Mahasiswa Bunuh Diri, Bukti Kegagalan Sistem Pendidikan Sekuler
Politik | 2024-08-29 08:36:53Oleh Riska Sapitri
Aktivis Muslimah
Masuk bulan Agustus 2024 ini, publik digegerkan dengan kasus mahasiswa bunuh diri. Pasalnya, Kasus ini terjadi selang beberapa hari saja dan mirisnya, datang dari Universitas-universitas ternama di Indonesia. Tentu, kasus yang memilukan ini menambah panjang deretan kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa sekaligus menunjukkan buramnya sistem pendidikan di bawah asuhan sekularisme.
Deretan Kasus
Selasa, 6 Agustus 2024, IPB University berduka setelah seorang mahasiswa barunya bernama Sulthan Nabinghah Royyan (18 tahun) ditemukan meninggal dunia. Mahasiswa asal Bojonegoro itu diduga meninggal dunia karena gantung diri di kamar mandi sebuah penginapan OYO di dekat Kampus IPB University, Dramaga Bogor, Jawa Barat.
Selang empat hari (11/8/2024), Seorang pemuda ditemukan gantung diri di Jember. Ia diduga depresi dan mengakhiri hidup dengan tali plastik di rumah yang baru direnovasi. Setelah ditelusuri, pemuda tersebut masih aktif menempuh program magister di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta, setalah sebelumnya lulus di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Ahmad Shiddiq (UIN KHAS) Jember.
Satu hari berikutnya (12/8/2024), seorang pemuda yang teridentifikasi sebagai mahasiswa aktif Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 2021 ditemukan meninggal dengan kondisi tergantung. Ia diduga gantung diri di kamar indekosnya di Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman.
Berbeda dengan kasus sebelumnya, mahasiswi PPDS Anestesi UNDIP ditemukan meninggal dunia di Kostnya yang berada di daerah Lempongsari, kota Semarang (14/08/2024). Diduga, mahasiswi cantik ini mengalami depresi akibat perundungan dan memutuskan mengakhir hidup dengan menyuntikkan obat penenang ke dalam tubuhnya.
Faktor Penyebab
Kasus bunuh diri yang meningkat di lingkungan kampus memang harus mendapat perhatian serius. Fenomena sosial yang tragis lagi miris ini dipengaruhi banyak faktor. Mengutip laman Kompas (21-11-2023), pakar Psikologi Unair Dr. Nur Ainy Fardana menyebut ada lima faktor yang membuat mahasiswa bunuh diri, seperti masalah kesehatan mental, tekanan dan tuntutan tinggi dalam lingkup akademik dan keluarga, perasaan kesepian karena tidak adanya dukungan sosial, masalah finansial yang serius, dan perasaan traumatis atau mengalami pelecehan. Lima faktor tersebut sejatinya merupakan masalah kompleks yang terjadi dalam sistem sekuler kapitalisme.
Faktor-faktor tersebut satu sama lain terikat. Beban akademik yang tinggi menyebabkan mahasiswa menjadi manusia yang antisosial. Aktivitas mereka berkutat kampus untuk kuliah dan kosan untuk tidur. Tugas yang tidak manusiawi menyebabkan mereka stress dan kurang tidur yang mengakibatkan insomnia serta gangguan kecemasan. Arus digitalisasi pun menambah mahasiswa menjadi tidak peka terhadap lingkungan. Jadilah generasi muda kita menjadi generasi yang jiwa sosialnya terisolasi dengan mencukupkan diri dalam pertemanan dunia maya.
Di kosan mereka terisolasi, di kampus mereka di bully. Gap sosial yang jomplang menyebabkan perundungan kerap terjadi. Mahasiswa kaya menindas mahasiswa miskin, mahasiswa kota mengejek mahasiswa desa. Mahasiswa ketakutan. Mereka kebingungan bahkan depresi. Ketika hendak bercerita kepada orang tua alih-alih disemangati, malah dituntut untuk menjadi mahasiswa berprestasi dan segera kerja untuk mendapat gaji tinggi. Itu yang orang tuanya masih ada, bagaimana dengan mahasiswa yang orang tuanya sudah pergi? Kemana mereka harus menceritakan suasana hati dan kemana mereka harus meminta uang untuk bayar UKT yang tinggi. Pinjol dan judol ternyata bukan solusi malah menambah beban hidup ini. Mereka tidak bisa bersembunyi karena depkoleptor selalu menghantui kemana pun mereka pergi. Maka tak heran jika mahasiswa memutuskan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Dari lima faktor di atas, tampak bahwa sistem pendidikan sekuler telah gagal membentuk kepribadian generasi muda yang memiliki keimanan kuat, mental yang sehat, serta visi hidup yang jelas. Sistem pendidikan sekuler pada dasarnya memang tidak diformat menghasilkan output pendidikan yang memiliki karakter mulia. Dasar akidahnya saja menjauhkan seorang hamba dari aturan Allah. Bagaimana mungkin akan terbentuk generasi beriman dan berkepribadian Islam, sedangkan kurikulumnya tidak merujuk pada visi penciptaan manusia, yaitu sebagai hamba yang taat pada Tuhannya.
Kondisi ini jauh berbeda tatkala sistem Islam diterapkan. Penerapan sistem Islam kafah mewujudkan generasi berkepribadian Islam, cendekiawan yang cerdas, dan berperadaban mulia.
Sistem Pendidikan Islam
Asas pendidikan dalam Islam adalah akidah Islam yang memiliki tujuan untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah (hamba Allah) dan khalifah Allah di muka bumi. Semua ini berjalan dengan baik karena peran besar negara dalam mengatur setiap aspek kehidupan agar sesuai dengan asas pendidikan tersebut. Dalam mendukung sistem pendidikan ini, negara melakukan berbagai kebijakan berbasis syariat Islam, di antaranya sebagai berikut:
Pertama, menerapkan politik ekonomi Islam. Politik ekonomi islam mengatur bahwa pembiayaan pendidikan diperoleh dari pos fai dan kharaj, seperti ganimah, khumus, jizyah, dan dharibah (pajak) dan pos pengelolaan sumber daya alam, seperti tambang, hutan, laut, dan sebagainya. Pengelolaan pos pos penghasil keuangan yang baik akan mampu membiayai pendidikan secara gratis sehingga tidak akan ditemukan kasus bunuh diri mahasiswa karena masalah ekonomi.
Kedua, negara melakukan pembinaan Islam secara komunal. Suasana iman akan lebih terasa dalam kehidupan masyarakat karena negara membangun sistem pergaulan yang berlandaskan Islam. Pintu-pintu maksiat akan ditutup rapat. Negara menerapkan sanksi yang membuat jera para pelaku maksiat.
Dengan penerapan sistem Islam yang menyeluruh, generasi muda akan terselamatkan dari sekularisme yang merusak sendi-sendi kehidupan.
Wallahualam bissawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.