Catatan Kritis: Matinya Naluri Ibu Kandung dan Ibu Sambung
Parenting | 2024-09-10 06:58:08Sesak sangat terasa di dada saat mendengar berita anak SD berusia 6 tahun meninggal di tangan ibu sambungnya. Polisi mengungkapkan hasil visum jasad bocah Ahmad Nizam Alfahri (6) yang dibunuh ibu tirinya, Iftahurrahman (24) hingga mayatnya ditemukan dalam karung di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Korban ternyata mengalami retak pada tulang tengkorak kepalanya. (detiksulsel, 29 Agustus 2024)
Tak berapa lama, berita mengejutkan terungkap di kabupaten Sumenep, dimana seorang remaja putri (13 tahun) diantarkan oleh ibu kandungnya ke oknum kepala sekolah untuk diperkosa. (detiknews, 1 September 2024)
Sangat miris sekali, karena baik ibu kandungnya dan pemerkosa sama-sama berprofesi di dunia pendidikan, dimana mereka seharusnya memberikan teladan yang baik dan melindungi generasi.
Dalam pandangan aqidah Islam, sosok ibu (baik ibu kandung maupun ibu sambung) seharusnya menjadi pendidik utama bagi anak, namun diluar nalar, kedua peristiwa di atas menunjukkan matinya naluri keibuan memang benar nyata terjadi. Sungguh rusaklah sudah pribadi seorang ibu di tengah masyarakat yang juga sedang sakit.
Benarlah firman Allah Ta'ala di dalam surah Al A'raf ayat 179 yang artinya : "..mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai".
Maka, saatnya semuanya berbenah karena ini merupakan salah satu fakta kedaruratan di negeri tercinta ini. Sistem pendidikan perlu mengambil kesempurnaan pengaturan Islam dalam membentuk kepribadian manusia agar tiap individu tumbuh menjadi pribadi yang baik dan senantiasa taat kepada Allah dimanapun berada.
Disisi lain terkait nilai keadilan, kita perlu mengkritisi, apakah sanksi yang saat ini berlaku bisa mewujudkan jaminan keadilan?. Yang mana jeratan untuk kasus semacam ini hanya maksimal 15 tahun penjara?. Sungguh ini sangat berbeda dengan sistem sanksi dalam timbangan Islam, yang mana sanksi untuk menghilangkan nyawa orang lain adalah qishas (QS. Al Baqarah ayat 178). Sedangkan sanksi untuk pemerkosa yang sudah menikah dalam Islam juga tegas yaitu dirajam sampai mati.
Sehingga menjadi sangat jelas bahwa hanya dengan timbangan wahyu Allah Ta'ala maka nilai keadilan bisa diwujudkan. Dan kehidupan masyarakat yang sedang sakit ini InsyaAllah bisa kembali sehat, penuh kebaikan, ketaatan dan keberkahan. Semoga kita semua mendapat petunjuk hidayah dariNya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.