Impor Melejit, Industri Tekstil Terjepit
Politik | 2024-08-19 15:05:56Oleh Widya Amidyas Senja
Pendidik Generasi
“Agar perut rakyat terisi, kedaulatan rakyat perlu ditegakkan. Rakyat hampir selalu lapar bukan karena panen buruk atau alam miskin, melainkan karena rakyat tidak berdaya.” – Mohammad Hatta
Pun kedaulatan suatu negara yang hari ini makin terkikis akibat dari oknum yang selalu merasa “lapar” akan kekuasaan, kekayaan dan eksistensi di negeri yang kaya ini. Sehingga kedaulatan rakyat dikorbankan atas nama demi menjaga stabilitas ekonomi. Rakyat makin tidak berdaya atas apa yang tejadi dalam mencari penghidupan yang layak bagi diri dan keluarganya. Pasalnya PHK menjadi jalan terbaik bagi para pengusaha dalam rangka mempertahankan eksistensi perusahaannya serta meminimalisir kerugian. Selain itu rakyat yang berusaha mengadu nasib mendirikan usaha lokal kalah saing dengan produk luar negeri yang secara bebas diimpor besar-besaran. Mulai dari produk dengan kualitas rendah, hingga produk berkualitas tinggi tetapi harga yang jauh lebih murah dari produk lokal.
Seperti yang terjadi hari ini, Industri tekstil sedang kocar-kacir mencari strategi terbaik agar dapat bersaing dengan produk impor dari China. Misalnya, pakaian impor dari negara tersebut terpantau begitu bebas di Tanah Abang. Pakaian impor asal China, termasuk pakaian anak dan bayi ikut meramaikan pajangan di kios-kios para pedagang di pusat grosir tersbut.
Meninjau hal tersebut, dikutip pada laman CNN Indonesia, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pemerintah enggan mengambil risiko besar dalam menyelamatkan industri tekstil. Kepala pusat INDEF Andry Satrio Nugroho mulanya menyoroti kinerja industri tekstil dan industri pakaian jadi (wearing apparels) di dalam negeri yang terpuruk dan pemerintah saat ini lebih memprioritaskan hilirisasi di bidang pertambangan.
“Kita melihat arah kebijakan industri yang saat ini dilakukan pemerintah. Prioritas utamanya program hilirisasi, tetapi sangat disayangkan sekali ketika kita berbicara lima subsektor industri. Terkait hilirisasi ini masih berat di hilirisasi pertambangan.” Jelas Andry dalam diskusi publik INDEF secara daring bertajuk ‘Industri Tekstil Menjerit, PHK Melejit’, pada Kamis (8/8/24).
Tampak jelas kebijakan yang diambil pemerintah dalam tajuk stabilisasi ekonomi atau peningkatan pendapatan negara adalah tebang pilih sektor mana yang lebih menghasilkan keuntungkan tanpa melihat berbagai arah potensi dan dampak bagi rakyat secara keseluruhan. Sektor pertambangan dalam hal ini hasil bumi dinilai lebih menjanjikan dalam perolehannya, dibandingkan sektor lain termasuk tekstil. Padahal berbagai sektor perekonomian yang ada di negeri ini perlu adanya perhatian yang adil sebagai upaya menyejahterakan rakyat dan mempertahankan kedaulatan rakyat sekaligus kedaulatan negara. Negeri yang kaya akan hasil bumi dan alam sudah sepatutnya menjadikan kekayaan yang dimiliki negara ini menjadi “milik” negeri sendiri. Tidak lagi digadaikan, dijual belikan bahkan diserahkan kepada pemilik modal, perusahaan asing dan negara lain. Sudah sepatutnya negara ini merdikari dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan teknologi. Sehingga tidak lagi bergantung kepada negara kapitalis. Dan sudah sepatutnya negara berupaya untuk menciptakan kedaulatan negara demi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Mencapai cita-cita semacam itu, di dalam Islam menjadi keharusan untuk dicapai. Islam menyiapkan segala hal dalam menciptakan kemandirian dan kedaulatan negaranya. Sebab Islam mengharamkan suatu negara bergantung kepada penjajah kafir. Kewajiban dalam menyiapkan sistem ekonomi bisnis yang kuat dan sehat menjadi hal yang utama. Sehingga tercipta persaingan bisnis yang sehat di dalm negeri yang pada akhirnya menciptakan kualitas produk dan pelayanan yang baik. Negara berperan aktif dalam memberikan support di berbagai aspek, mulai dari berbagai kebijakan yang kondusif, standar halal dan haram dalam suatu usaha, hingga bantuan modal yang sifatnya non-ribawi. Termasuk kebijakan dalam melindungi industri dari gempuran impor.
Berbagai kebijakan dan regulasi yang diciptakan negara Islam bersumber dari aturan Allah Swt. dan Rasul-Nya. Maka jika berbagai kebijakan dan regulasi yang sempurna tersebut hendak diterapkan, maka pemimpin negara ini haruslah pemimpin yang bertaqwa dan takut kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Pemimpin yang mampu menerapkan berbagai aturan sesuai dengan aturan Allah Swt. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt.:
يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَٰكَ خَلِيفَةً فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌۢ بِمَا نَسُوا۟ يَوْمَ ٱلْحِسَابِ
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shad: 26)
Seorang pemimpin yang taat kepada Allah Swt., bijak serta ilmu yang luas adalah pemimpin yang akan sensntiasa mementingkan kebaikan serta kesejahteraan rakyatnya. Ia juga akan mengajak rakyatnya kepada ketaatan.
Wallaahualam bissawab[]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.