Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Reza Ashari

Ketika AI Menulis Berita: Ancaman bagi Jurnalisme atau Evolusi Media?

Teknologi | 2024-08-10 21:23:09

Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan (AI) telah berkembang pesat dan mulai merambah ke berbagai bidang, termasuk jurnalisme. Pesatnya perkembangan kecerdasan buatan ini ditandai dengan munculnya internet, telepon seluler, dan sebagainya. Kehadiran AI dalam industri media telah menimbulkan perdebatan yang cukup tajam di kalangan jurnalis. Menurut Survey dari Journalism Al London School of Economic menyatakan bahwa lebih dari 60 responden menyatakan kekhawatiran mengenai implikasi etika kecerdasan buatan terhadap nilai-nilai jurnallistik seperti akurasi, keadilan dan transparasi serta aspek jurnalistik lainnya. Kemudian responden lainnya menyatakan bahwa kecerdasan buatan dapat membantu meningkatkan kapasitas untuk melakukan pekerjaan yang lebih kreatif seperti transkripsi wawancara dan pengecekan fakta. Jadi, apakah AI benar-benar ancaman bagi jurnalisme, atau justru menjadi langkah maju dalam evolusi media?

sumber : Ligo.id

AI dalam Jurnalisme: Potensi dan Penerapannya

AI dalam jurnalisme bukanlah konsep yang sepenuhnya baru. Sejumlah media besar di dunia telah menggunakan algoritma untuk menghasilkan berita, terutama dalam laporan yang sifatnya data-driven, seperti laporan keuangan, hasil pertandingan olahraga, atau analisis pasar saham. Algoritma ini dirancang untuk mengolah data dalam jumlah besar dan menyajikannya dalam format berita yang mudah dipahami oleh pembaca. Selain dari algoritma, kecerdasan buatan dapat memproduksi penyiaran berita dengan menggunakan robo presenter.

Misalnya, negara Kuwait telah menggunakan robo presenter yang muncul pertama kali pada media twitter Kuwait News. Robo presenter ini dinamakan Fedha yang membantu masyarakat untuk menyajikan berita dan berita yang masyarakat sukai. Penggunaan robo presenter ini juga digunakan oleh MBN sebuah stasiun televisi Korea Selatan yang memperkenalkan pembawa berita yang meniru secara persis dari suara, penampilan dan gerakan dari pembawa berita yang asli.

Namun, potensi AI dalam jurnalisme tidak terbatas pada penyajian berita menggunakan kecerdasan buatan tetapi beberapa perusahaan teknologi telah mengembangkan algoritma yang mampu menulis artikel opini, melakukan analisis mendalam, dan bahkan menulis cerita fiksi. Dengan perkembangan ini, pertanyaan yang muncul adalah: Sejauh mana AI dapat menggantikan peran jurnalis manusia?

Ancaman atau Peluang?

Bagi sebagian orang, kehadiran kecerdasan buatan dalam jurnalisme dianggap sebagai ancaman langsung. Mereka berpendapat bahwa kecerdasan buatan akan menggantikan jurnalis manusia, menghilangkan pekerjaan, dan mengurangi kualitas berita. Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa berita yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan mungkin tidak memiliki kedalaman, kepekaan, dan perspektif yang biasanya dibawa oleh jurnalis manusia. Kecerdasan buatan mungkin mampu mengolah data dan menyajikannya dalam bentuk berita, tetapi apakah kecerdasan buatan mampu memahami konteks sosial, politik, dan budaya di balik berita tersebut?

Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa berita yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan bisa menjadi terlalu homogen. Algoritma kecerdasan buatan cenderung mengikuti pola dan tren yang telah diprogramkan, yang berarti bahwa variasi dalam gaya penulisan dan sudut pandang bisa menjadi terbatas. Ini berpotensi mengurangi keberagaman informasi yang disajikan kepada publik, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap isu-isu tertentu.

Di sisi lain, ada yang melihat kecerdasan buatan sebagai alat yang dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas jurnalisme. Dengan bantuan kecerdasan buatan, jurnalis dapat fokus pada tugas-tugas yang lebih kompleks, seperti investigasi, analisis mendalam, dan pelaporan lapangan. Kecerdasan buatan dapat mengambil alih pekerjaan yang sifatnya repetitif dan berbasis data, sehingga jurnalis memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan aspek-aspek kreatif dan kritis dari profesi mereka.

Selain itu, kecerdasan buatan juga dapat membantu dalam memerangi penyebaran berita palsu (hoax). Dengan kemampuan analisis data yang kuat, kecerdasan buatan dapat digunakan untuk memverifikasi fakta dengan cepat, mengidentifikasi sumber berita palsu, dan bahkan memprediksi pola penyebaran hoax di media sosial. Dalam konteks ini, AI dapat menjadi sekutu bagi jurnalis dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap media. Penggunaan chatbot dapat membantu jurnalis dalam mendeteksi hoax seperti yang diluncurkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kementerian Komunikasi dan Informatika telah meluncurkan chatbot anti hoaks yang dipasang pada platform telegram, whatsapp, line dan sebagainya.

Evolusi Media di Era Kecerdasan Buatan

Ketika berbicara tentang evolusi media, penting untuk diingat bahwa teknologi selalu memainkan peran besar dalam transformasi industri ini. Dari mesin cetak hingga televisi, internet, dan sekarang kecerdasan buatan, setiap inovasi teknologi telah mengubah cara kita memproduksi, menyebarkan, dan mengonsumsi berita. Kecerdasan buatan hanyalah langkah berikutnya dalam perjalanan panjang ini.

Evolusi media di era kecerdasan buatan bukan berarti menggantikan jurnalis manusia, tetapi lebih kepada integrasi teknologi dalam praktik jurnalisme sehari-hari. Jurnalis yang mampu memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mendukung pekerjaannya akan memiliki keunggulan kompetitif di masa depan. Mereka dapat memproduksi konten yang lebih cepat, lebih akurat, dan lebih relevan dengan kebutuhan audiens yang semakin kompleks.

Namun, untuk memastikan bahwa evolusi ini berjalan dengan baik, diperlukan pendekatan yang hati-hati. Media harus memastikan bahwa penggunaan kecerdasan buatan tetap sejalan dengan prinsip-prinsip etika jurnalisme, seperti akurasi, keadilan, dan keseimbangan. Selain itu, penting juga untuk mempertahankan elemen-elemen humanis dalam berita, yang mungkin sulit untuk direplikasi oleh mesin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image