Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Melviana Kintani

Keterkaitan Impostor Syndrome dengan Parenting Style

Parenting | Tuesday, 27 Aug 2024, 09:54 WIB
Ilustration Image by Freepik

Pernahkah Anda mengalami keraguan diri atau muncul perasaan ragu ketika Anda mencapai suatu keberhasilan? Jika iya, bisa saja Anda mengalami Impostor syndrome. Namun, perlu digaris bawahi bahwa perasaan meragukan diri sendiri ini muncul dalam waktu yang berulang kali. Jadi sebenarnya apa itu impostor syndrome? Psikolog Klinis UGM, Tri Hayuning Tyas, S.Psi., M.A., menjelaskan bahwa Impostor syndrome adalah fenomena psikologis di mana individu tidak bisa menerima dan memercayai suatu keberhasilan yang telah diraihnya. Dapat dikatakan, individu dengan kondisi seperti ini menganggap bahwa keberhasilannya hanya keberuntungan saja, sehingga orang tersebut menganggap dirinya sebagai seorang penipu (Ika, 2022).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pakar impostor syndrome dan pendiri Impostor Syndrome Institute yaitu Dr. Valerie Young (Cuncic, 2023), impostor syndrome terbagi ke dalam lima jenis, pertama the perfectionist, Anda merasa seperti seorang impostor karena sifat perfeksionis yang Anda miliki membuat Anda percaya bahwa Anda tidak sebaik yang dipikirkan oleh orang lain. Kedua the expert, Anda merasa seperti impostor karena tidak mengetahui semua hal dan merasa bukan seorang ahli karena masih banyak yang harus dipelajari. Ketiga the natural genius, Anda merasa seperti seorang impostor karena Anda tidak percaya jika Anda memang cerdas secara alamiah dan kompeten. Keempat the soloist, Anda merasa seperti impostor jika harus mengandalkan orang lain untuk mencapai keberhasilan, sehingga ketika sukses, Anda akan meragukan kemampuan. Terakhir the superson, jenis ini melibatkan keyakinan bahwa Anda harus bekerja sekeras mungkin atau memiliki pencapaian setinggi mungkin, jika tidak berhasil Anda akan merasa menjadi impostor.

Impostor syndrome tentu tidak datang begitu saja, melainkan ada penyebabnya. Impostor syndrome dapat disebabkan dari berbagai faktor, yaitu gaya pengasuhan orang tua, karir atau pendidikan baru, kepribadian, kecemasan sosial, gangguan kesehatan mental, dan ketidaksetaraan gender (Kusumastuti, 2023). Namun pada artikel kali ini akan membahas satu faktor yaitu gaya pengasuhan orang tua yang dikategorikan sebagai penyebab dari impostor syndrome.

Teori parenting style dikemukakan oleh seorang psikolog klinis Diana Baumrind. Dalam buku Santrock (2019), Baumrind menjelaskan 4 jenis parenting style, yaitu authoritarian, authoritative, neglectful, indulgent. Gaya pengasuhan terbaik adalah authoritative, orang tua selalu memotivasi anak untuk mandiri sambil memberikan kontrol dan batasan yang jelas. Anak akan tumbuh menjadi seseorang yang mandiri, mampu mengendalikan emosi, ceria, dan berprestasi. Sebaliknya, gaya pengasuhan authoritarian dianggap buruk karena orang tua memberikan batasan yang ketat dan menuntut anak untuk menghormati segala usaha orang tua. Anak yang dibesarkan dengan cara ini cenderung tidak bahagia, penuh ketakutan, cemas, ragu dalam memulai aktivitas baru, dan memiliki kemampuan komunikasi yang buruk.

Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan memang terdapat hubungan antara impostor syndrome dengan parenting style. Dalam jurnal Li et al. (2014) menjelaskan bahwa gaya pengasuhan dan hubungan keluarga memiliki peran dalam terbentuknya impostor syndrome. Penelitian telah menemukan jika impostor syndrome dapat terjadi pada orang tua yang memberikan gaya pengasuhan authoritarian dan orang tua yang kurang memberikan perhatian pada anaknya.

Dari penjelasan penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa impostor syndrome memang memiliki kaitan dengan parenting style. Apabila orang tua menggunakan authoritarian sebagai parenting stylenya maka terdapat kemungkinan anak tumbuh menjadi individu yang selalu merasa bersalah atas tindakannya, selalu ragu dalam mencoba sesuatu hal yang baru, dan memiliki self-esteem yang rendah. Impostor syndrome juga dapat menimbulkan kecemasan, jika kecemasan itu terus berlanjut akan memunculkan gangguan kecemasan yang lebih berat atau disebut dengan anxiety.

Referensi:

Cuncic, A. (2023, November 2). Imposter syndrome: why you may feel like a fraud. Verywellmind.Com. https://www.verywellmind.com/imposter-syndrome-and-social-anxiety-disorder-4156469

Ika. (2022, October 18). Psikolog UGM paparkan fakta impostor syndrome. Ugm.Ac.Id. https://ugm.ac.id/id/berita/20226-psikolog-ugm-paparkan-fakta-impostor-syndrom/

Kusumastuti, R. A. (2023, September 21). 6 penyebab impostor syndrome, ada pola asuh dan faktor lingkungan. Kompas.Com. https://health.kompas.com/read/23I21190000268/6-penyebab-impostor-syndrome-ada-pola-asuh-dan-faktor-lingkungan

Li, S., Hughes, J. L., & Myat Thu, S. (2014). The links between parenting styles and imposter phenomenon. Psi Chi Journal of Psychological Research, 19(2), 50–57. https://doi.org/10.24839/2164-8204.JN19.2.50

Santrock, J. W. (2019). Life-span development (17th edition). McGraw-Hill Education.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image