Pengasuhan Positif Keluarga Muslim Bisa Saja Berbeda dengan Prinsip Ala Barat
Gaya Hidup | 2024-08-15 10:46:17Beberapa hari ini saya mencoba menyelsaikan buku karya DR. Ratna Megawangi berjudul “Membiarkan Berbeda- Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender”. Buku ini meskipun judulnya seperti ‘memancing’ keributan.Tetapi sebenarnya buku ini malah meluruskan tentang relasi gender yang lebih membumi menurut saya. Sebagai pegiat parenting tentu saja saya membaca dan mengambil banyak tipe pengasuhan. Dari yang konservatif sampai moderat bahkan post moderat, maybe. Dan saat membaca buku ini saya merasa antusias saya kembali muncul dan melekat dengan model pengasuhan konservatif ala emak-emak muslim tradisional.
Kenapa saya tertarik membahas gender. Ini tidak lain karena banyak twit bermunculan dari para pemudi dan remaja perempuan yang seolah-olah menganggap pengasuhan konservatif itu identik dengan patriarki dan meletakkan perempuan pada pilihan-pilihan yang tidak menguntungkan. Ambil contoh: seorang ayah yang menegur putrinya untuk mengenakan pakaian yang sopan meskipun di rumah sendiri dianggap berlebihan dan patriarki. Atau saat seorang ibu meminta putrinya mengenakan hijab saat keluar rumah dianggap kekerasan (kebijakan yang mengandung kekerasan). Pengasuhan model ini dianggap jauh dari pengasuhan yang positif.
Menariknya berdasarkan kebijakan UNDP (United Nation Development Program) bahwa kesuksesan Pembangunan suatu negara tidak hanya dihitung dari pertumbuhan GDP (Gross domestic product) tetapi juga ada tambahan indicator Pembangunan manusia (Human Development Index) yang sebenarnya ini keren sih. Sudah saatnya pembangunan itu tidak hanya dinilai dari duit melulu tetapi juga tingkat kebahagiaan warganya, gitu sih sederhananya. Tetapi, ada tambahan dimana ada penghitungan dimana pendapatan laki-laki dan perempuan harus sama agar dihitung satu (1). Kalau penghasilan laki-laki lebih besar dari perempuan hasilnya nol (0). Ini artinya negara mem-push para perempuan untuk bekerja dan menghasilkan seperti laki-laki agar meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Allahu Akbar. Yang artinya semakin banyak perempuan keluar rumah untuk bekerja apapun bidangnya yang penting menghasilkan. Dan artinya juga kesetaraan gender itu adalah jika ‘kamu perempuan maka kamu juga harus menghasilkan sama besar seperti laki-laki’. Kamu bisa punya kesempatan yang sama dalam pekerjaan dan seluruh lini itu harus diikuti dengan penghasilan yang besar juga baru sama gitu looh.
Buat saya ini bertentangan dengan prinsip-prinsip keluarga tradisional (yang dituduh identik dengan patriarki). Perempuan yang tidak bekerja dianggap membuat kemunduran perekonomian negara. Nah lo. Sedangkan prinsip keluarga tradisional adalah ayah (laki-laki) sebagai pencari nafkah utama, pelindung, pengayom dll. Yang ini memang patriarki banget. Jadi banyak yang koar-koar tentang patriarki belum memahami maksud sistem patriarki yang sesungguhnya.
Pengasuhan Positif tergantung Latar Belakang
Ini menurut saya. Kenapa saya beranggapan begitu. Karena model pengasuhan positif yang kebanyakan kita dapat dari barat. Padahal secara kultur kita berbeda dengan barat dalam banyak pilihan hidup. Sebagai keluarga muslim tentu saja kita punya guidance dalam pengasuhan positif versi muslim. Ada larangan keras dalam hubungan seksual di luar nikah, tidak meminum alkohol, memilih makanan halal, aturan menutup aurat, dst. Dan ini dianggap tipe pengasuhan otoriter dan bertentangan dengan pengasuhan positif. Sedangkan di barat pengasuhan positif adalah membebaskan pilihan pada anak dan menentukan jalannya sendiri. Yang tentu saja sangat jauh berbeda dengan kita sebagai keluarga muslim.
Sudah saatnya kita Kembali kepada prinsip-prinsip keluarga berbasis kultur negara kita. Sebagai negara Pancasila dan menempatkan Ketuhanan yang Maha Esa pada sila pertama, kita berhak menempatkan aturan agama sebagai aturan hidup. Itu adalah hak warga negara bukan? Termasuk dalam pilihan pengasuhan dalam keluarga. Meskipun secara definisi bisa saja dianggap pengasuhan yang jauh dari kata ‘positive parenting’.
By: Siti Hairul Dayah (a PhD student at Family and Children studies IPB University)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.