Digital Bukanlah Tujuan
Filantropi | 2024-09-10 15:09:01Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi)
Dalam obrolan kemarin soal kompetensi SDM filantropi di era digital. Ada yang menarik untuk diberikan catatan, bahkan perlu ditebalkan, yakni bahwa digital bukanlah tujuan. Digital hanyalah salah satu alat atau pendekatan.
Era digital memang sudah menjadi tuntutan zaman. la terus berkembang tanpa bisa dihentikan. Dunia kini memiliki ketergantungan yang tinggi pada teknologi yang mengarah pada proses digital. Tekanan ini ujungnya tak lain menuntut segala sesuatu menjadi lebih praktis dan efisien melalui pemanfaatan piranti-piranti digital yang ada.
Perkembangan digital di dunia filantropi tidak justru menjebak kita pada logical fallacy (sesat pikir) bilamana menjadikan kesimpulan bahwa digital adalah segalanya, bahkan tujuan akhir dari pengembangan sebuah lembaga filantropi.
Premis bahwa digital ini penting dan prioritas untuk dilakukan tak lantas menjadikan argumentasinya bahwa digital adalah proses akhir transformasi Lembaga. Di sisi lain, lantas menolak usaha-usaha atau aktivitas yang dilakukan secara manual atau analog.
Dalam riset yang digagas FOZ dan Pl juga, faktanya kita menemukan data bahwa jumlah dana zakat yang digalang, dengan memanfaatkan platform digital ini belum sebesar yang dikumpulkan secara konvensional. Dari 104 lembaga filantropi yang ada, pada periode 2016-2018 menunjukkan bahwa perolehan dana ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf) masih dominasi oleh pengumpulan secara konvensional.
Di Dalam analisis tim peneliti terhadap 104 LAZ, hasil penggalangan ZISWAF secara konvensional mencapai Rp2,15 triliun, sementara yang tergalang melalui metode digital hanya Rp155 miliar. Artinya, baru 6,74% yang tergalang melalui platform digital. Ada sejumlah penyebab hal ini terjadi.
Salah satu penyebabnya bisa jadi karena rendahnya kapasitas muzaki (orang yang dikenai kewajiban membayar zakat) dalam menggunakan media digital dan belum terbiasanya masyarakat menyalurkan zakat secara digital. Di luar itu, para aktivis atau pegiat filantropi juga belum sepenuhnya optimal dalam memanfaatkan platform digital dalam kegiatan pengumpulan zakat.
Masalah lain yang ditemukan dalam soal digital ini adalah masih ditemukannya kualitas jaringan internet yang buruk (khususnya bagi lembaga filantropi yang ada di daerah), pemadaman listrik, serta biaya internet yang relatif mahal. Selain itu, maraknya kejahatan siber juga perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh LAZ, seperti manipulasi data, gangguan sistem, peretasan sistem elektronik, pencurian data, akses illegal serta penipuan online.
Dalam proses transformasi digital di dunia filantropi, khususnya zakat, para pimpinan yang ada harus tetap mampu menjaga kearifan dan jati diri amil zakatnya agar tetap tak kehilangan esensi dan saat yang sama terus mampu meningkatkan kemampuan utamanya dalam pengelolaan filantropi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.