Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hizalman Sabri

Prospek Bisnis Bank Muhammadiyah

Bisnis | 2024-09-02 17:08:31
Sumber : Hukumonline

Pasca penarikan dana oleh Persyarikatan Muhammadiyah pada Bank Syariah Indonesia ( BSI ) dan dialihkan ke beberapa bank syariah lainnya banyak mengundang komentar dari para netizen di sosial media antara lain di X ( twitter ), Whatsapp dll yang mengharapkan agar Muhammadiyah mendirikan Bank, bahkan pengamat politik/pendiri kedaikopi.co Hendri Satrio dalam cuitannya di X ( twitter ) pada tgl 22 Juni 2024 menyatakan ‘saya akan jadi nasabahnya’ maksudnya menjadi nasabah bank Muhammadiyah dan diikuti oleh cuitan netizen lainnya yang menyatakan ikut menjadi nasabah. Pertanyaannya siapkah Muhammadiyah untuk terjun dalam bisnis perbankan mengingat selama ini Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi keagamaan Islam non pemerintah dan banyak berkecimpung dalam sosial-keagamaan, ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Bisnis perbankan sangat bersinggungan dengan kegiatan ekonomi dan aktivitas Muhammadiyah juga menggunakan jasa perbankan, dalam bidang sosial-keagamaan diwujudkan dengan adanya panti asuhan, LazisMu dll, dalam bidang ekonomi antara lain mengelola ratusan BMT dan BPR Syariah, dalam pendidikan mengelola 172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah ( PTMA ), puluhan ribu sekolah (SD/SMP/SMA dan Madrasah/Pesantren) yang tersebar di seluruh Indonesia dan dalam bidang kesehatan mengelola 122 Rumah Sakit dan 231 Klinik

Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyebutkan Muhammadiyah adalah organisasi kemasyarakatan paling besar karena memiliki banyak amal usaha di berbagai bidang ( Republika, 15 Juni 2016 )

Dengan demikian dapat dibayangkan berapa besar uang yang beredar di lingkungan Muhammadiyah seperti rumah sakit dan klinik ketika menerima pembayaran dari para pasien, membayar gaji para dokter dan pegawainya, mengeluarkan biaya untuk perawatan gedung dan peralatan medis, membayar listrik/telepon/air dll. Perguruan tinggi/sekolah/madrasah menerima sumbangan biaya pendidikan ( SPP ), biaya operasional, bayar gaji dosen/guru/tenaga pendidik dll. Panti asuhan/Lazismu menerima donasi dan mengelolanya dll, banyak lagi kegiatan aktivitas Muhammadiyah yang berkaitan dengan keuangan dan selama belum terkoordinasi dengan maksimal, masing-masing mengelola sendiri-sendiri secara otonom. Bank adalah salah satu solusi untuk dapat mengelola dana-dana tersebut dengan efisien dengan mengatur lalu lintas perputaran dana dan memanfaatkannya secara maksimal.

Memang selama ini sudah menggunakan bank dalam mengelola keuangannya dan menggunakan jasa beberapa bank syariah seperti Bank Syariah Indonesia ( BSI ), Mega Syariah, KB Bukopin Syariah dll penempatan dana terbesar ada di BSI namun demikian disadari bahwa ungkapan ‘don’t put all your eggs in one basket’ akan meningkatkan resiko. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti ‘jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang’ apabila keranjangnya goncang maka kemungkinan besar telur yang ada di keranjang akan pecah atau retak. Dengan kata lain jangan melakukan investasi dengan menggunakan seluruh uang dalam suatu produk misalnya hanya untuk saham tapi dana tersebut juga dibagi untuk berbagai macam produk misalnya sebagian untuk deposito, bagian lain untuk saham sedangkan bagian lainnya digunakan untuk membeli emas. Dengan demikian apabila harga saham yang dibeli turun maka tidak seluruh dana mengalami kerugian namun dan pada saat bersamaan kemungkinan harga emas naik sehingga kerugian pada harga saham dapat ditutupi oleh kenaikan harga emas dan sebaliknya

Dengan dana yang tersebar di berbagai bank ( syariah ) dengan jumlah rekening yang banyak tentu dari segi administrasi akan memerlukan penanganan yang luar biasa karena arus lalu lintas dana dari berbagai bank dan dari berbagai rekening, namun di beberapa bank ada menyediakan layanan Cash Management System ( CMS ) yaitu jasa layanan pengelolaan keuangan yang ditujukan kepada nasabah perusahaan/badan ( non perorangan ). Dengan layanan tersebut nasabah dapat melakukan pengelolaan keuangannya langsung melalui fasilitas daring ( on line ) dimana bank menempatkan sistem pada komputer perusahaan/badan sehingga nasabah dapat melakukan transaksi sendiri misalnya melakukan transfer, pembayaran dll seperti yang dilakukan para teller namun teller disini berasal dari pekerja perusahaan/badan dan beroperasi di perusahaan tersebut Fasilitas ini memudahkan nasabah untuk mengelola dan memantau transaksi keuangannya secara tepat waktu ( real time ) apabila Muhammadiyah mempunyai rekening di empat bank ( syariah ) maka ada empat CMS artinya memerlukan paling tidak 4 teller.

Dengan mempunyai bank sendiri tentu hal-hal tersebut tidak akan terjadi namun untuk memiliki bank sendiri tidak akan mudah. Muhammadiyah pernah mempunyai bank sendiri yaitu Bank Persyarikatan Indonesia ( BPI ) namun tidak berhasil sehingga diambil alih oleh Bank Bukopin dengan beberapa investor dan kemudian berubah nama menjadi Bank Syariah Bukopin. Hal tersebut terjadi karena seperti disampaikan Amien Rais dilakukan dengan kurang teliti ketika melakukan akuisisi terhadap bank Swansarindo

Berdasarkan pengalaman tersebut apabila Muhammadiyah berkeinginan untuk mempunyai bank sendiri, paling tidak ada 3 hal yang diperhatikan :

Pertama sebelum mengambil alih suatu bank perlu melakukan audit secara menyeluruh atau due diligence yaitu melakukan pemeriksaan secara komprehensif untuk memperoleh informasi atau fakta material guna mendapatkan gambaran kondisi suatu bank pada saat dilakukan pemeriksaan.

Kedua, melakukan asesmen ulang terhadap SDM untuk mendapatkan pekerja/staf yang sesuai dengan visi dan misi bank. Bisnis perbankan rawan terhadap moral hazard sehingga dengan adanya asesmen ulang maka pekerja/staf yang bermasalah dipertimbangkan untuk pensiun dini atau mengundurkan diri secara sukarela dengan diberikan kompensasi

Ketiga, menerapkan sistem teknologi digital dimana pelayanan kepada para ( calon ) nasabah dapat dilakukan dari ruang pribadi dengan menggunakan M-Banking atau E-Banking berbasis internet yang dapat mengakses berbagai layanan perbankan tanpa terikat jam kerja bank dan dapat dilakukan dimanapun sepanjang terhubung dengan internet

Berdasarkan CNBC Indonesia (10 June 2024) Muhammadiyah diperkirakan memiliki aset mencapai Rp 400 triliun tetapi angka tersebut masih simpang siur terdiri dari berbagai bentuk seperti : Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 172, Rumah Sakit (RS) sebanyak 122, Klinik : 231, Sekolah/Madrasah : 5.345, 10 Bank Perkreditan Syariah ( BPRS ) dan lain-lain dan juga merupakan organisasi yang besar yang terdapat di seluruh Indonesia juga mempunyai beberapa cabang istimewa di banyak negara antara lain di Mesir, Belanda, Inggris, Malaysia

Dengan organisasi yang besar tersebut tentu memerlukan mesin pengatur lalu lintas keuangan untuk menggerakkan roda organisasi. Uang yang didapat dari PT/Sekolah, RS/Klinik harus diberdayakan untuk kemaslahatan umat, demikian juga pengeluaran misalnya pembayaran gaji dosen/guru/dokter/perawat, biaya perawatan gedung, pembayaran listrik telpon/air harus dilakukan dengan efektif dan hal tersebut tidak dapat dilakukan secara manual. Untuk hal ini peran bank tidak dapat dihindari dan selama ini memang Muhammadiyah sudah menggunakan jasa berbagai bank syariah, dengan menggunakan jasa bank bukan milik Muhammadiyah maka penggunaan dana Muhammadiyah oleh bank misalnya untuk pembiayaan tidak bisa dikontrol secara baik dan belum tentu sejalan dengan tujuan Muhammadiyah

Dengan kata lain sudah saatnya Muhammadiyah mempunyai Bank sendiri, caranya dapat dengan meningkatkan status Bank Perkreditan Rakyat Syariah menjadi Bank Umum Syariah, akuisisi bank lain dan atau mendirikan bank baru. Dari ketiga cara tersebut maka yang paling memungkinkan adalah dengan meningkatkan status BPRS menjadi Bank Umum Syariah (BUS) karena sudah in line dengan persyarikatan sehingga tidak perlu melakukan perubahan yang mendasar hanya perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dari BPRS menjadi BUS antara lain organisasi, perubahan mindset, profesionalisme disertai dengan tambahan modal

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/26/PBI/2012 mengatur ketentuan modal inti bank dikenal dengan nama BUKU, di dalam PBI tersebut tercantum 4 kategori BUKU mulai dari BUKU 1 hingga BUKU 4.

BUKU merupakan singkatan dari Bank Umum Kegiatan Usaha yang mengelompokan bank berdasarkan modal inti dan berguna untuk meningkatkan daya saing dalam bisnis perbankan .

BUKU 1 untuk bank yang mempunyai modal inti kurang dari 1 triliun rupiah, BUKU 2 untuk bank yang mempunyai modal inti lebih dari 1 triliun rupiah dan kurang dari 5 triliun rupiah, BUKU 3 modal inti kurang dari 5 triliun rupiah dan kurang dari 30 triliun rupiah sedangkan BUKU 4 adalah untuk bank yang mempunyai modal inti lebih dari atau sama dengan 30 triliun rupiah contohnya adalah bank-bank BUMN. Berdasarkan peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 terdapat perubahan baru untuk kategori BUKU 1 digabung dengan kategori BUKU 2 dan modal intinya berubah menjadi dibawah 3 triliun

Cakupan bisnis dari BUKU 1 dan 2 terdiri dari : kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana dalam rupiah, pembiayaan perdagangan atau yang biasa disebut dengan trade finance, sistem pembayaran dan e-banking, kegiatan treasury terbatas yang mencakup spot dan derivatif, perdagangan valuta asing (hanya sebagai pedagang valuta asing), pembiayaan produktif UMKM atau penyaluran kredit minimum 60% dari total kredit dll

Makin besar modal inti seperti BUKU 3 atau BUKU 4 maka aktivitas bisnis menjadi lebih beragam misalnya melayani urusan perbankan hingga ke luar negeri

Bisnis tersebut diatas jelas berbeda dengan bisnis BPRS yang sangat terbatas, BPRS dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas dan bisnis asuransi dll

Menilik hal tersebut diatas maka apabila Muhammadiyah mempunyai bank maka paling tidak harus bank yang masuk dalam kategori gabungan BUKU 1 dan BUKU 2. Diatas telah disebutkan hal yang paling memungkinkan adalah merubah BPRS menjadi BUS dengan menambah modal inti menjadi dibawah 3 triliun dan rasanya Muhammadiyah mampu melakukan itu. Pilihan lainnya adalah melakukan akuisisi namun hal tersebut harus dilakukan dengan hati-hati mengingat pengalaman ketika melakukan akuisisi Bank Swansarindo karena adanya kredit bermasalah dari salah satu pemegang saham sebelumnya. Apapun pilihannya maka memiliki bank adalah pilihan yang terbaik

Dengan Muhammadiyah memiliki bank sendiri maka ada keleluasaan untuk mengelola dana yang tersebar baik di bank ( syariah ) maupun yang tersimpan dalam unit kerja Muhammadiyah lainnya

Dengan terkumpulnya dana-dana tersebut maka terbuka peluang untuk memberikan pembiayaan kepada para usaha mikro maupun kecil dan sekaligus untuk pemberdayaan umat. Sebagai pemilik bank sekaligus pemilik dana Muhammadiyah akan lebih mudah mengkaji komposisi penempatan dana, apabila dana-dana tersebut ditempatkan sebagian besar pada giro atau tabungan maka penentuan margin pembiayaan atau bagi hasil akan lebih kompetitif dibandingkan dana-dana yang ditempatkan pada deposito karena bagi hasil giro dan tabungan lebih rendah dibandingkan dengan deposito, sebagai contoh pada bank konvensional suku bunga Giro berkisar antara 0 persen sampai dengan 2.5 persen tergantung saldo rata-rata, Tabungan antara 0 persen sampai dengan 2.5 persen tergantung saldo rata-rata sedangkan dana Deposito termasuk ‘mahal’ karena suku bunganya lebih tinggi berkisar antara 2.25 persen sampai dengan 2.5 persen tergantung jangka waktu. Pada bank syariah, suku bunga tersebut dikenal dengan bagi hasil atau nisbah atas penempatan dana pada giro, tabungan, deposito dan disepakati pada awal transaksi misalnya disepakati nisbah 60 persen : 40 persen berarti 60 persen untuk nasabah sedangkan bank mendapat 40 persen dari hasil penempatan dana pada pembiayaan.

Jaminan/Kolateral

Agar dana yang terkumpul menjadi produktif dan menghasilkan pendapatan, salah satunya adalah dengan menyalurkan dalam bentuk pembiayaan yang sehat namun resiko -sekecil apapun akan tetap ada- karena perilaku curang (moral hazard) dari debitur.

Untuk itu diperlukan jaminan untuk memperkecil risiko pembiayaan yang bermasalah

Bank (Syariah) dalam melakukan pembiayaan pada dasarnya sama dengan bank konvensional yaitu berpegang pada prinsip 5 C’s yaitu Character, Capital, Capacity, Condition of economy and Collateral. Jelas terlihat bahwa collateral atau jaminan merupakan salah satu prinsip yang harus menjadi pedoman untuk memberikan pembiayaan. Jaminan bisa berupa barang berharga ( tanah, bangunan, kendaraan dll ) ataupun bukan misalnya asuransi seperti Askrindo dengan memberikan jaminan kepada para nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hal tersebut dilakukan karena untuk para pengusaha mikro dan kecil kesulitan untuk memberikan jaminan dan ini salah satu penyebab para pengusaha kesulitan mengakses untuk mendapatkan pembiayaan

Upaya lain untuk menjembatani kesulitan akses tersebut dengan dana jaminan yang berfungsi untuk membayar semua atau sebagian dari pembiayaan yang diberikan apabila debitur wanprestasi.

Pembiayaan Dengan Dana Jaminan

Di lingkungan Muhammadiyah ada Lazismu merupakan lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Salah satu tujuan dari Lazismu adalah ‘Meningkatkan kemampuan ekonomi umat melalui pemberdayaan usaha-usaha produktif’

Dengan demikian tujuan dari Lazismu dapat disinergikan dengan Bank Muhammadiyah, apabila selama ini Lazismu memberikan ikan dan pancing maka dengan kerjasama ini porsi memberikan pancing akan meningkat yaitu Lazismu bertindak sebagai penjamin terhadap pembiayaan yang diberikan kepada pelaku ekonomi namun pemberian pembiayaan tersebut tetap dilakukan secara profesional dengan menjunjung tinggi asas prudent untuk menghindari moral hazard yaitu suatu istilah ini mengandung konotasi negatif, menyiratkan penipuan (fraud) atau perilaku tidak bermoral.

Sasaran pemberian pembiayaan ini ditujukan kepada para pelaku Usaha Mikro dan Kecil ( UMK ) dengan batasan untuk usaha mikro pembiayaan diberikan sampai dengan 50 juta dan untuk usaha kecil diberikan pembiayaan sampai dengan 500 juta. Pertimbangannya karena akses yang terbatas dari usaha UMK ke bank antara lain tidak mempunyai jaminan yang memadai, dokumen tidak lengkap dll. Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi tahun 2016 ( SE2016 ) Badan Pusat Statistik ( BPS ) tercatat jumlah UMK sebanyak 26.26 juta

Namun harus disadari memberi pinjaman kepada UMK memerlukan usaha ( effort ) yang lebih. Sebagai pembanding bila memberikan pembiayaan kepada usaha mikro misalnya 50 juta dibutuhkan tenaga yang sama dengan memberikan pembiayaan misalnya 500 juta namun bagi hasil yang didapat lebih besar apabila memberikan pembiayaan 500 juta

Pembiayaan Pegawai

Selain pembiayaan dengan skema dana jaminan oleh Lazismu diatas ada pembiayaan lain dimana risiko relatif kecil dan captive market yaitu pembiayaan kepada para pegawai di lingkungan Muhammadiyah ( dosen, guru, dokter, tenaga pendidik dll ), menguntungkan karena gaji yang diterima dapat segera diperhitungkan dengan kewajiban dari para pegawai yang menerima pembiayaan. Menurut Abdul Mu’ti ( Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ), saat ini Muhammadiyah mempekerjakan lebih dari 100.000 pegawai ( Republika, 30 September 2020 ) dan ini pasar yang menggiurkan. Kredit ini prosesnya sederhana hanya perlu rekomendasi dari atasan, memberikan Surat Kuasa Potong Gaji dan tidak memerlukan jaminan. Ibaratnya uang keluar dari kantong kiri masuk ke kantong kanan, keluar dalam bentuk pembiayaan kepada para pegawai kemudian masuk kembali ke bank dalam bentuk bagi hasil

Pembiayaan Kepada Para Mitra

KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, adalah saudagar batik di samping seorang alim dan da’i atau mubaligh. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah dan tajdid. Pada masa awal, warga Muhammadiyah memang banyak dari kalangan saudagar. Mereka menjadi penggerak yang berfungsi ganda. Selain sebagai saudagar, juga sebagai mubaligh ( Suara Muhammadiyah 21 Maret, 2020 )

Saat ini saudagar-saudagar tersebut telah membuat jaringan dikenal dengan nama Jaringan Saudagar Muhammadiyah ( JSM ) selain itu ada Saudagar Minang, Saudagar Bugis dll yang menjadi mitra Muhammadiyah. Sebagai mitra tentunya akan bisa bekerja sama saling menguntungkan yaitu dengan memberikan pembiayaan kepada para mitra dan para mitra menyimpan uangnya di Bank Muhammadiyah. Mitra lainnya adalah para pemasok yang ada di Rumah Sakit-Rumah Sakit/Klinik, Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiah, Sekolah-Sekolah ( SD, SMP, SMA/SMK ) dan lain-lain

Bank Muhammadiyah secara tidak langsung akan membentuk suatu sistem keuangan, dimana Bank Muhammadiyah sebagai pusat dikelilingi oleh pemilik dana yaitu organisasi otonom dan melakukan pembiayaan kepada para mitra

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image