Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edho Surya Dinata

Versus Kotak Kosong

Politik | 2024-09-16 23:40:51

Artikel

VERSUS KOTAK KOSONG

Oleh : Edho Surya Dinata

Sejarah pemilu di negeri ini dimulai pada tahun 1955. Ini adalah pemilu pertama yang dihelat sejak kemerdekaan republik Indonesia diproklamirkan. Pada pemilu ini diikuti oleh cukup banyak partai sampai akhirnya rezim orde baru berkuasa. Pada masa rezim orde baru berkuasa, Presiden Soeharto merampingkan seluruh partai kontestan pemilu yang ada. Pada masa itu hanya ada tiga (3) partai yang menjadi peserta pemilu. Partai pertama adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP/P3), partai ini mewakili ideologi agama dengan lambang Ka'bah pada bendera hijau partainya. Partai kedua adalah GolKar (Golongan Karya), partai ini adalah Partai rezim yang berkuasa pada saat itu.

Partai ini berlambang pohon beringin dengan bendera berwarna kuning. Partai ketiga adalah Partai Demokrasi Indonesia (PDI), partai ini mewakili ideologi nasionalisme dan marhaenisme yang dipimpin oleh keturunan orde lama Ir Soekarno. Partai ini berlambang moncong banteng putih pada bendera berwarna merah. Selama Orde baru berkuasa, setiap pemilu dimenangkan oleh Golkar dan selalu mengangkat Soeharto menjadi presiden dengan beberapa wakil presiden yang berganti, masa ini berlangsung hampir 35 tahun, sampai pada tahun 1998 rakyat dan mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran selama beberapa hari, menduduki gedung MPR/DPR, peristiwa ini cukup chaos.

Mahasiswa menuntut presiden Soeharto mundur dan beberapa tuntutan lainnya. Mahasiswa merasa Soeharto terlalu lama berkuasa, menjadi otoriter dan tidak adil sebagai pemimpin. Terus didesak, akhirnya pada suatu pagi di Istana negara, presiden Soeharto membacakan pernyataannya yang fenomenal, dengan perkataan yang agak gemetar, presiden Soeharto berkata "....... Dengan ini saya menyataken BERHENTI menjadi Presiden......". Sorak Sorai semua mahasiswa yang berada di gedung MPR/DPR bergema, seolah perjuangan mereka menuntut presiden Soeharto mundur selama beberapa hari ini terbayarkan. Perjuangan mereka meruntuhkan rezim orde baru seakan dilunasi dengan mundurnya Soeharto dari jabatan presiden. Peristiwa inilah yang kemudian hari kita kenang sebagai "Peristiwa Reformasi", simbol supremasi kekuatan, kebebasan dan kedaulatan rakyat. Lalu sesuai dengan undang-undang yang berlaku saat itu, BJ Habibie yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden, diangkat menjadi presiden dan pucuk pimpinan eksekutif untuk terus menjalankan roda pemerintahan sampai periode lima tahunan itu berakhir. Ketika BJ Habibie menjadi presiden, salah satu catatan sejarah yang ia torehkan ialah melepaskan provinsi Timor-Timur.

Ketika BJ Habibie menjabat sebagai presiden, rakyat Timor-Timur yang ketika itu termasuk ke dalam negara kesatuan republik Indonesia sebagai provinsi ke 33 termuda menuntut diadakannya jejak pendapat dengan dua pilihan yaitu "Pro Integrasi" yang berarti masih bergabung dengan Negara kesatuan republik Indonesia atau "Pro Merdeka" yang berarti rakyat Timor-Timur ingin merdeka atau melepaskan diri dari NKRI. Dengan kemenangan tipis, agak manipulatf dan konon katanya ada intervensi dari pihak luar, "Pro Merdeka" dinyatakan menang dalam jejak pendapat tersebut yang berarti Timor-Timur dinyatakan merdeka dan lepas dari negara kesatuan republik Indonesia. Ketika BJ Habibie menjabat presiden ada beberapa benih-benih disintegrasi atau perpecahan yang timbul buntut dari ketidakpuasan rakyat terhadap rezim orde baru, namun puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa kita masih dipersatukan dalam kesatuan negara republik Indonesia sampai detik ini.

Setelah BJ Habibie menyelesaikan periode jabatannya, pertanggungjawabannya sebagai presiden pada sidang umum Paripurna DPR/MPR ditolak, yang ini berarti BJ Habibie tidak lagi menjadi presiden. Semenjak peristiwa reformasi tahun 1998 itu undang-undang, sistem, metode, cara bahkan sampai dengan slogan kepemiluan telah beberapa kali berganti, berubah, direvisi dan diamandemen hingga yang berlaku sekarang pada Pilkada serentak yang akan datang. Perbedaan mencolok dari kepemiluan kita sekarang salah satunya adalah adanya fenomena calon pasangan tunggal melawan kotak dari kardus bergembok besi kosong, adanya fenomena calon tunggal versus kotak kosong.

Terdapat banyak partai namun miskin produktivitas kaderisasi. Pemilu kita sekarang di diikuti oleh beberapa partai. Banyak partai yang menjadi peserta pemilu kita sekarang. Namun ironisnya banyak partai tersebut tidak diimbangi dengan banyaknya kaderisasi hingga tak dapat mengusung calon kepala daerah, buktinya di beberapa daerah adanya fenomena calon tunggal melawan kotak kosong, karena tidak ada calon lain. Fenomena melawan kotak kosong itu memang diakomodir oleh undang-undang atau sistem kepemiluan kita sekarang, tetap sah dan legal berdasarkan undang-undang, akan tetapi entah kenapa terlihat kurang elok.

Coba bayangkan foto manusia calon pasangan tunggal kepala daerah di versuskan atau kontestasikan atau dengan kata yang agak vulgar "dipertandingkan" dengan benda mati kotak kosong yang agak absurd, jadi terdengar agak kurang elegan, agak kurang rasional sedikit. Mungkin ini salah satu akibat dari kepragmatisan kita dalam berdemokrasi. Negara sebesar dan semaju Amerika saja hanya ada dua (2) partai politik dalam sistem kepemiluan mereka , namun mereka tidak pernah kekurangan kader yang dikaderisasi untuk di usung menjadi pemimpin bahkan sampai ketingkat pemimpin negara bagian atau tingkat kepala daerah. Mereka tidak kekurangan calon pemimpin yang akan diusung. Dan calon pemimpin kita harus melawan "kotak kosong" yang agak absurd walaupun sekali lagi ini sah, legal dan di akomodir oleh undang-undang serta sistem kepemiluan kita sekarang.

Tentang Penulis

Edho Surya Dinata, lahir di Palembang 6 Juli 1983. Pada awalnya Edho menulis genre sastra cerpen dan puisi. Beberapa tulisannya pernah dimuat di beberapa media. Kini Edho bermastautin di Desa Saranglang Pemulutan barat Ogan Ilir Sumatera Selatan. Selain bertani, Edho juga masih tetap menulis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image