Ganti Kerugian Petani
Politik | 2024-08-19 21:42:12Badan Pangan Nasional RI (Bapanas) resmi mengeluarkan kebijakan baru terkait Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras, dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 4 tahun 2024 dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 tahun 2024, HPP dan HET mengalami perubahan, berturut-turut menjadi Rp6.000/kg (HPP); dan Rp12.500-Rp13.500/kg (mengacu pada zonasi). Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik RI (BPS), rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) ditingkat petani turun dari Februari 2024 sebesar Rp. 7.261 per kg, menjadi Rp. 6.496 per kg per Juli 2024.
Sesungguhnya Pemerintah pada 3 April 2024 telah menerbitkan Surat Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional RI (Bapanas) 167/2024 tentang Fleksibilitas Harga Pembelian Gabah dan Beras dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah. Adapun besaran fleksibilitas untuk GKP antara Rp. 5.000/kg sampai dengan Rp. 6.000/kg.
Namun fleksibilitas ini tidak sebanding dengan kenaikan biaya usaha tani padi sawah konvensional. Menurut Serikat Petani Indonesia (SPI) ada kenaikan sebesar Rp. 1.000 untuk setiap kilogram gabah yang dihasilkan dibandingkan tahun 2023 lalu. Atas dasar itu, SPI mengusulkan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) GKP menjadi Rp. 7.000/kg. Sementara itu, harga beras dibeberapa pasar ritel masih tinggi. Harga rata-rata nasional beras medium di pedagang pengecer yang disajikan Bapanas per 5 Agustus 2024 berada diangka Rp. 13.600/kg. Situasi ini menunjukan bahwa harga beras di pasar jauh melampui Harga Eceran Tertinggi (HET) berdasarkan Peraturan Bapanas 7/2023. HET Beras Medium yang terbagi disetiap zona berkisar antara Rp. 10.900 – Rp. 11.800/kg.
Meskipun Badan Pangan Nasional berdalih telah menerbitkan surat nomor 160/TS.02.02/K/5/2024 tentang perpanjangan relaksasi HET Beras Premium dan HET Beras Medium sampai dengan terbitnya peraturan baru yang mengganti Peraturan Bapanas 7/2023. HET Beras Medium saat ini berkisar Rp12.500-Rp13.500/kg (mengacu pada zonasi). Namun pada kenyataan rata-rata harga beras nasional masih berada diatas HET yang berlaku.
Kemudian alih-alih menaikan HPP ditengah harga gabah petani semakin jatuh, Bapanas justru mengerek naik HET Beras Medium/SPHP sebesar Rp. 12.500/kg. Sebelumnya pada Maret 2024 Bapanas telah menerapkan relaksasi HET Beras Premium dengan selisih lebih Rp. 1.000/kg di 8 wilayah dengan besaran antara Rp. 14.900/kg sampai dengan Rp. 15.800/kg. Kebijakan ini mengandung keganjilan sebab bukan HPP gabah yang dilindungi, tetapi justru HET beras yang dinaikkan.
Menangkal Gagal Panen
Pada waktu yang bersamaan, harga gabah petani yang anjlok saat panen raya semakin membuat petani terdesak ancaman dan kejadian gagal panen. La Nina dan El Nino yang sering jadi kambing hitam oleh pemerintah sesungguhnya merupakan siklus terpola. Karenanya iklim dan hama-penyakit saling terkait. Ketika kekeringan terjadi juga peningkatan populasi hama. Demikian juga di daerah dengan curah hujan tinggi, penyakit tanaman mulai merebak.
Pengendalian hama dan penyakit bisa dilakukan melalui praktik agroekologi atau pertanian alami. Agroekologi membuat biaya usaha tani tidak terlalu tinggi, dibandingkan pertanian konvensional. Sistem ini juga berorentasi pada lingkungan dan keberlanjutan. Sebagaimana yang telah disaksikan Presiden Jokowi secara langsung di Kawasan Daulat Pangan SPI Tuban seluas 1.000 hektare pada Maret 2023 lalu.
Akan tetapi pembenahan tersebut bisa dilakukan secara total dalam jangka waktu menengah-panjang. Sementara untuk yang mendesak dalam waktu pendek dibutuhkan jaminan ganti kerugian petani, baik dalam bentuk penanggulangan maupun stimulan. Pada awal 2023, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatatat 331 bencana banjir atau sekitar 44% dari total kejadian bencana yang terjadi sepanjang Januari-Maret. Terdapat 136 kabupaten/kota di 20 provinsi yang terdampak gagal panen (puso) akibat banjir, dengan total lahan terdampak 54 ribu hektar.
Pada 2024 ini skema bantuan akan diperluas mencakup puso akibat El Nino dan serangan hama. Besaran diperkirakan Rp. 8 juta per hektar untuk setiap kelompok. BNPB dalam keterangan resminya menyebut pemerintah daerah terdampak banjir awal 2024 ini mengusulkan bantuan stimulan akibat puso terhadap lahan seluas 26.995,94 hektar dengan jumlah petani sebanyak 35.500 orang. Terkhusus Provinsi Jawa Tengah, luas lahan pertanian yang gagal panen mencapai 16.321 hektar dengan jumlah petani terdampak 6.439 orang.
Impor Bukan Solusi
Prognosa Neraca Pangan Bapanas memperkirakan produksi beras nasional selama 2024 mencapai 31,21 juta ton. Sepanjang Januari-April 2024 produksi sebanyak 10,71 juta ton atau turun 17,52 persen dari produksi beras pada Januari-April 2023 yang mencapai 12,98 juta ton. Luas panen padi sepanjang Januari-April 2024 juga diperkirakan lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Kuartal pertama setiap tahun menyumbang 40% produksi beras nasional atau menjadi musim puncak (peak season).
Kondisi demikian semestinya membuat harga gabah tetap stabil dan tidak menurun. Namun kenyataan mengukap kebalikan. Impor beras untuk keperluan bantuan sosial dan beras SPHP awal tahun 2024 disinyalir turut mempengaruhi harga gabah petani. Pada akhir Juli 2024 bahkan Kemenko Perekonomian memperkirakan Indonesia akan meningkatkan kuota impor beras dari 3 juta ton, menjadi 6 juta ton. Sementara dalam tiga tahun terakhir, beras impor tidak juga mampu menstabilkan harga beras. Sehingga impor bukan lah solusi. Problem utama yakni tata kelola perberasan. Situasi perberasan yang paradoks dan kompleks menunjukan keharusan pemerintah untuk menjalankan jaminan hulu-hilir kepada petani.
Pada bagian hilir harga gabah petani harus dijaga melalui HPP. Bahkan jika diperlukan pemberlakuan kembali kebijakan harga dasar secara nasional. Sehingga harga gabah berlaku umum tidak hanya bagi Perum Bulog. Lalu bisa juga subsidi output berbentuk kompensasi harga jika gabah petani dihargai dibawah ketentuan pemerintah. Serta penting untuk menegakkan hukum kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan dan ketentuan. Kemudian dibagian hulu, petani semestinya mendapatkan jaminan ganti kerugian gagal panen dari pemerintah dan pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Meskipun telah berjalan, namun fakta di lapangan belum optimal dan menyeluruh.
Pemerintah justru lebih banyak mendorong penerapan asuransi pertanian berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI 40/2015. Saat ini uji coba asuransi pertanian yang dikelola BUMN diterapkan untuk pertanaman padi. Setiap 1 hektar petani padi membayar premi swadaya sebesar Rp. 36 ribu, atau 20 persen dari total premi Rp. 180 ribu. Selebihnya pemerintah masih memberikan subsidi sebesar Rp. 144 ribu. Apabila sebagian besar tanaman padi gagal panen, petani mendapatkan klaim asuransi senilai Rp. 6 juta per hektar. Syarat untuk mendapatkan klaim yakni intensitas kerusakan dan luas kerusakan harus mencapai lebih dari 75 persen. Namun jika tak memenuhi kriteria yang ditentukan, petani terpaksa gigit jari tak dapat mengajukan klaim, meski sudah mengalami kerugian gagal panen.
Sesungguhnya UU 19/2013 juga telah mengatur langkah preventif melalui Pasal 34. Pasal ini mengatur pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membangun sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim untuk mengantisipasi gagal panen akibat bencana alam. Selanjutnya pada Pasal 35 pemerintah wajib melakukan peramalan iklim untuk mengantisipasi terjadinya gagal panen, mencakup: peramalan serangan organisme, hama dan/atau wabah (ayat 1); dan penanganan terhadap hasil prakiraan iklim dan peramalan serangan organisme, hama dan/atau wabah (ayat 2). Namun lagi-lagi secara praktik tidak berjalan, dan petani yang selalu dikorbankan. Berdasarkan itu, pradoks perberasan mesti diurai dari ganti kerugian kepada petani, bukan impor.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.