Mencegah Pernikahan Dini: Peran Lembaga Hukum, Orangtua dan Masyarakat
Hukum | 2024-08-19 16:34:49Manusia merupakan makhluk sosial yang mana selalu bersosialisasi dan beradaptasi lingkungannya. Salah satunya, membina rumah tangga dengan menikah. Sebelum melakukan pernikahan diperlukan beberapa dokumen dan persyaratan khususnya batas usia pernikahan yaitu telah berusia 19 tahun. Akan tetapi, masih banyak yang melakukan pernikahan dibawah umur 19 tahun, hal tersebut termasuk pernikahan dini. Padahal menikah dengan usai di bawah umur sangat tidak dianjurkan mengingat banyaknya dampak negatif yang dapat timbulkan. Permasalah yang ditimbulkan berupa kesehatan, kesiapan mental, kematang emosi, ekonom hingga cara berpikir, yang dapat mempengaruhi keluarga.
Program Kerja yang dilaksanakan oleh Nur Rizkiyani Dewi Puspitasari, selaku Mahasiswa TIM II KKN Undip Tahun 2023/2024 ini dilakukan pada Hari Minggu, 4 Agustus 2024 di Gedung Serba Guna RT 07 di Kelurahan Semanggi yang dihadiri oleh remaja putra dan putri kegiatan edukasi mencegah pernikahan dini: peran hukum, orangtua dan masyarakat.
Program Kerja yang dilaksanakan ini dilatarbelakangi oleh masih banyak anak-anak yang sudah menikah dini sebelum usia 19 tahun. Hal tersebut tidak sesuai dengan salah satu syarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Penyebab pernikahan dini masih marak terjadi antara lain adat istiadat (kebudayaan), masalah ekonomi dan pergaulan bebas.
Dampak pernikahan dini antara lain :
● Kesehatan, alat reproduksi perempuan belum siap menerima kehamilan sehingga dapat menimbulkan komplikasi, beresiko pada kematian usia dini dan resiko terkena penyakit menular seksual.
● Dampak psikologi, masa remaja disebut sebagai masa pencarian identitas diri yang ditandai dengan gejolak emosi yang tidak stabil. Ketidakstabilan emosi ini akan mempengaruhi hubungan suami istri, menyebabkan banyak konflik seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan depresi berat serta berujung perceraian.
● Dampak terhadap perkembangan anak, dari emosi yang tidak stabil akan berdampak pada pola asuh orangtua pada anaknya, padahal anak membutuhkan lingkungan keluarga yang tenang, penuh harmoni dan stabil untuk membuat anak merasa aman dan berkembanh secara optimal.
Untuk mencegah angka pernikahan dini, perlu dilakukan beberapa tindakan masyarakat dan pemerintah, yaitu:
- Pendampingan advokasi terhadap korban pernikahan di usia dini.
- Penyuluhan dampak pernikahan dini dari segi kesehatan dan fungsi alat kontrasepsi.
- Memberikan pemahaman sejak dini agar anak terhindar dari hal yang tidak diinginkan.
Selain itu, diperlukan peran dari hukum, orangtua dan masyarakat untuk ikut terlibat aktif mencegah pernikahan dini:
- Hukum, mengatur tentang aturan pernikahan baik batas umur maupun peraturan dan memperketat aturan-aturan mengenai pernikahan.
- Orangtua, memiliki peran pendidik yaitu bertanggujungajwawb mengembangan seluruh potensi anak, pendidikan anak dan pemahaman terkait kesehatan reproduksi dan dampak pernikahan dini. Kemudian memberi perhatian dan kasing sayang seperti mengajak anak berbicara dan menanyakan yang dialami anak serta fasilitator yaitu orangtua harus memenuhi fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, alat tulis, buku dan lainnya.
- Masyarakat, yaitu marayat terlibat aktif terhadap program edukasi yang melibatkan orang tua, tokoh masyarakat dan anak-anak tentang bahaya pernikahan dini. Sehingga anak-anak terutama perempuan memiliki akses baik terhadap pendidikan dan lainnya.
Penulis: Nur Rizkiyani Dewi Puspitasari Mahasiswi Fakultas Hukum
DPL KKN:
1. Agus Naryoso, S.Sos., M.Si.
2. Rissa Anandhita, S.E., M.Ak., Ak., CA
Lokasi KKN: Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.