakses oleh keluarga kelas menengah kebawah.
Tentu dalam hal ini Y yang berasal dari keluarga kelas menengah kebawah, ketika diajak oleh X untuk makan di sebuah restoran yang mewah dengan menu yang begitu mahal,maka Y belum terbiasa dengan hidangan makanan tersebut, mengapa demikian?? Karena Y berasal dari keluarga yang kesehariannya tidak terbiasa dengan makanan mewah sebagaimana yang dikonsumsi oleh X.
Menurut Bourdieu tidaklah cukup untuk membaca sebuah masyarakat hanya pada struktur sosial yang eksternal, makro, dan objektif, melainkan juga perlu dilakukan sebuah analisis dari kehidupan individu yang mikro dan subjektif, dalam hal ini bisa saja menggunakan konsep tindakan sosial menurut Max Weber. Pemikiran Bourdieu ini selaras dengan pemikiran Anthony Giddens. Dia berupaya untuk mengkoneksikan antara struktur sosial dan individu, serta melihat bagaimana proses negosiasi antara keduanya.
Kita dapat memperhatikan bahwa seseorang yang lahir dari strata atas akan diajarkan bagaimana bersikap sebagai aristokrat (kelas sosial yang dipandang tinggi), mulai dari aktivitas sehari-hari seperti : makan, berjalan, bertutur kata, berpakaian sampai dengan lingkungan/berteman.
TIPE-TIPE KAPITAL
Dalam karyanya yang berjudul The Forms of Capital, Bourdieu menjelaskan tiga jenis capital yang tersirkulasi di tengah masyarakat, yaitu modal ekonomi, modal sosial dan modal kultural. Kalau melihat dari contoh X dan Y, modal ekonomi yang dimiliki oleh Y lebih rendah dibandingkan modal ekonomi yang dimiliki oleh X. Modal ekonomi dapat dilihat dari jumlah pendapatan dan aset ekonomi yang dimiliki seseorang. Kemudian modal apa yang perlu dimiliki individu agar didengar oleh masyarakat? Yaa..Modal kultural, hal ini dapat tercermin oleh status pendidikan maupun sosial seseorang.
Misalnya seorang Dosen/Guru walaupun mereka tidak memiliki modal ekonomi seperti para pengusaha/konglomerat, akan tetapi opini-opini yang mereka berikan melalui tulisan/ucapan di tengah ruang publik dapat memobilisasi atau menggerakkan masyarakat secara umum. Selain kalangan akademisi, figur/tokoh agama yang mencerminkan modal religius punya nilai yang sama seperti halnya kalangan akademisi, mereka memiliki daya/kekuatan yang dapat didengar oleh pengikut/umat. Mereka yang dalam kehidupan sosial memiliki gelar/titel/daya kharismatik punya daya pengaruh yang cukup besar meskipun bersifat “soft” atau abstrak.
Terakhir, menurut Bourdieu ada kapital atau modal sosial yang dapat diartikan sebagai jejaring sosial, relasi atau ikatan-ikatan sosial yang dimiliki seseorang. Individu dapat dipandang baik atau dikenal banyak orang bisa dari sifatnya yang bekerja keras, memiliki kapabilitas, memiliki jiwa leadership atau kontribusi seseorang terhadap suatu masyarakat. Walaupun individu tersebut tidak memiliki daya ekonomi yang banyak, tidak memiliki gelar/titel, akan tetapi dapat mampu membangun koneksi sosial yang tinggi dan dapat bernegosiasi dengan struktur sosial yang ada di sekitarnya.
ARENA & KEKERASAN SIMBOLIK
Pertukaran modal dilakukan di tempat yang disebut sebagai “arena” atau “field” arena ini posisi nya antara struktur dan individu, ibaratnya sebagai tempat transaksi, penghubung antara individu dengan struktur, harus ada ruang yang mewadahi tindakan sosial individu. Tindakan sosial individu dalam melakukan proses negosiasi dengan modal-modal yang dimilikinya dapat dikenal sebagai agensi. Konsep agensi menurut Bourdieu adalah tentang “struktur mengalami tegangan dan perubahan di tengah proses negosiasi atau interaksi modal-modal individu”.
Individu atau kelompok superior yang berhasil mempertahankan posisi sosial dikenal sebagai incumbent, sedangkan bagi orang-orang yang mencoba untuk bernegosiasi dengan berbagai modal yang dimiliki dikenal sebagai agen. Proses interaksi yang dilakukan agen dalam arena akan berujung pada konsekuensi, adanya perubahan atau tidak adanya perubahan sosial. Perubahan sosial dapat terjadi ketika agen-agen tersebut dapat menggantikan posisi sosial para incumbent.
Kesadaran kelas sosial menjadi unsur yang mengawali mengapa terjadinya perubahan sosial, upaya untuk dapat mengkritisi lapisan-lapisan stratifikasi sosial dilakukan dengan mengubah pola negosiasi modal sosial, bila di suatu masyarakat kental dengan budaya ekonomi/uang, maka akan terjadi agensi yang dilakukan oleh individu tersebut untuk mengubahnya dengan modal lain, seperti para tokoh agama atau kalangan akademisi yang mengkritisi tindakan para oligarki/konglomerat yang lebih mementingkan kepentingan mereka, walaupun mereka tidak memiliki modal ekonomi, namun dengan modal sosial dan kultural yang ada, dapat mengimbangi relasi kekuasaan.
Pada masa lalu, kurikulum sekolah kelompok kulit putih mempunyai kualitas yang berbeda dengan kelompok kulit hitam di Eropa Barat dan Amerika. Mulai dari cara berpakaian, makan dan aktivitas sehari-hari dibedakan, maka Habitus, Capital, dan Taste yang dibentuk akan menempa proses kebiasaan individu secara berbeda. Kelompok kulit putih diarahkan kepada musik klasik, kelompok kulit hitam akan diarahkan untuk menikmati lagu pop dan rap.
Secara lingkungan mereka juga dipisahkan, maka kedepannya proses tersebut akan membawa posisi kulit putih sebagai orang yang menyukai lagu klasik dan sebagai kelas yang terpandang. Ketika terjadi dominasi budaya di dalam masyarakat yang secara implisit, hegemonik dan halus maka terciptanya kekerasan simbolik (symbolic violence). Kekerasan simbolik adalah bentuk pemaksaan nilai budaya yang dilakukan oleh budaya dominan terhadap budaya yang inferior, modal sosial, ekonomi dan budaya melahirkan penguasaan kaum-kaum elit kepada kelompok marjinal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.