Menuju Pilkada Inklusif: Ruang bagi Perempuan dalam Demokrasi Lokal
Politik | 2024-09-16 23:30:20Di tengah euforia politik lokal yang menghampiri kita, penting untuk mempertanyakan apakah proses pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak kelak telah memberikan ruang yang memadai bagi keterlibatan perempuan. Mengingat bahwa perempuan merupakan separuh dari populasi, kehadiran dan partisipasi mereka dalam politik bukan hanya soal representasi, tetapi juga tentang keadilan dan kemajuan masyarakat secara keseluruhan.
Pentingnya Partisipasi Perempuan dalam Pilkada
Partisipasi perempuan dalam pilkada tidak hanya menambah kuantitas kandidat, tetapi juga memperkaya kualitas demokrasi itu sendiri. Studi menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam politik berpotensi membawa perspektif baru dan kebijakan yang lebih inklusif (Norris, 1997). Contoh nyata dapat dilihat dari beberapa daerah di Indonesia di mana perempuan telah berhasil menjadi kepala daerah dan membawa perubahan signifikan, seperti Tri Rismaharini tatkala jadi walikota di Surabaya. Namun, keterwakilan perempuan di pemerintahan masih jauh dari ideal. Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 20% anggota DPRD Provinsi di Indonesia adalah perempuan.
Realitas yang Dihadapi Perempuan
Perempuan masih menghadapi banyak hambatan dalam politik. Budaya patriarki yang kuat melihat politik sebagai dominan laki-laki. Selain itu, perempuan sering menghadapi hambatan finansial dan logistik yang lebih besar dibandingkan laki-laki, termasuk akses terhadap dana kampanye dan jaringan politik.
Selain itu meskipun banyak perempuan yang terpilih dalam pemilu, kekerasan terhadap perempuan di rumah tangga tetap terjadi. Eksploitasi dan diskriminasi masih kerap diberitakan di berbagai media massa. Menurut data dari Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia mencapai 431,471 pada tahun 2019, dan angka ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Misalnya, kasus pembunuhan seorang istri oleh suaminya di Palembang pada tahun 2020 menunjukkan bahwa kekerasan domestik tetap menjadi masalah serius (Kompas, 2020).
Pidato-pidato tentang perempuan sering kali hanya retorika tanpa wujud dalam praksis. Kebijakan yang diusulkan sering kali tidak diimplementasikan dengan baik. Ruang fisik bagi perempuan, terutama di tempat umum, tidak banyak berubah. Contohnya, ruang laktasi yang sangat penting bagi ibu menyusui tidak tersedia secara merata di tempat umum, termasuk di kantor pemerintahan, lembaga pendidikan, dan pusat perbelanjaan. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap kebutuhan perempuan di ruang publik masih sangat minim.
Upaya untuk Meningkatkan Keterlibatan Perempuan
Untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik, kebijakan afirmatif seperti kuota gender dalam partai politik dan parlemen sangat penting. Kebijakan ini dapat memastikan lebih banyak perempuan memiliki kesempatan untuk berkompetisi. Selain itu, program pendidikan dan pelatihan politik bagi perempuan dapat membantu mengurangi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan politik.
Untuk menciptakan ruang yang lebih inklusif bagi perempuan, diperlukan kerja sama antara pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta. Media massa juga memiliki peran penting dalam mempromosikan isu-isu perempuan dan mengangkat cerita sukses perempuan dalam politik. Perlu ada upaya lebih keras untuk memastikan bahwa kebijakan yang mendukung perempuan benar-benar diimplementasikan dan berdampak positif.
Mengabaikan pentingnya keterlibatan perempuan dalam politik adalah mengabaikan potensi setengah dari populasi kita. Perempuan bukan hanya pemilih, tetapi juga agen perubahan yang mampu membawa perspektif baru dan solusi inovatif bagi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Pilkada yang inklusif dan adil merupakan langkah krusial untuk mewujudkan demokrasi yang benar-benar representatif dan progresif.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.